Menuju konten utama

Akhir Tragis Lion Air JT 610 di Ketinggian 5000 Kaki

Pilot Bhavye Suneja sempat meminta kembali ke Bandara Soekarno-Hatta sebelum nahas menjemput di ketinggian lima ribu kaki.

Akhir Tragis Lion Air JT 610 di Ketinggian 5000 Kaki
Kartu identitas maskapai atas nama Harvino, salah satu kru dan kemungkinan ko-pilot Lion Air JT 610. Haris Prabowo/Tirto.ID

tirto.id - Langit di Bandara Internasional Soekarno-Hatta diselimuti partikel-partikel kecil yang melayang di udara dan bikin jarak pandang terbatas. Angin bertiup dari arah timur laut menuju tenggara dengan rerata kecepatan 8 knot. Temperatur udara pagi itu terbilang normal, hanya 29-31 derajat celsius.

Senin lalu, 29 Oktober, cuaca langit di atas Bandara Soetta itu termasuk dalam kategori "haze"—istilah yang menggambarkan jarak pandang kabur. Tapi, kondisi cuaca ini tak membahayakan keselamatan penerbangan, sebagaimana keterangan Dwikorita Karnawati, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika kepada Tirto, Senin kemarin.

Di Bandara Soetta, lalu lintas udara sibuk sejak pesawat pertama terbang pukul lima pagi. Mobil-mobil membawa penumpang lalu-lalang menuju pintu pemberangkatan dan terminal satu, tempat paling sibuk pagi itu di antara tiga terminal lain di bandara. Nyaris seluruh terminal itu kini dikuasai maskapai Lion Air milik konglomerat Rusdi Kirana. Tapi, suasana di terminal I mendadak berubah saat kabar pesawat tujuan Pangkal Pinang dengan nomor penerbangan JT 610 hilang kontak setelah lepas landas.

Dalam hitungan jam, keluarga korban berdatangan. Isak tangis dan wajah-wajah cemas dan bingung menyatu di lokasi yang seketika menjadi pusat krisis bagi keluarga korban. Semua keluarga limbung di ruang VVIP bandara. Mereka berharap anggota keluarganya selamat.

Pesawat dengan kode registrasi PK-LQP itu baru 2,4 bulan beroperasi dan tercatat terbang selama 439 kali. Ia baru lepas landas pada pukul 06.20. Tapi, 13 menit kemudian, pesawat itu hilang kontak dengan menara pemandu lalu lintas Bandara Soetta.

Pesawat hilang kontak di atas ketinggian 5000 kaki dari permukaan laut. Ia diperkirakan jatuh di perairan Tanjung Pakis, Karawang, Jawa Barat. “Lokasi terakhir di sekitar Karawang ketika lost contact itu,” ujar Muhammad Syaugi, Kepala Badan SAR Nasional kepada Tirto.

Bersamaan dengan keluarga-keluarga korban berkumpul mencari kepastian, serpihan-serpihan pesawat ditemukan di atas perairan Karawang. Kepolisian setempat ditugaskan menuju titik terdekat hilangnya pesawat dan kapal patroli polisi air menemukan potongan bodi pesawat.

Infografik HL Indepth Lion Air

Sebelum Jatuh dari Ketinggian 5000 Kaki

Pesawat dengan jenis Boeing 737 MAX 8 itu terbang dari landasan pacu 25L Bandara Soetta. Pilot Bhavye Suneja, seorang warga India, meminta izin terbang menuju Pangkal Pinang pada ketinggian 27 ribu kaki. Ia meminta petugas di menara pemandu lalu lintas udara untuk memastikan ketinggian pesawat. Saat pilot berkomunikasi dengan menara pemantau, pesawat berada di ketinggian 900 kaki.

Tapi, belum juga menaikkan pesawat di ketinggian tertentu, Suneja minta menara pemandu untuk berputar mencari parkiran di udara sebelum melakukan pendaratan kembali di Bandara Soetta. Istilah ini dalam penerbangan disebut holding area. Pilot mengatakan posisi pesawat dalam kondisi abnormal karena terjadi masalah pada alat kemudi (flight control).

