Menuju konten utama

Aktivis: Nuril Korban Pelecehan Seksual, Jokowi Harus Beri Amnesti

Presiden Joko Widodo didesak bersikap proaktif untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nuril. 

Aktivis: Nuril Korban Pelecehan Seksual, Jokowi Harus Beri Amnesti
Terpidana kasus pelanggaran UU ITE Baiq Nuril menjawab sejumlah pertanyaan wartawan usai menjalani sidang perdana pemeriksaan berkas memori PK di Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Kamis (10/1/2019). ANTARA FOTO/Dhimas B. Pratama/wsj.

tirto.id - Amnesty International Indonesia dan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mendesak Presiden Joko Widodo segera turun tangan menyikapi kasus Baiq Nuril Maknun.

Desakan itu muncul setelah Mahkamah Agung (MA) menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh warga Nusa Tenggara Barat tersebut.

“Presiden Joko Widodo harus segera dan secara proaktif memberikan amnesti kepada Baiq Nuril Maknun setelah MA menolak PK yang diajukan Nuril, yang sebenarnya merupakan korban pelecehan seksual,” kata peneliti Amnesty International Indonesia, Aviva Nababan dalam siaran pers lembaganya yang diterima Tirto pada Jumat (5/7/2019).

Dia juga mendesak DPR RI segera memberikan pertimbangan kepada Presiden Jokowi mengenai perlunya memberikan amnesti kepada Nuril, sesuai Pasal 14 UUD 1945.

Dalam putusan PK, MA menyatakan Nuril bersalah karena mentransmisikan konten asusila. MA juga menilai tidak ada kekhilafan hakim atau kekeliruan dalam putusan kasasi yang sebelumnya menyatakan Nuril bersalah.

Konten asusila itu merupakan rekaman percakapan mesum mantan atasan Nuril yang pernah menjabat kepala sekolah di Kota Mataram. Nuril digugat usai rekaman percakapan itu menyebar dan membuat mantan atasannya itu dimutasi. MA menilai penyebaran rekaman itu membuat malu keluarga penggugat.

Dalam perkara ini, Nuril dijerat Pasal 27 ayat 1 UU ITE juncto Pasal 45 Ayat 1 UU ITE, khususnya terkait penyebaran informasi elektronik yang muatannya dinilai melanggar norma kesusilaan.

Dengan penolakan PK tersebut, Baiq Nuril akan tetap dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan karena merekam "pelecehan seksual verbal" yang dilakukan oleh kepala sekolah tempat dirinya bekerja.

"Putusan ini patut disesalkan. Nuril adalah korban pelecehan seksual," kata Aviva.

"Sekaranglah saat yang tepat bagi Presiden Jokowi sebagai pemegang otoritas tertinggi negara untuk menghadirkan keadilan bagi warganya, dengan memberikan Amnesti. Langkah ini tidak harus menunggu korban untuk mengajukannya," tambah dia.

Aviva menjelaskan presiden, disertai pertimbangan DPR RI, dapat secara proaktif memberikan amnesti jika melihat terjadi ketidakadilan terhadap seorang warga negara.

Dia menegaskan hal itu penting dilakukan Jokowi sebagai upaya memberikan dukungan kepada korban-koran pelecehan seksual lain di Indonesia dalam menghadapi kasus-kasus kriminalisasi.

"Penolakan PK membuktikan sulitnya korban pelecehan seksual mencari keadilan. Korban bukan saja direndahkan, tetapi dengan mudah dianggap sebagai sumber atau pelaku kejahatan," ujar Aviva.

Adapun Koordinator Regional SAFEnet, Damar Juniarto menambahkan pemerintah dan DPR perlu segera menghapus pasal-pasal karet di UU ITE, termasuk Pasal 27-29.

"Pasal-pasal ini telah banyak digunakan untuk melawan ekspresi yang sah dalam standar hak asasi manusia internasional dan keberadaannya akan menggerus kebebasan berekspresi di Indonesia," ujar Damar.

Baca juga artikel terkait KASUS BAIQ NURIL atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Hukum
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Agung DH