Menuju konten utama

Alasan Anak Usaha Sinar Mas Beroperasi Tanpa HGU di Kalteng

Pegawai bidang perizinan PT SMART mengklaim PT Binasawit Abadi Pratama beroperasi tanpa HGU karena proses pengurusannya terkendala perubahan aturan. 

Alasan Anak Usaha Sinar Mas Beroperasi Tanpa HGU di Kalteng
Terdakwa kasus dugaan suap terkait fungsi pengawasan anggota DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) terhadap PT Binasawit Abadi Pratama, anak usaha PT Sinar Mas, yakni Wakil Direktur PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Edy Saputra Suradja menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jumat (11/1/2019). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Karyawan bagian dokumen dan perizinan PT Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMART) Debby Fadina Sari menjelaskan alasan PT Binasawit Abadi Pratama (PT BAP) beroperasi tanpa Hak Guna Usaha (HGU). PT BAP merupakan anak usaha Sinar Mas.

Debby mengklaim proses pengurusan HGU untuk PT BAP tersendat peraturan. Dia menyampaikan hal ini saat menjadi saksi di persidangan kasus suap terhadap anggota DPRD Kalimantan Tengah.

Dalam sidang ini, Wakil Direktur PT SMART Edy Saputra Suradja, CEO PT BAP wilayah Kalteng Willy Agung Adipradhana dan Manajer Legal PT BAP Teguh Dudy Syamsury Zaldy duduk sebagai terdakwa pemberi suap kepada anggota DPRD Kalimantan Tengah.

"Memperoleh IUP [Izin Usaha Perkebunan] sejak 2005, kemudian 2006 kalau tidak salah sudah mengajukan permohonan HGU," kata Debby di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (30/1/2019).

Debby mengakui PT BAP saat itu tidak mengurus izin pelepasan kawasan hutan. Namun, menurut dia, hal itu sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan surat dari Kepala Bappenas pada tahun 2000, pengelolaan wilayah yang termasuk Area Penggunaan Lain (APL) memang memerlukan izin pelepasan kawasan hutan. Sementara berdasarkan Perda Kalteng Nomor 8 tahun 2003 tentang RTRW, area yang diduduki PT BAP juga masuk ke dalam Area Penggunaan Lain (APL).

Akan tetapi, kata Debby, Kementerian Kehutanan mencabut surat Bappenas itu pada 2006 sehingga area yang dikelola PT BAP kembali menjadi kawasan hutan.

"Itu jadi catatan kepala BPN Pusat bahwa dokumen permohonan HGU PT BAP dikembalikan dari BPN Pusat ke daerah, diminta untuk menyelesaikan dulu [masalah] kawasannya," kata dia.

Persoalannya, Debby melanjutkan, Pemprov Kalteng belum merevisi Perda RTRW usai ada keputusan Kementerian Kehutanan.

"Sehingga perusahaan terus mencari update-update terkait regulasi bagaimana mencari penyelesaian," kata Debby.

Jalan keluar bagi PT BAP muncul setelah terbit Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukkan dan Fungsi Kawasan Hutan.

"Dijelaskan di salah satu pasal bahwa terhadap area-area yang pada saat diperolehnya izin itu berada di kawasan Area Penggunaan Lain atau berdasarkan Perda atau Perkab merupakan APL, diberikan kesempatan untuk mengurus pelepasan kawasan hutan," ujar Debby.

Setelah peraturan itu terbit, dia menambahkan, PT BAP kemudian mengurus izin pelepasan hutan pada tahun 2012. Debby juga beralasan PT BAP mengurus izin pelepasan kawasan hutan, dan bukan izin pinjam pakai kawasan hutan, agar masa operasional perusahaan itu lebih panjang.

Dalam sidang yang sama, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah Rawing Rambang menyatakan PT BAP belum memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPH).

Rawing mengklaim telah mengonfirmasi hal ini ke PT BAP. Dia lalu menerima informasi bahwa izin itu masih dalam proses pengurusan. Padahal, berdasar dakwaan yang dibacakan jaksa KPK, PT BAP telah beroperasi di Kalimantan Tengah sejak tahun 2006 atau selama 12 tahun.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP DPRD KALTENG atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Addi M Idhom