Menuju konten utama

Aktor Suara yang Kian Tersisih dari Hollywood

Pemeran suara kian tergantikan oleh aktor-aktor yang sudah mapan di Hollywood. Contoh terbaru adalah film Super Mario yang bakal tayang tahun depan.

Aktor Suara yang Kian Tersisih dari Hollywood
Ilustrasi Hollywood. FOTO/Wikicommon

tirto.id - Pada akhir 2022 nanti kita akan disuguhi film terbaru dari seri Super Mario Bros. Film yang belum memiliki judul resmi tersebut diproduksi oleh Nintendo dan Illumination (yang juga membuat Despicable Me dan The Secret Life of Pets). Ini akan menjadi film kedua setelah live-action berjudul Super Mario Bros. yang dirilis pada 1993.

Saat itu Super Mario Bros. jadi film pertama yang diangkat dari permainan video sekaligus memulai tren serupa. Namun tren tersebut tak berujung positif. Orang-orang mungkin masih ingat betapa ngawurnya sebagian besar film macam ini, atau alangkah sulitnya menyukai Street Fighter (1994) yang dimainkan Jean-Claude Van Damme.

Dalam editorialnya, review aggregator Rotten Tomatoes bahkan menyimpulkan hanya ada tiga judul yang bisa dibilang "fresh" dari total 45 film adaptasi permainan video.

Karena kegagalan Super Mario Bros., Nintendo, yang telah merilis puluhan judul film animasi sejak 1998, mengambil kebijakan menahan hak film live-action dari jajaran waralaba lebih dari 20 tahun hingga akhirnya menayangkan Detective Pikachu pada 2019. Untuk film (entah itu animasi atau live-action) karakter seikonik Mario, tentu mereka bakal lebih berhati-hati lagi.

Namun nampaknya kehati-hatian ini belum memicu sentimen positif apa pun. Bahkan yang terjadi sebaliknya. Berbagai macam penolakan menyeruak dari orang-orang di internet tatkala Nintendo mengumumkan pengisi suara (voice actor) Mario nanti adalah Chris Pratt, pemeran Peter Quill di Guardians of the Galaxy.

Alasan penolakan kadang sepele, misalnya karena Pratt sudah terlalu sering muncul dan karenanya membosankan, atau bahwa dia adalah the worst Chris alias 'Chris terburuk' di antara Chris-Chris lain di Hollywood (Pine, Evans, Hemsworth). Ada pula alasan yang tampak lebih teknis seperti suara Pratt tidak khas. Ada pula yang menganggap suara Mario sebaiknya diisi aktor Italia (karena Mario adalah tukang ledeng asal Italia) atau biarkan Charles Martinet (pengisi suara Mario sejak 1991) tetap menjadi Mario alih-alih sekadar kameo.

Berbagai penolakan itu juga mungkin karena persoalan politis. Misalnya, Pratt disebut-sebut condong ke Republikan dan pro-Trump (mayoritas selebritas Hollywood berpihak ke kubu Demokrat) serta anti-LGBT.

Reaksi negatif yang muncul saat film bahkan belum mulai produksi juga menimpa Sega dan film Sonic The Hedgehog (2020). Ketika itu desain karakter Sonic menerima reaksi negatif bertubi-tubi dari para penggemar, yang lantas memaksa rilis film tertunda tiga bulan dan satu studio animasi dikabarkan tutup usai para pekerjanya mengalami beban kerja ekstrem demi mendesain ulang profil Sonic.

Andai Nintendo lebih berhati-hati, mungkin mereka memilih aktor lain yang kehidupan di luar layarnya relatif adem ayem (misalnya Chris-Chris lain), atau aktor-aktor terkenal yang juga terampil dalam voice acting macam Mark Hamill (yang sudah memulai karier sebagai voice actor sebelum Star Wars), atau mempertahankan Martinet. Pilihan terakhir memang mungkin terlalu berat mengingat pengisi suara karakter lain di film ini adalah bintang-bintang Hollywood seperti Anya Taylor-Joy dan Jack Black.

Namun Nintendo dan Pratt kemungkinan bakal jalan terus. Dengan begitu, tren menunjuk aktor tenar sebagai pengisi suara karakter animasi yang sudah dilakukan Hollywood sejak nyaris 30 tahun terakhir akan terus berlanjut.

Perlahan Tergantikan

Matthew Lillard mengaku kecewa lantaran tidak dilibatkan untuk mengisi suara pada film Scoob! (2020). Ia adalah pengisi suara Shaggy selama belasan tahun. Ia juga tampil dalam dua film live-action Scooby-Doo sebagai pemeran detektif amatir itu. Sebagian penggemar seri Scooby-Doo bahkan menyimpulkan ketidakhadiran Lillard sebagai salah satu faktor jeleknya Scoob!. Dalam film itu Lillard digantikan Will Forte. Tampil pula bintang-bintang Hollywood lain seperti Mark Wahlberg dan Zac Efron.

Studio tentu punya pertimbangan sendiri saat menunjuk aktor-aktor terkenal sebagai pengisi suara karakter, yang sebelumnya diisi oleh para voice actor. Penonton anak-anak tentu tidak peduli siapa yang mengisi suara siapa/apa, tetapi bagi orang dewasa, yang mengeluarkan uang untuk membeli DVD atau tiket bioskop untuk para anak-anak, itu jelas penting.

Nama Will Forte mungkin lebih menjual ketimbang Matthew Lillard. Orang-orang juga tentu akan sontak heboh tatkala melihat Anya Taylor-Joy sedang sebats di trotoar ketimbang melihat voice actor seperti Tara Strong melakukan hal yang sama.

Singkatnya, akan jauh lebih menguntungkan memajang nama aktor beken di poster film ketimbang para profesional di bidang tersebut.

Saya jadi ingat film animasi seperti Kubo and The Two Strings (2016) dan Fantastic Mr. Fox (2009), di mana bintang Hollywood kelas A seperti Matthew McConaughey dan George Clooney mampu menghantarkan suara pada karakter-karakter mereka dengan mantap. Saya bahkan tak bisa tidak mengaitkan karakter Mr. Fox dengan suara Clooney. Pada sisi lain, saya segera menyadari suara keduanya tanpa perlu melihat jajaran cast--salah satu pembeda antara aktor biasa dengan voice actor.

Film Aladdin (1992) menjadi titik awal Disney merasa formula tersebut bisa berjalan dengan mulus--selain kenyataan bahwa aktor pilihan mereka, Robin Williams, tampil baik menyuarakan karakter Genie. Formula menampilkan deretan aktor ternama sebagai pengisi suara lantas dilanjutkan banyak film animasi seperti Shrek (2001) dan Puss in Boots (2011).

Selain daya jual, Scott Meslow dalam tulisannya di The Atlantic mengatakan masuknya aktor-aktor kenamaan ke kancah akting suara juga membuka jalan bagi tren baru: desain karakter mengacu pada aktor terkenal yang menyuarainya. Meslow memberi contoh makhluk hibrida ikan-manusia (yang menurutnya tampak creepy) dalam Shark Tale (2004) yang menyerupai Will Smith dan Angelina Jolie.

Meslow juga mencatat bahwa voice actor konvensional kian jarang mendapat kesempatan untuk memimpin deretan cast pada film animasi kontemporer. Ketika angka-angka prediksi pemasukan sudah dilibatkan, salah satu faktor penolakan terhadap Chris Pratt (suara yang biasa saja) bisa dengan mudah disingkirkan.

Daftar Ancaman

Dalam sebuah video, voice actor John DiMaggio menunjukkan bahwa suara-suara yang ia hasilkan bukanlah asal omong. Untuk menghasilkan suara Bender (karakter dalam seri Futurama), misalnya, ia mencampurkan tiga jenis suara sekaligus. Itu belum termasuk variasi bebunyian tertawa, teknik yang ia pinjam dari Tom Kenny tatkala mengeluarkan tawa SpongeBob, dan bagaimana mengeluarkan suara yang sulit tanpa merusak pita suara sendiri. Video itu DiMaggio buat untuk mengkritik orang-orang yang berusaha meniru suara karakter-karakter yang pernah ia isi.

Dalam derajat tertentu DiMaggio adalah representasi voice actor yang merasa terancam karena semakin masifnya aktor kenamaan masuk ke bidang industri ini.

Dalam industri layar lebar, posisi voice actor bisa dibilang beberapa tingkat di bawah aktor. Tak ada gemerlap lampu untuk mereka. Strata tersebut membuat mereka sulit meraih predikat "bintang"--yang bisa membuat proyek-proyek terbaru terus terbuka lebar. Memang dengan berbagai platform media sosial saat ini para pengisi suara bisa saja meraih "kebintangan" tersebut dengan cara sendiri, namun sejauh ini popularitas hanya dimiliki oleh segelintir orang saja.

Tanpa mengurangi rasa hormat kepada beberapa aktor yang dapat menghasilkan teknik-teknik vokal yang beragam alih-alih sekadar meminjamkan suara, masuknya mereka ke ranah ini memang membuat sejumlah voice actor ketar ketir. Seorang voice actor yang menolak menyebut identitas diri, misalnya, mengatakan "Saya tidak bisa mengisi voice-over secara penuh saat ini, itu tidak cukup untuk membayar tagihan" kepada New York Post. Sebaliknya, dia melanjutkan, "tidak satu pun dari orang-orang itu [para aktor Hollywood] yang membutuhkan pekerjaan!"

Infografi Voice Actor yang Tergantikan

Infografi Voice Actor yang Tergantikan. tirto.id/Fuad

Meski para eksekutif di Hollywood bisa tutup kuping pada reaksi terhadap Scoob!, dan selanjutnya mungkin film Mario, mereka mungkin bakal pikir-pikir lebih lama jika itu menyangkut seri animasi dan voice actor yang selain sangat melekat juga populer.

Andai hidup selamanya, Mel Blanc mungkin bakal terus menyuarakan karakter-karakter Looney Tunes dalam format apa pun. Memisahkan Tom Kenny dari SpongeBob ketika kisah si spons kuning diangkat ke layar lebar bisa dibilang ide gila. Begitu pula dengan gagasan mengganti Dan Castellaneta yang telah menyuarakan Homer Simpsons lebih dari tiga dekade yang mungkin bakal jadi penyulut kemarahan penggemar lebih besar lagi. Setidaknya, sampai keadaan memaksa para pemegang kontrol di Hollywood harus menggantikan para voice actor macam itu.

Ini semua baru di ranah film animasi layar lebar. Hal serupa juga terjadi di industri permainan video, iklan, dan sebagainya.

Masuknya para aktor beken ke ranah voice acting seakan hanya menambah panjang daftar ancaman terhadap para voice actor, yang sejauh ini sudah khawatir dengan wacana penggunaan kecerdasan buatan (AI), deepfake, dan upah rendah yang telah mengemuka sejak lama.

Baca juga artikel terkait FILM ANIMASI atau tulisan lainnya dari R. A. Benjamin

tirto.id - Film
Penulis: R. A. Benjamin
Editor: Rio Apinino