Menuju konten utama

Aksi Bom Bunuh Diri di Bandung & Ancaman Keamanan Jelang Nataru

Fahmi sebut perlu ada evaluasi prosedur keamanan dan standar setelah kejadian bom bunuh diri di Bandung ini.

Tim Inafis Polda Jabar melakukan olah TKP usai peristiwa bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/12/2022). ANTARA FOTO/Novrian Arbi/aww.

tirto.id - Aksi bom bunuh diri di Polsek Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/12/2022) menjadi sinyal kewaspadaan jelang Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 atau Nataru. Wakil Sekjen PBNU, Suleman Tanjung sebut, mendekati tahun baru, teror semacam ini memang harus diwaspadai.

“Masyarakat dan semua pihak juga harus ikut berpartisipasi untuk sebisa mungkin mencegah terjadinya terorisme,” kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Rabu (7/12/2022).

Dalam insiden bom bunuh diri di Bandung tersebut, setidaknya delapan orang menjadi korban.

Karo Penmas Divhumas Mabes Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menuturkan, aksi penyerangan terjadi pukul 08.20 WIB. Aksi terjadi saat para anggota Polsek Astanaanyar tengah apel pagi. Tiba-tiba, seorang lelaki mengacungkan senjata tajam dan berupaya menerobos masuk. Pelaku pun langsung meledakkan diri.

“Dari anggota Polisi, satu orang meninggal, tiga orang luka berat dan empat orang luka ringan,” kata Ramadhan, Rabu (7/12/2022).

Ramadhan mengatakan, polisi tengah melakukan olah tempat kejadian perkara. Ia mengatakan tim penjinak bom pun sudah turun bersama Densus 88 Antiteror untuk melakukan sterilisasi.

Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar mengatakan, saat ini BNPT tengah melakukan identifikasi soal aksi teror tersebut. BNPT juga bekerja sama dengan kepolisian dalam merespons aksi terorisme jelang Nataru ini.

“Kami perlu waktu untuk mengidentifikasi. Prosedurnya jika tidak ada saksi-saksi dari kawannya, kami harus mendalami identitas pelaku. Ini sedang berjalan,” kata Boy, Rabu kemarin.

Update kasus ini bisa dibaca di link ini.

Tak Ada Perubahan Metode Teror yang Dilakukan

Pemerhati terorisme, Harits Abu Ulya meminta aparat untuk tidak sembarangan dalam menentukan bahwa pelaku bom bunuh diri adalah tersangka. Ia tidak memungkiri pelaku bisa saja adalah korban yang dikontrol oleh pihak tertentu.

“Jadi kita enggak bisa men-judge, tapi itu jadi sisa-sisa bukti yang di lapangan, tentu banyak, jadi bagi aparat kepolisian mudah menelisik,” kata Harits kepada reporter Tirto, Rabu (7/12/2022).

Harits juga menilai, aksi teror kali ini tidak ada perubahan dalam metode teror yang dilakukan. Namun, ia tidak memungkiri aksi teror yang dilakukan adalah bukti kegagalan program reintegrasi pemerintah pada pelaku teror.

“Bom Bandung adalah aksi dari sisa-sisa ISIS-er yang kehilangan arah, gagal proses reintegrasi ke masyarakat pasca keluar dari penjara. Reintegrasi failed, pintar yang kondisikan dia dan buat tagline arahkan opini. Teroris melek medsos,” kata Harits.

KAPOLRI TINJAU LOKASI DUGAAN BOM BUNUH DIRI

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (tengah) bersama Kapolda Jabar Irjen Pol Suntana (keempat kanan) memberikan keterangan kepada awak media di tempat kejadian perkara dugaan bom bunuh diri di Astanaanyar, Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/12/2022). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/aww.

Harits sebut ada sejumlah kejanggalan dalam aksi teror ini. Sebab, kata dia, momentum aksi teror yang dilakukan tidak memiliki cantolan event tertentu. Semestinya, kata Harits, aksi ini menyasar momen besar dan seksi seperti G20. Aksi pada momen tersebut akan memberi pesan eksistensi dan pesan keberadaan mereka.

Situasi menjadi semakin janggal, kata dia, karena aksi teror ini dilakukan saat kondisi Indonesia tengah dirundung duka akibat banyak bencana alam. Keadaan semakin janggal ketika pelaku bom bunuh diri menggunakan alasan tolak RKUHP sebagai basis. Oleh karena itu, ia yakin aksi teror yang dilakukan bukan demi RKUHP.

“Ini hanya pengalihan isu saja untuk melegitimasi langkah dia, tapi sebenarnya motifnya bukan itu [tolak KUHP], menurut saya bukan itu. Ini soal dendam. Ini sekali lagi soal dendam,” kata Harits.

Harits menduga, dendam ini muncul berkaitan aksi kepolisian atau densus beberapa waktu terakhir. Hal ini juga terlihat dari aksi teror yang kerap menyasar kantor kepolisian maupun polisi yang bertugas. Padahal, pola aksi teror umumnya bergerak acak dan menyasar objek vital.

“Coba 10 tahun terakhir kita perhatikan. Baca saja data dari yang di-open source, banyak peristiwa-peristiwanya kalau enggak nyasar kantor polisi, ya polisi pinggir jalan raya,” kata Harits.

“Jadi makanya kaitannya dengan Undang-Undang KUHP dan sebagainya ini, menurut saya ini muslihat saja untuk melegitimasi agar masyarakat ini melihat ini rasional,” lanjut Harits.

Aparat Jangan Kecolongan Jelang Nataru

Harits tidak memungkiri ada kemungkinan aksi teror lagi usai insiden di Polsek Antanaanyar. Apalagi ada kegiatan seperti pernikahan anak Presiden Jokowi, yaitu Kaesang Pangarep maupun perayaan Nataru. Karena itu, ia menilai aparat perlu waspada agar tidak kecolongan.

“Jadi perlu ditingkatkan kewaspadaan atau justru ini ada dalam tanda kutip bonus bagi pihak keamanan dengan ada peristiwa tanggal 7 ini, akhir tahun mereka punya alasan untuk meningkatkan kewaspadaan dan lumayan anggaran juga harus ditingkatkan,” kata Harits.

Sementara itu, Direktur Eksekutif ISESS, Khairul Fahmi menegaskan, tidak ada aksi teror dalam beberapa tahun terakhir bukan berarti kelompok teror diam. Ia menilai, aksi teror turun karena upaya pengawasan dan penindakan bisa dikatakan efektif.

“Kita harus akui itu menandakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, kemampuan pengawasan dan penindakan cukup efektif untuk menggagalkan rencana-rencana aksi. Walaupun tetap ada sejumlah kasus yang terjadi, antara lain di gereja di Makassar dan di Mabes Polri,” kata Fahmi.

Fahmi juga menilai, aksi teror yang dilakukan tidak bisa langsung dianggap lone wolf atau terafiliasi dengan kelompok teroris tertentu. Akan tetapi, pelaku diduga berhubungan dengan kelompok tertentu meski aksi teror terkesan amatiran.

KEDIAMAN TERDUGA PELAKU BOM BUNUH DIRI DI POLSEK ASTANAANYAR

Anggota TNI berjaga di area rumah yang diduga sempat ditinggali oleh terduga pelaku bom bunuh diri Polsek Astana Anyar, Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/12/2022). ANTARA FOTO/Novrian Arbi/aww.

Ia menilai lazim jika pelaku melakukan aksi teror ke polsek, sementara banyak event besar sebelum ini. Fahmi beralasan aksi teror bisa dilakukan selama pesan teror mereka sampai dan kantor polisi adalah sasaran paling potensial.

“Yang penting sasaran mudah diakses, serangan tidak harus besar, tapi jelas sulit diprediksi dan pesannya sampai,” kata Fahmi.

Ia juga menilai lazim polisi menjadi sasaran kelompok teror karena mereka berfungsi sebagai penegak hukum dan ketertiban umum. Kantor polisi juga bertugas 7x24 jam sehingga mereka menjadi sasaran teror. Sementara itu, penggunaan momentum RKUHP adalah pesan bahwa publik tidak puas dengan RKUHP jika memang pesan RKUHP dibawa pelaku.

“Itu sekaligus menandakan bahwa kesenjangan antara harapan dan kenyataan, perasaan diperlakukan tidak adil, terabaikan, terpinggirkan dan tidak didengar, masih dan akan tetap menjadi pemicu kebencian dan motif serangan,” kata Fahmi.

Fahmi sebut perlu ada evaluasi prosedur keamanan dan standar setelah kejadian Bandung ini. Ia menilai kantor polisi di masa depan tetap harus terbuka, tetapi harus menghadapi tantangan seperti potensi aksi teror. Ia mendorong agar polsek dan polres mulai memikirkan model pengamanan dan pengawasan seperti di lingkungan perbankan untuk memitigasi teror.

Alumni Unair ini juga tidak memungkiri aksi teror dapat terjadi di masa depan seperti sabotase dan aksi lainnya. Ia sebut, segala kegiatan besar berpotensi terjadi teror di masa depan. “Dalam konteks kegiatan-kegiatan besar ini, saya yakin potensi itu sudah diperhitungkan dan disiapkan antisipasinya,” kata Fahmi.

Respons Pemerintah

Pemerintah lewat Kantor Staf Presiden (KSP) pun mengecam aksi terorisme karena bertentangan dengan nilai kemanusiaan tanpa melihat alasan. Deputi V KSP, Jaleswari Pramowardhani menilai bahwa aksi teror tidak bisa dibenarkan dengan alasan apa pun.

“Tindakan ini jelas tidak bisa ditolerir, apa pun alasannya,” tegas Jaleswari, Rabu (7/12/2022).

Jaleswari menilai, aparat terus melakukan pemantauan jaringan kelompok radikal. Pemerintah juga memastikan bahwa mereka akan memproses hukum pelaku.

Di sisi lain, Jaleswari juga memastikan bahwa pemerintah akan menjamin keamanan Indonesia jelang Natal dan tahun baru setelah aksi teror tersebut. Ia memastikan aparat bekerja untuk mencegah teror.

“Upaya pemerintah khususnya Densus 88 pasti ada. Polri dengan dibantu TNI dan pemerintah daerah selalu menggelar operasi pengamanan Natal dan tahun baru, agar masyarakat dapat merayakan Natal dan berlibur dengan aman,” kata Jaleswari.

Jaleswari menambahkan, Densus 88 sudah bergerak sejak November 2022 untuk mencegah aksi terorisme. Ia pun memastikan bahwa aksi pernikahan anak Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep juga akan dijaga.

“Densus 88 sendiri sudah sejak November melakukan berbagai langkah antisipasi, khususnya gangguan kamtibmas yang terkait serangan terorisme. Termasuk dalam pengamanan kegiatan seperti pernikahan putera presiden," kata Jaleswari.

Ledakan di Astanaanyar

Anggota Brimob berjaga di kawasan Astanaanyar, Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/12/2022). Penjagaan ketat tersebut akibat adanya ledakan yang diduga bom bunuh diri di Kantor Polsek Astanaanyar, Kota Bandung. (AP Photo/Ahmad Fauzan)

Baca juga artikel terkait BOM BUNUH DIRI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz