Menuju konten utama

Aksi Reformasi Dikorupsi: 1.489 Orang Ditangkap, 380 Jadi Tersangka

Selama aksi 24-30 September, polisi menangkap 1.489 orang dan 380 ditetapkan sebagai tersangka.

Aksi Reformasi Dikorupsi: 1.489 Orang Ditangkap, 380 Jadi Tersangka
Pengunjuk rasa dan polisi menyanyi bersama usai bentrok dalam unjuk rasa menolak UU KPK hasil revisi dan RUU KUHP di kawasan dekat Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (30/9/2019). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj.

tirto.id - Polisi menangkap 1.489 orang dalam demo bertajuk 'Reformasi Dikorupsi' menolak rancangan undang-undang (RUU) bermasalah dalam periode aksi 24-30 September. Dari ribuan itu, 380 orang telah ditetapkan sebagai tersangka.

“Data terkini sampai hari ini dari jajaran Polda Metro Jaya telah mengamankan 1.489 orang. Hasil pemeriksaan keseluruhan yang memenuhi unsur tersangka ada 380 orang,” ucap Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra, di Mabes Polri, Kamis (3/10/2019).

Ada beberapa faktor yang menyebabkan mereka jadi tersangka, yakni: terlibat aksi kerusuhan; melempari petugas; dan mengambil video amatir, diolah kemudian disebarkan; membawa bom molotov, senjata tajam dan merusak pos polisi.

Asep menyatakan kini pelaku yang masih ditahan ada 179 orang. Rinciannya, yaitu: 2 mahasiswa, 2 pelajar, dan 'preman' ada 175 orang.

Sisanya 1.310 orang lainnya telah dipulangkan lantaran tidak terbukti bersalah atau masih di bawah umur. Ada pula yang mendapatkan penangguhan penahanan.

Tidak hanya di ibu kota, beberapa daerah seperti Yogyakarta, Bandung, Mataram, Riau, Madura, Semarang, Solo, hingga Kendari, turut jadi lahan aksi.

Mereka menolak pengesahan Undang-Undang KPK, RKUHP, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, dan RUU Ketenagakerjaan.

Pelajar yang didominasi oleh siswa STM, ikut meramaikan aksi. Menkopolhukam Wiranto menuding para pelajar dan mahasiswa itu dihasut agar berhadapan dengan aparat keamanan dan bertujuan jatuh korban.

"Dengan harapan muncul korban dan korban itu mempersalahkan aparat keamanan. Korban menjadi martir kemudian menciptakan satu gerakan yang lebih besar lagi, gerakan yang menghasilkan chaos," ujar dia kantor Kemenko Polhukam, Kamis (26/9/2019).

Kekacauan itu akan membangun ketidakpercayaan kepada pemerintah yang sah. Menurut Wiranto, itu merupakan sasaran pihak yang diduga menggerakkan gelombang tersebut.

Selain itu, demonstrasi para pelajar ditanggapi beragam. Untuk menyebut dua saja: polisi di Gowa tidak akan menerbitkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) bagi mereka yang terlibat aksi; dan Dinas Pendidikan DKI mengancam tak lagi memberi mereka Kartu Jakarta Pintar (KJP)—pernyataan ini lantas dibantah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Baca juga artikel terkait DEMO MAHASISWA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz