Menuju konten utama

Alasan Kemenkeu Patok Subsidi Solar Rp1.000 per Liter di RAPBN 2020

Kementerian Keuangan mematok subsidi solar di RAPBN 2020 lebih rendah dari tahun 2019 dengan dalih harga minyak diperkirakan akan turun. 

Alasan Kemenkeu Patok Subsidi Solar Rp1.000 per Liter di RAPBN 2020
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) bersama Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani (kanan) memberikan keterangan pers mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (27/7/2018). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

tirto.id - Pemerintah mematok besaran subsidi bahan bakar minyak jenis solar sebesar Rp1.000/liter dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2020.

Direktur Jendral Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan angka tersebut ditetapkan berdasarkan asumsi harga minyak Indonesia (ICP) serta nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"[Subsidi] Turun itu tentunya harapan kita nanti bisa disebabkan penyesuaian harga ICP. Dengan harga turun itu, tentu Subsidi tidak setinggi itu. Tentunya nanti kebijakan itu bisa sesuai dengan costing," ujar Askolani di Kantor Direktorat Jendral Pajak (DJP), Jumat (16/8/2019).

Di RAPBN 2020, pemerintah mematok asumsi ICP sebesar 65 dolar AS atau meningkat ketimbang tahun 2019 yang berada di angka 63 dolar AS. Adapun asumsi kurs rupiah terhadap dolar AS di RAPBN 2020, ditetapkan pada kisaran Rp14.000/dolar AS.

Jika melihat angka tersebut, seharusnya pemerintah meningkatkan subisidi solar pada 2020. Sebab, jika dipangkas, sementara harga minyak meningkat dan rupiah melemah, harga jual solar bisa naik.

Namun, Askolani menyampaikan bahwa alokasi subsidi solar belum final dan bersifat fleksibel. Hal ini mengingat pada tahun-tahun sebelumnya, pemerintah juga menetapkan alokasi lebih rendah dan baru melakukan penyesuaian ketika asumsi kurs rupiah dan ICP meleset dari target.

Misalnya, pada tahun 2018, pemerintah menyesuaikan nilai subsidi solar dari Rp500/liter menjadi Rp2.000/liter.

"Rp1.000 itu kan Kebijakan awal dan pengalaman kita itu sebelum-sebelumnya dimungkinkan untuk penyesuaian saat pelaksanaan. Jadi itu terbuka. Itu adalah perhitungan awal pemerintahan dari yang ada di APBN," kata dia.

Baca juga artikel terkait SUBSIDI ENERGI atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom