Menuju konten utama
25 Juni 2009

Akhir Sedih Sang Raja Pop Michael Jackson

Panggung sang raja.
Api dansa membakar
murung dunia.

Akhir Sedih Sang Raja Pop Michael Jackson
Michael Joseph Jackson (29 Agustus 1958-25 Juni 2009), sang raja pop dunia. tirto.id/Sabit

tirto.id - Seorang raja selalu dikutuk menjadi sendirian dan kesepian. Di pundaknya, tergantung beban berat yang tak bisa dibagi pada siapapun, bahkan pada pasangannya sendiri. Itu yang terjadi pada Michael Jackson, sang raja musik pop.

Ihwal julukan raja pop itu tak datang dalam semalam. Menurut Jel Jones dalam Michael Jackson, the King of Pop (2005), julukan itu lahir karena tak ada yang bisa menyamai rekor Jackson yang berhasil menjual album Thriller (1982) sebanyak nyaris 60 juta kopi. Hingga sekarang, album ini memegang rekor di Guinness World Records sebagai album terlaris sepanjang masa.

Tak seperti raja dalam berbagai dongeng, Jackson tidak lahir dari keluarga aristokrat. Bapaknya, Joe Jackson, adalah operator crane. Sedangkan ibunya, Katherine Scruse, adalah seorang ibu rumah tangga yang bercita-cita jadi biduanita. Mereka menikah pada 1949. Keluarga yang bermula dari dua orang ini kemudian berkembang jadi amat besar. Mereka punya 9 anak—harusnya 10, karena kakak Michael, Brandon, yang lahir pada 11 Maret 1957, meninggal sehari setelahnya. Michael Jackson adalah anak ketujuh yang lahir pada 29 Agustus 1958. Sedangkan si bungsu Janet lahir pada 1966.

Bapak dan ibu Jackson suka musik dan mendorong anaknya menyukai hal yang sama. Mereka tumbuh di Chicago, dan besar mendengarkan blues serta rock n roll. Joe punya band bernama The Falcons yang rutin bermain di seputar Chicago. Ia pula yang mengajari anak-anaknya lagu-lagu soul dan Motown. Bakat Michael sudah terlihat sejak kecil. Suaranya sudah cemerlang sejak awal, dan goyangannya membuat orang terpesona.

Kelak, Joe yang menyadari bakat musik anak-anaknya, membentuk Jackson Brothers. Michael mulai bergabung pada 1964, dan bernyanyi pada 1965. Di tahun itu pula, nama mereka berganti jadi Jackson 5. Nama mereka mulai mentereng dan sudah mulai tur. Michael telah mengecap kesuksesan sejak usia dini. Semua ini berkat jasa bapaknya.

Hubungan Michael dengan bapaknya tak hanya melahirkan kesuksesan, tapi juga dendam yang kelak menjelma jadi monster dalam diri Michael. Pada 2003, Joe mengaku bahwa ia sering memukuli anak-anaknya. Dalam sebuah wawancara di tahun yang sama, Michael mengingat bahwa Joe sering duduk dengan membawa sabuk sembari menonton anak-anaknya berlatih.

“Kalau tak sesuai keinginannya, ya sudah kena hajar lah kami,” katanya.

Joe juga sering melontarkan kata hinaan pada anaknya. “Hidung besar” adalah hinaan untuk Michael. Ini yang kemudian membuat Jackson merasa tak percaya diri pada bentuk fisiknya—yang kemudian berujung pada begitu banyak operasi plastik. Pada hidungnya yang juga pernah patah di tahun 1979 karena latihan menari, Jackson berkali-kali melakukan perbaikan.

Operasi Plastik

Jackson kemudian mulai melakoni karier sebagai penyanyi solo. Album perdananya, Got to Be There, dirilis saat umurnya baru 14. Album ini laris manis dengan mengandalkan lagu berjudul sama. Dari sana, karier musik Jackson terus menanjak. Tentu saja, tak ada yang mengalahkan Thriller. Ini adalah puncak musikalitas Jackson. Ia menunjukkan diri sebagai seorang musisi lengkap. Ia mahir bernyanyi, lihai berjoget, dan terampil membuat lagu.

Di album itu, ada banyak lagu yang keras berkumandang, bahkan hingga sekarang. Dari “Beat It” yang mengundang Eddie Van Halen main gitar, “Billie Jean” yang intronya begitu ikonik, hingga “Thriller” yang ditulis Rod Temperton. Album ini juga mendapat lampu sorot yang makin luas berkat video klip “Thriller” yang menampilkan narasi—yang tak begitu lazim saat itu—dan koreografi masif dari para mayat hidup.

Pada 1984, saat sedang menggarap iklan Pepsi, rambut dan kulit kepala Jackson terbakar. Karena kejadian ini, Jackson mengalami luka bakar tingkat tiga dan bisa saja membunuhnya. Sejak itu, orang jadi mulai memberi perhatian pada penampilan fisik Jackson.

Apa yang berubah kemudian mengejutkan publik. Tak hanya pengobatan pada rambut dan kulit kepala, Jackson mulai melakukan operasi plastik. Yang pertama tampak jelas adalah hidung. Jackson tak lagi punya hidung “gemuk”, seperti yang selalu dibilang bapaknya. Hidungnya kala itu mancung, dengan ujung runcing.

Warna kulitnya pun jadi lebih terang. Di dagu, muncul pula belahan yang selama ini tak pernah ada. Ketika merilis Dangerous (1991), banyak orang menginterpretasikan lagu “Black or White” adalah pernyataan tak langsung Jackson bahwa yang berubah hanya warna kulit, dan tak usah pedulikan itu.

Martin Bashir, wartawan BBC, dalam suatu wawancara pernah bertanya pada Jackson tentang operasi plastik yang dilakukannya berkali-kali. Jackson menyanggahnya dan bilang bahwa ia hanya dua kali melakukan operasi.

“Ya Tuhan. [tuduhan operasi plastik] Itu bodoh banget, tak ada yang benar,” kata Jackson.

Bashir mewawancarai Jackson sejak 2002 dan jadi film dokumenter berjudul Living with Michael Jackson (2003). Di film itu, tampak betul sosok Jackson yang kesepian dalam keramaian. Sebagai seorang yang menyandang julukan raja pop, ia seperti kebingungan. Ia punya fantasi ingin jadi anak-anak selamanya dan menyebut Peter Pan sebagai inspirasinya. Mungkin ini adalah cerminan dari masa kecilnya yang keras dan penuh disiplin. Terkenal sejak kecil membuat masa kanak-kanaknya tak sama dengan kebanyakan anak seumurnya. Jackson juga bercerita tentang hinaan sang ayah pada bentuk hidungnya. Yang juga tak luput dari penggambaran Bashir adalah bagaimana sikap Jackson pada anak-anak.

Infografik Mozaik Kepergian Raja Musik Pop

Pelecehan Seksual dan Keterpurukan

Jackson memang dikenal dekat dengan anak-anak. Rumahnya seluas 1.200 hektare diberi nama Neverland Ranch—merujuk pada Neverland di kisah Peter Pan—dilengkapi taman bermain raksasa. Jackson juga amat protektif pada tiga orang anaknya, Paris, Prine, dan Michael.

Namun tak selamanya kisah Jackson dan anak-anak bernada baik. Pada 1993, Jackson tersangkut kasus pelecehan seksual terhadap anak. Semua bermula dari laporan Evan Chandler, seorang dokter gigi, yang mengatakan bahwa anaknya, Jordan Chandler (13), dilecehkan secara seksual oleh Jackson. Keluarga Chandler menuntut pembayaran dari Jackson. Sang raja pop menolaknya. Ketika polisi menggerebek rumah Jackson, ditemukan beberapa buku dan foto anak-anak dengan sedikit baju, atau telanjang. Kasus ini berakhir damai di pengadilan, dengan Jackson membayar keluarga Chandler sebesar 22 juta dolar.

Setelah wawancara dengan Bashir, polisi kembali memeriksa Jackson terkait pelecehan seksual pada anak-anak. Dalam kasus persidangan People v. Jackson yang diadakan pada 2005, Jackson menghadapi empat belas tuntutan. Dalam sidang yang diputuskan pada bulan Juni itu, Jackson terbukti tidak bersalah.

Kasus kedua ini, diakui atau tidak, adalah awal mula kehidupan landai Jackson. Ia dianggap mengalami kesulitan keuangan. Pada 2008, Neverland Ranch dilaporkan akan dilelang untuk membayar utang Jackson sebesar 24 juta dolar. Jackson juga sempat berencana melelang seribuan lebih memorabilia miliknya, namun ia batalkan.

Jackson bukannya berdiam diri melihat dirinya pelan-pelan meluncur jatuh. Pada Maret 2009, Jackson mengumumkan akan melakukan tur bertajuk This Is It. Setelah tur ini selesai, rencananya sang raja ini akan pensiun dengan tenang. Diperkirakan, tur di 10 kota pertama saja bisa menghasilkan 50 juta Poundsterling bagi Jackson. Cukup untuk masa pensiun. Konser pertama direncanakan di London pada 13 Juli 2009.

Sayang, Jackson belum sempat mengadakan konser perpisahan itu. Pada 25 Juni 2009, tepat hari ini 9 tahun lalu, dokter pribadi Jackson, Conrad Murray, menelpon 911 untuk melaporkan kliennya berhenti bernapas. Jackson dibawa ke UCLA Medical Center dan diumumkan meninggal dunia pada 02.26 siang. Usianya 50 tahun.

Di sepanjang kariernya, orang-orang yang pernah bekerja bersama Jackson banyak bersaksi: sang raja menjalani hidup yang sepi dan sendiri. Bill Whitfield dan Javon Beard yang jadi pengawal selama dua setengah tahun terakhir hidup Jackson, mengatakan bahwa sang klien adalah sosok yang tersiksa oleh kesuksesannya sendiri. Jackson kerap ketakutan terhadap apapun yang bisa mengganggu privasinya. Untuk menghilangkan ketakutan itu, Jackson mengambil jalan radikal: sering mengasingkan diri.

Ini juga ia lakukan pada anak-anaknya. Jackson tak memasang internet di rumahnya, sehingga anak-anaknya tak menyaksikan berita—terutama terkait kasus pelecehan seksual. Anak-anak Jackson juga sekolah di rumah, dan setiap keluar selalu bersama Jackson. “Hidup Jackson selalu chaotic,” kata Beard.

Baca juga artikel terkait PENYANYI LEGENDARIS atau tulisan lainnya dari Nuran Wibisono

tirto.id - Musik
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Ivan Aulia Ahsan