Menuju konten utama

Alasan Anti Sunat Perempuan: Risiko Kesehatan & Pelanggaran Hak

Tradisi sunat perempuan ditentang oleh komunitas dunia karena memicu kondisi medis dan pelanggaran hak-hak dasar.

Alasan Anti Sunat Perempuan: Risiko Kesehatan & Pelanggaran Hak
Ilustrasi sunat perempuan. GettyImages/iStockhoto

tirto.id - Sunat pada perempuan atau Female Genetal Mutilation (FGM) adalah tindakan untuk mengangkat sebagian atau seluruh alat kelamin eksternal atau cedera lain pada organ genital perempuan dengan alasan nonmedis.

FGM dilakukan karena adanya norma sosial yang telah mengakar di masyarakat. Kemudian, situasi ini menjadi kebutuhan untuk diterima secara sosial dan takut ditolak oleh masyarakat.

Masyarakat tradisional menganggap FGM sebagai suatu cara mempersiapkan perempuan untuk menjadi dewasa dan menikah. Hal ini bertujuan untuk memastikan keperawanan pranikah dan kesetiaan dalam perkawinan. Perempuan yang melakukan FGM diyakini sudah mampu dan layak menjalani kehidupan pernikahan.

FGM dikaitkan dengan cita-cita budaya feminitas dan kesopanan, yang mencakup gagasan bahwa anak perempuan bersih dan cantik setelah pengangkatan bagian tubuh yang dianggap tidak bersih. Beberapa orang percaya bahwa praktik ini memiliki dukungan agama, meskipun tidak ada naskah agama yang mengajarkan praktik tersebut.

FGM sebagian besar dilakukan sekali seumur hidup pada gadis-gadis muda, mulai dari usia bayi atau sebelum berusia 15 tahun. Lebih dari 200 juta anak perempuan dan perempuan di seluruh dunia telah menjalani FGM. Tepatnya di 30 negara di Afrika, Timur Tengah dan Asia.

Memicu Masalah Kesehatan & Pelanggaran Hak

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menentang semua jenis FGM, dan menentang penyedia layanan kesehatan yang melakukan FGM. Praktik ini tidak memiliki manfaat kesehatan bagi perempuan.

Beberapa kasus FGM menyebabkan perdarahan parah, masalah buang air kecil, kista, infeksi, komplikasi saat melahirkan dan peningkatan risiko kematian bayi baru lahir.

FGM dinilai dapat merugikan perempuan dalam banyak hal. Karena praktik ini dapat menghilangkan dan merusak jaringan genital wanita yang sehat dan normal, serta mengganggu fungsi alami tubuh perempuan. Oleh sebab itu, FGM diakui secara internasional sebagai pelanggaran hak asasi dan diskriminasi pada perempuan.

Sayangnya, di beberapa budaya FGM telah mengakar. Tindakan ini bahkan menjadi tradisi pada anak di bawah umur dan menjadi suatu bentuk pelanggaran terhadap hak-hak anak.

Dikatakan demikian, karena praktek ini melanggar beberapa hak dasar, yaitu:

  • hak seseorang dalam hal kesehatan, keamanan dan integritas fisik;
  • hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat;
  • hak untuk hidup (dalam kasus ketika prosedur menyebabkan kematian).
Melihat banyaknya kerugian yang harus dihadapi oleh perempuan yang melakukan FGM atau sunat, komunitas dunia menyerukan hari Anti Sunat Perempuan. Hari tersebut dirayakan setiap tanggal 6 Februari yang jatuh pada hari ini, Minggu (6/2/2022).

Tipe-tipe Tindakan Female Genetal Mutilation

WHO menggolongkan tindakan FGM ke dalam empat tipe, yaitu:

Tipe 1: FGM berupa penghapusan parsial atau total kelenjar klitoris (bagian eksternal dan terlihat dari klitoris, yang merupakan bagian sensitif dari alat kelamin wanita), dengan atau tanpa tudung prepuce / klitoris (lipatan kulit di sekitar kelenjar klitoris).

Tipe 2: FGM berupa penghapusan sebagian atau total kelenjar klitoris dan labia minora (lipatan bagian dalam vulva), dengan atau tanpa pengangkatan labia majora (lipatan luar kulit vulva).

Tipe 3: Juga dikenal sebagai infibulasi, ini adalah penyempitan lubang vagina melalui pembuatan segel penutup. Segel dibentuk dengan memotong dan memposisikan kembali labia minora, atau labia majora, dapat melalui jahitan, dengan atau tanpa penghapusan prepuce klitoris / tudung klitoris dan kelenjar.

Tipe 4: FGM ini termasuk semua prosedur berbahaya lainnya pada alat kelamin wanita untuk tujuan nonmedis, contohnya menusuk, menorehkan, menggores dan membakar area genital.

Baca juga artikel terkait HARI ANTI SUNAT PEREMPUAN SEDUNIA atau tulisan lainnya dari Chyntia Dyah Rahmadhani

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Chyntia Dyah Rahmadhani
Penulis: Chyntia Dyah Rahmadhani
Editor: Yonada Nancy