Untuk menunggu pesawat itu kembali mendarat, Suneja minta izin pesawat naik pada ketinggian 5000 kaki. Ia kemudian menanyakan kecepatan pesawat kepada pemandu udara. Saat itu pesawat Lion Air JT 610 berada dalam kecepatan 332 knot. Karena lalu lintas udara di langit Bandara Soetta pada Senin pagi itu padat, pemandu meminta pilot tetap mengarahkan pesawat ke arah utara dengan ketinggian 5000 kaki.

Dalam data radar penerbangan, hilir mudik lalu lintas begitu rumit untuk dilihat. Pesawat melintas dari segala arah dengan rentang waktu berdekatan. Pada waktu yang nyaris hanya selisih menit, dengan tujuan yang sama, yakni Pangkal Pinang, pesawat dari maskapai lain pun mengambil rute serupa: Berbelok ke arah utara lalu lurus menuju Bandara Depati Amir, nama lain untuk Bandara Pangkal Pinang di Kepulauan Bangka Belitung.

Namun, pada menit-menit di tengah lalu lintas udara di langit Soetta, Pesawat Lion Air JT 610 itu limbung menangani problem kendali. Baru satu detik pemandu udara meminta pilot mempertahankan arah dan ketinggian, pesawat itu justru tertarik gravitasi. Kepada pemandu, Suneja kembali mengatakan pesawat mengalami masalah alat kemudi. Komunikasi lantas dialihkan dari pemandu udara ke unit kedatangan di Bandara Soetta. Pesawat diberikan izin mendarat di landasan pacu 25L. Suneja mengabarkan ia kembali mengalami masalah pada alat kemudi.

Karena ragu dengan ketinggian pesawat, Suneja minta pemandu udara memproses ke poin ESELA Bandara Soetta. Ia minta pemandu udara untuk memberikan ruang pemisah ketinggian pada 3000 kaki dengan pesawat lain. Sayang, kontak komunikasi keduanya terputus saat menara pemandu meminta Suneja mendekat ke Bandara Soetta. Pesawat Lion Air itu mendadak hilang dari radar pemandu lalu lintas udara.

Infografik HL Indepth Lion Air

Pemandu memanggil-manggil pilot untuk kembali dalam jalur kontak (re-ident) tetapi tiada jawaban dari pesawat Lion Air JT 610. Pemandu udara sempat minta bantuan kepada pilot Batik Air dengan nomor penerbangan BTK6401 untuk melihat posisi pesawat Lion Air tersebut. Namun, upaya ini nihil.

Pesawat itu hilang kontak pada koordinat 05 46.15 S - 107 07.16 R KMA. Titik itu persis di perairan Tanjung Pakis, Karawang.

Sindu Rahayu, Kepala Bagian Kerja Sama dan Humas Dirjen Perhubungan Udara, berkata bahwa pesawat sempat meminta "return to base [putar balik kembali ke bandara] sebelum akhirnya hilang dari radar." Tapi, ia masih belum bisa menjelaskan secara rinci mengapa pesawat yang membawa 189 penumpang dan kru itu memutuskan hal demikian.

Haryo Satmiko, Wakil Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), mengatakan sebelum pesawat hilang kontak, pilot sempat melaporkan ada "permasalahan pada alat kemudi."

“Pilot menghubungi Jakarta Control dan menyampaikan permasalahan flight control,” ujar Haryo. “Jakarta Control mengizinkan pesawat naik ke 5.000 feet."

Presiden Lion Air Edward Sirait enggan berspekulasi dan menunggu tim KNKT menyelidiki kasus ini. “Kami belum tahu apa komunikasi pilot,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait LION AIR JATUH atau tulisan lainnya dari Arbi Sumandoyo

tirto.id - Hukum
Reporter: Arbi Sumandoyo
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam