Menuju konten utama

Alasan DPRD DKI Terima LPJ APBD Anies Meski Empat Fraksi Walkout

Fraksi PAN, Golkar, Nasdem dan PSI walkout atau meninggalkan ruangan rapat sebagai bentuk protes laporan APBD 2019 Gubernur Anies.

Alasan DPRD DKI Terima LPJ APBD Anies Meski Empat Fraksi Walkout
Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (5/8/2019). ANTARA/Andi Firdaus

tirto.id - Empat fraksi DPRD DKI menolak laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P2APBD) Gubernur Anies Baswedan tahun 2019.

Fraksi DPR DKI yang menolak P2APBD yaitu PAN, Golkar, Nasdem dan PSI. Bahkan, mereka walkout atau meninggalkan ruangan rapat sebagai bentuk protes.

Ketua Fraksi Partai Golkar, Basri Baco menjelaskan alasannya menolak hal tersebut lantaran Gubernur Anies Baswedan tidak mempunyai niat baik untuk bekerjasama dengan legislatif.

Padahal selama satu tahun DPRD DKI dilantik, sudah tiga kali melakukan reses dan mendengarkan aspirasi masyarakat. Namun sayangnya tidak direalisasikan oleh Anies.

"Kalau gubernur dan eksekutif sudah tidak melaksanakan dan tidak menghargai anggota dewan, ya maka kita juga punya sikap untuk juga bisa menolak apa yang dibuat oleh gubernur," kata dia usai walkout dari rapat, Senin (7/9/2020).

Dalam rapat tersebut selain melakukan pembahasan, Anies juga melakukan penandatanganan persetujuan bersama Pimpinan DPRD Raperda P2APBD DKI tersebut.

Penyampaian laporan hasil pembahasan Bapemperda terhadap Raperda tentang Perubahan Atas Perda Nomor 15 Tahun 2010 tentang Pajak Penerangan Jalan; dan Raperda tentang Perubahan Atas Perda Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Parkir.

Sekretaris Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Anthony Winza mengaku telah mengirimkan surat permintaan data pada 15 April 2020 kepada Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD). Data yang diminta di antaranya penyerapan anggaran yang rinci per kegiatan dan per rekening dalam format excel. Permintaan itu tidak ditanggapi sama sekali oleh Pemprov DKI.

"Alasannya 'lagi koordinasi dan sebagainya'. Minimal dibalas lah, ini nggak ada balasan," ucapnya.

Tak hanya itu, dirinya juga binggung dengan agenda P2APBD tersebut, karena microphone yang biasa dipasang di meja anggota dewan saat rapat tiba-tiba tidak ada.

Namun, microphone hanya ada di meja pimpinan DPRD DKI. Menurutnya, itu merupakan hal yang diskriminatif.

"Saya enggak ngerti apakah ini setting atau apa. Apakah kami terpaksa harus menyetujui karena tidak ada alat microphone untuk ngomong? Itu yang kami sesali," pungkasnya.

Sementara, Sekretaris Fraksi PAN DPRD DKI Jakarta, Oman Rakinda dengan tegas menolak dengan dua alasan kritis. Pertama, tidak ada tampilan data yang jelas terkait penggunaan anggaran.

"Dengan angka SILPA Rp1,203 triliun, kami butuh detil pengeluaran anggaran di 2019," kata dia.

Politikus PAN ini juga menyatakan bahwa apa yang sudah dilakukan oleh eksekutif tidak menjalankan perintah dari aturan yang berlaku.

“DKI jalan dengan uang rakyat, dari dan untuk rakyat. Harusnya eksekutif beri laporan sesuai dengan azas pengelolaan keuangan daerah, termaktub di pasal 4 PP 58 tahun 2005, yakni transparan, apalagi ke kami dewan, yang merupakan representasi rakyat.” jelas dia.

Kendati empat fraks menolak, rapat paripurna memutuskan menerima laporan tersebut. Ketua DPRD DKI, Prasetio Edi Marsudi akhirnya mengesahkan P2APBD DKI 2019.

"Paripurna 50 orang. Secara keputusan ini sah ya. Saya ingin menanyakan apakah Raperda tentang pertanggungjawaban APBD 2019 untuk ditetapkan jadi peraturan daerah dapat disetujui?" tanya Prasetio kepada anggota DPRD DKI yang hadir.

"Setuju," balas anggota DPRD DKI. Kemudian Prasetio mengetok palu.

Baca juga artikel terkait DPRD DKI atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Politik
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Zakki Amali