Menuju konten utama

Alasan Komisi III DPR Kebut Bahas RKUHP dan RUU Pemasyarakatan

Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) bisa sejalan dengan RUU Permasyarakatan agar dapat mengatur sejumlah kebijakan terkait kelebihan kapasitas Lapas.

Alasan Komisi III DPR Kebut Bahas RKUHP dan RUU Pemasyarakatan
Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.

tirto.id - Anggota Komisi III DPR, Erma Ranik menyatakan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) diharapkan bisa sejalan dengan RUU Permasyarakatan agar dapat mengatur sejumlah kebijakan terkait kelebihan kapasitas Lapas.

"Mudah-mudahan bisa berjalan seiring antara RKUHP dan RUU Pemasyarakatan," ucap Erma saat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Senin (16/9/2019).

Lebih lanjut, Erma menuturkan besok, Selasa (17/9/2019), RUU Permasyarakatan akan dibawa ke tingkat Rapat Kerja.

"Rencananya begitu [tingkat rapat kerja]. Besok pengambilan keputusan tingkat satu, mudah-mudahan lancar. Kami sedang menyisir pasal-pasal, mudah-mudahan pemasyarakatan kita jauh lebih baik," pungkasnya.

Alasan Komisi III DPR RI akan segera merampungkan pembahasan RUU Pemasyarakatan karena hingga saat ini kapasitas lapas sudah semakin membludak.

DPR RI mengatakan hingga saat ini jumlah narapidana yang ditahan di Lapas sebanyak 264.234 orang. Sementara, kapasitas Lapas di Indonesia hanya dapat menampung sebanyak 128.591 orang.

"Sehingga kelebihan [kapasitas] sebesar 105 persen," kata Erma.

Politikus Partai Demokrat itu mengatakan, untuk mengantisipasi kelebihan kapasitas Lapas. Pihaknya meminta kepada pemerintah untuk membuat sistem baru agar dapat membatasi jumlah narapidana yang masuk ke dalam Lapas.

Namun, bukan dengan cara membangun banyak Lapas seperti pada masa penjajahan Belanda. Sebab, hal tersebut tidak menyelesaikan masalah.

Kata Erma, yang harus dilakukan oleh Pemerintah bersama DPR RI yakni melalui reformasi KUHP dan RUU Permasyarakatan yang saat ini tengah dibahas bersama.

"Sehingga enggak ada lagi cerita Nenek Minah di penjara itu. Kalau kejahatan kecil, pelaku dimaafkan korban, enggak usah dipenjara. Masak metik tiga kakao masuk penjara, kan aneh," tuturnya.

Sementara, politikus PPP Arsul Sani mengklaim DPR dan pemerintah sudah merampungkan seluruh substansi revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Arsul, yang juga anggota panitia kerja (panja) revisi, mengatakan yang sekarang perlu dirampungkan hanya redaksional dan bagian penjelasan saja.

"Beberapa soal redaksional kami serahkan kepada ahli bahasa," jelas Arsul di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019).

Penjelasan makna dari setiap pasal juga akan dibuat sejelas mungkin agar tidak menjadi pasal karet, tambah Arsul.

Setelah benar-benar rampung, kata Arsul, tahapan selanjutnya adalah pengambilan keputusan di tingkat pertama melalui Pleno Komisi III, lalu "dibawa ke paripurna."

Rapat ini dikebut dalam dua malam, Sabtu (14/9/2019) hingga Minggu (15/9/2019), di hotel mewah bintang lima Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta. Pihak pemerintah yang hadir adalah Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM (Dirjen PP Kemenkumham).

Surat undangan rapat diberi nomor PPE.PP.01.04-1507 dengan perihal Undangan Rapat Konsinyering Pembahasan RUU tentang KUHP. Surat itu ditandatangani langsung oleh Dirjen PP Kemenkumham Widodo Eka Tjahjana.

Baca juga artikel terkait REVISI KUHP atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Hukum
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri