Menuju konten utama

Aksi Demo Digelar Tolak Aplikator Jadi Perusahaan Transportasi

Dedi berpendapat, seharusnya pemerintah memiliki kuasa untuk memberikan payung hukum kepada pengemudi online yang tidak jelas kemitraannya.

Aksi Demo Digelar Tolak Aplikator Jadi Perusahaan Transportasi
Puluhan pengendara angkutan umum berbasis aplikasi online melakukan aksi di depan gedung DPR RI, Jakarta, Senin, (27/2). Tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id -

Pengemudi transportasi daring yang tergabung dalam Gerakan Hantam Aplikator Nakal (Gerhana) menggelar aksi demo di depan kantor Grab, gedung Lippo Kuningan, Senin (10/9/2018). Mereka menyuarakan tuntutan bagi perusahaan aplikasi online berupa kesejahteraan pengemudi dan menolak perusahaan aplikator menjadi transportasi umum.

"Peserta aksi berasal dari Jabodebatek, Cikarang, dan Karawang. Ada sekitar seribu orang yang hadir," ujar Dedi Heriyanto, Humas Aksi.

"Selama ini kami sebagai mitra saja sudah terzalimi, apalagi jika mereka [aplikator] jadi perusahaan transportasi," tambahnya.

Jika pemerintah beralasan menjadikan aplikator sebagai perusahaan transportasi agar punya payung hukum, dikatakan Dedi, kenapa tidak buat payung hukum untuk aplikator tersebut tanpa harus mengubahnya menjadi perusahaan transportasi. "Buktinya perusahaan e-commerce aja bisa, seperti Bukalapak dan lain. Hubungan antar aplikator dengan penjual jelas," tambahnya.

Dedi berpendapat, seharusnya pemerintah memiliki kuasa untuk memberikan payung hukum kepada pengemudi online yang tidak jelas kemitraannya. "Ini untuk melindungi para pengemudi."

Tuntutan lain dari aksi ini ialah menolak eksploitasi terhadap pengemudi. "Teman-teman dikejar target, tapi keselamatan kami tidak terjaga. Entah aksi begal, perampokan, atau semacamnya," katanya.

Mega, salah satu perwakilan pengemudi mengatakan para mitra pengemudi lah yang membesarkan aplikator, jika tak ada pengemudi aplikator tak bisa apa-apa. Menurutnya, hingga kini aplikator hanya duduk di kantor dan bisa menerima 20 persen dari pengemudi. "Sedangkan kami berjuang di jalanan," tuntut Mega.

Pengemudi transportasi daring kini seperti buruh, bukan mitra. Layaknya buruh, pengemudi tidak mendapatkan perlindungan. Perusahaan mendikte pengemudi untuk memeras keringat, di saat yang sama mengeliminasi hak pengemudi serta membebankan biaya dan risiko pada mereka.

"Dulu awalnya Grab berkantor kecil di Cikini, sekarang hingga kantor besar di Lippo kesejahteraan kami tidak berubah. Kemana kalian [Grab] saat teman kami dibegal atau tersengat listrik?" tanya Yansen, Ketua Umum Asosiasi pengemudi transportasi online.

Peserta aksi juga menolak kartelisasi dan monopoli aplikator dengan mengakuisisi Uber.

"Kami akan menunggu hingga pimpinan Grab turun dan menemui peserta aksi," terang Dedi.

"Jika semua tuntutan kami tidak diterima, kami ingin Grab keluar dari Indonesia." Jika Grab keluar dari Indonesia maka selanjutnya pemerintah membuat aplikasi yang bisa menampung para pengemudi transportasi online. "Di Indonesia sudah ada jutaan pengemudi, ini juga harus jadi perhatian pemerintah," tuntut Dedi.

Jika tuntutan tidak digubris, peserta aksi akan melakukan aksi demonstrasi lanjutan yang lebih besar. "Kami akan tetap menyuarakan aspirasi teman-teman pengemudi daring di Indonesia," tutup Dedi.

Baca juga artikel terkait TRANSPORTASI ONLINE atau tulisan lainnya dari Rizky Ramadhan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Rizky Ramadhan
Penulis: Rizky Ramadhan
Editor: Maya Saputri