Menuju konten utama

Alasan Bareskrim Menolak Laporan TPPO Kerangkeng Bupati Langkat

Laporan disampaikan Tim Advokasi Penegakan Hak Asasi Manusia mewakili korban penghuni kerangkeng manusia di Langkat.

Alasan Bareskrim Menolak Laporan TPPO Kerangkeng Bupati Langkat
Suasana kerangkeng manusia yang berada di kediaman pribadi Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Rabu (26/1/2022). ANTARA FOTO/Dadong Abhiseka/Lmo/aww.

tirto.id - Bareskrim Polri menolak laporan dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam kasus kerangkeng di kediaman Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin.

Pelaporan disampaikan Tim Advokasi Penegakan Hak Asasi Manusia ke Bareskrim pada Kamis (31/3/2022). Mereka mewakili empat korban penghuni kerangkeng manusia di Langkat.

"Laporan para korban ditolak. Alasannya karena atas peristiwa tindak pidana yang sama sudah ada Laporan Polisi dan ditangani Polda Sumatra Utara," ujar anggota Divisi Hukum Kontras, Andrie Yunus kepada reporter Tirto, Jumat (1/4/2022).

Menurut Andrie, tim advokasi menyertakan pasal alternatif yakni Pasal 170 juncto Pasal 351 KUHP juncto Pasal 88E ayat (2) juncto Pasal 185 ayat (1) dan (2) UUK Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Dalam perkara ini, polisi menetapkan delapan orang sebagai tersangka yakni HS, IS, TS, RG, JS, DP, SP dan HG. Dari delapan tersangka itu, satu di antaranya ialah Dewa Perangin-Angin, anaknya Terbit.

Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 7 ayat (2) juncto Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang. Mereka tidak ditahan dengan alasan kooperatif. Mereka hanya wajib lapor diri satu pekan sekali ke Polda Sumatra Utara.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban memperkirakan Terbit meraup Rp177.552.000.000 pada perkara kerangkeng manusia di rumahnya.

“Perkiraan kami, bila ia tidak bayar upah 600 orang dalam 10 tahun maka potensi keuntungan dari tidak bayar upah sekitar itu,” kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu ketika dihubungi Tirto, 11 Maret lalu.

Komnas HAM pun turut menyelidiki kerangkeng manusia yang dibangun atas inisiatif Terbit. Tindakan kekerasan dengan intensitas tinggi kerap terjadi pada periode awal penghuni masuk kerangkeng, biasanya di bawah satu bulan pertama. Lembaga itu menemukan fakta ada 26 bentuk penyiksaan, kekerasan, dan perlakuan merendahkan martabat penghuni sel.

Terbit merupakan tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa tahun 2020-2022 di Kabupaten Langkat. Selain dia, kakaknya yang juga Kepala Desa Balai Kasih, Iskandar PA dan pihak swasta, yaitu Muara Perangin-Angin, Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra juga menjadi tersangka dalam kasus suap tersebut.

Baca juga artikel terkait KERANGKENG DI RUMAH BUPATI LANGKAT atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan