Menuju konten utama

Alasan Google Mematikan CAPTCHA

Google melakukan pembaruan pada layanan CAPTCHA milik mereka, reCAPTCHA. Pembaruan tersebut menyembunyikan portal CAPTCHA bagi pengguna internet yang sering dihadang oleh portal keamanan tersebut.

Alasan Google Mematikan CAPTCHA
Ilustrasi. Google meningkatkan verifikasi captcha untuk kemanan penggunanya. Foto/Zuck That

tirto.id - Apa yang menyebalkan saat berselancar di internet? Salah satunya mengisi sistem verifikasi atau penghadang CAPTCHA. Tahapan ini bisa bikin gemas bila kita salah menebak huruf atau angka yang ditampilkan. Tampilan CAPTCHA akan terus mengulang hingga seseorang bisa menjawab dengan tepat kode-kode huruf dan angka yang disajikan.

Sesuai dengan fungsinya, CAPTCHA merupakan singkatan dari Completely Automated Public Turing test to tell Computers and Humans Apart atau secara sederhana, CAPTCHA merupakan tahapan verifikasi bagi pengakses suatu situsweb.

Kini ada kabar gembira, Google mengumumkan bahwa mereka telah "membunuh" CAPTCHA versi lama, dan menggantinya dengan versi yang bisa bekerja secara senyap. Teknologi tersebut akan diterapkan pada layanan baru bernama reCAPTCHA atau “Invisible reCAPTCHA.

Teknologi “invisible” akan diterapkan dengan memanfaatkan algoritma bernama Google’s Advanced Risk Analysis. Algoritma tersebut akan membuat penilaian apakah si pengakses manusia atau bukan dengan data kebiasaan pengguna yang telah mereka kumpulkan.

Belum ada rincian mengenai bagaimana teknologi senyap reCAPTCHA bekerja. Namun, setelah mengklaim bahwa reCAPTCHA adalah “layanan CAPTCHA yang paling luas penggunanya di seluruh dunia,” tentu Google telah memiliki data kebiasaan pengguna yang cukup lengkap. Selain itu, Google memiliki senjata-senjata lain yang bisa dipakai untuk menganalisis profil suatu pengguna.

Mereka memiliki Google Search, Google Analytics dan Google Adsense yang telah mengakar terpasang di situsweb-situsweb di seluruh dunia. Tentu, senjata-senjata tersebut memang berbeda peruntukannya, namun Google sebagai sang pemilik bisa memanfaatkannya.

CAPTCHA atau beberapa netizen di Indonesia menyebutnya Capcay karena sulit dilafalkan, merupakan pelindung bagi suatu situsweb dari serangan Bot atau Botnet dan SPAM. Penggunaan CAPTCHA salah satunya dilakukan untuk mengamankan resource yang dimiliki sebuah situsweb. Akses bertubi-tubi yang dilakukan bukan manusia alias Bot terhadap suatu situsweb, akan menghancurkan situsweb tersebut. Dalam bahasa teknis, aksi ini disebut sebagai Distributed Denial of Service.

Selain itu, terutama bagi situsweb yang memiliki fitur komentar atau kolom sejenis, penggunaan CAPTCHA dilakukan guna menghindarkan dari fitur komentar atau kolom sejenis diisi oleh suatu mesin otomatis.

Di dunia internet, penyedia layanan CAPTCHA terbesar adalah reCAPTCHA dari Google. reCAPTCHA dikembangkan oleh sebuh tim yang dipimpin oleh Luis von Ahn dari Carnegie Mellon University. Kemudian, pada tahun 2009 Google mengambil alih kepemilikan reCAPTCHA.

Luis von Ahn sebagaimana diwartakan The New York Times mengungkapkan bahwa ia mengestimasi reCAPTCHA telah digunakan 70 persen hingga 90 persen situsweb yang memakai CAPTCHA.

Infografik Captcha

Secara teknis, di awal kemunculan reCAPTCHA, mereka menggunakan kata dan angka untuk ditebak oleh pengguna internet. Kata yang ditampilkan reCAPTCHA berasal dari proyek buku digital Google. Saat Google melakukan proyek digitalisasi buku, terkadang ada kata atau kalimat yang tidak bisa dibaca atau dideteksi oleh mesin yang mereka gunakan. Kata atau kalimat yang tidak bisa terbaca atau terdeteksi memiliki beberapa sebab.

Kertas kusam, font yang luntur, dan berbagai bentuk kerusakan lainnya adalah banyak sebab mengapa mesin tidak bisa membaca atau mendeteksi. Mesin yang digunakan untuk proyek digitalisasi adalah mesin OCR atau Optical Character Recognition. Kata atau kalimat yang tidak bisa dideteksi oleh mesin OCR, kemudian diteruskan pada reCAPTCHA untuk dijadikan basis data kata yang akan ditampilkan di reCAPTCHA dan merupakan kata-kata terpilih. OCR juga merupakan mesin, jika mesin tersebut tidak bisa mendeteksi, reCAPTCHA beranggapan bahwa Bot dan SPAM juga tidak bisa mendeteksinya.

Seperti diberitakan News.com.au, dalam tahun pertama reCAPTCHA, terdapat 440 juta kata yang diuraikan oleh para pengakses situsweb yang terhadang oleh portal reCAPTCHA. Jumlah kata tersebut, setara dengan 17.600 buku. Saat tahap pengembangan, reCAPTCHA memanfaatkan arsip koran The New York Times. Saat melakukan pemindaian digital, kata-kata yang tidak terdeteksi atau terbaca mesin akan digunakan reCAPTCHA sebagai basis data mereka.

Selain itu, dalam reCAPTCHA versi awal juga ada angka-angka yang ditampilkan. Angka-angka tersebut, diwartakan Ars Techica, berasal dari Google Street View. Sebelum mengumumkan teknologi “invisible” pada reCAPTCHA, layanan CAPTCHA milik Google tersebut sejatinya telah melakukan beberapa perubahan dari hanya sebatas menebak kata atau angka saja.

Dikutip dari Blog resmi Google, teknologi kecerdasan buatan kini bahkan bisa menebak kata yang ditampilkan oleh CAPTCHA dengan tingkat akurasi 99,8 persen. Perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik, diperlukan untuk menguatkan CAPTCHA dari serangan digital yang juga telah semakin canggih.

Perubahan yang paling mencolok dari reCAPTCHA sebelumnya, adalah pembaruan yang bernama “No CAPTCHA reCAPTCHA” di 2014 silam. Dalam perubahan tersebut, pengguna internet yang dihadang oleh portal CAPTCHA, tidak perlu lagi berurusan dengan mengisi kata atau angka, tetapi tinggal mengklik “I’m not a robot.” Selain itu, reCAPTCHA juga memanfaatkan gambar atau foto yang digunakan untuk membedakan mana manusia sungguhan dan bukan. Pengguna tinggal mengikuti instruksi dan mengklik gambar atau foto yang dikehendaki reCAPTCHA.

Tentu, dengan dihadirkannya “Invisible reCAPTCHA” akan semakin membuat nyaman pengguna internet di seluruh dunia. Mengutip slogan awal reCAPTCHA, marilah kita para pengguna internet untuk “stop spam, read books.”

Baca juga artikel terkait INTERNET atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Reporter: Ahmad Zaenudin
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra