Menuju konten utama

Akankah Tim Investigasi Polri Beri Keadilan Bagi Korban 22 Mei?

Ikohi menyarankan pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk mengungkap peristiwa kerusuhan 22-23 Mei lalu.

Akankah Tim Investigasi Polri Beri Keadilan Bagi Korban 22 Mei?
Sejumlah massa Aksi 22 Mei terlibat kericuhan di depan gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu malam (22/5/209). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Di tengah tekanan publik yang menuntut adanya kejelasan mengapa kerusuhan pada Aksi 22-23 Mei lalu terjadi dan siapa dalang dari kerusuhan itu, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengklaim telah menerjunkan dua tim untuk melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap kerusuhan tersebut.

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengklaim bahwa terkait kasus kerusuhan itu, kepolisian saat ini sedang mengerahkan Tim Investigasi Internal Polri serta Tim Bareskrim. "Kami sudah bisa membedakan antara aksi damai dalam bentuk ibadah, buka puasa, dan tarawih, dengan aksi yang memang sengaja anarkis, rusuh, menyerang petugas. Ini ada dua segmen berbeda," kata Tito di Markas Besar Polri, Jakarta, Rabu (5/6/2019).

Tito menjelaskan, Tim Investigasi Internal yang diketuai oleh Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Moechgiyarto itu bertugas mendalami kronologi kerusuhan karena diduga massa pada segmen pertama berbeda dengan massa yang muncul saat rusuh. Tim Bareskrim, di sisi lain, akan mengusut pihak yang mendatangkan massa dari berbagai daerah.

Tito mengatakan, tim bentukan Polri akan diawasi Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Ombudsman RI. Selain itu, tim juga akan bekerja paralel dengan tim invenstigasi buatan Komnas HAM.

Pembentukan tim investigasi Polri ini direspons positif oleh Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Anggota Biro Riset dan Dokumentasi Kontras, Danu Pratama Aulia, khususnya, mengapresiasi pelibatan Kompolnas dan Ombudsman RI dalam pengawasan tim investigasi Polri.

Meski begitu, Danu meminta proses penyelidikan dilakukan secara transparan. Ia melihat ada banyak versi kejadian rusuh 22-23 Mei yang disuguhkan media sosial dan media massa yang cukup membingungkan.

"Banyak versinya, ada kelompok tidak dikenal, ada massa tidak dikenal, ada penyelundupan senjata yang mana belum ada suatu pernyataan yang bisa dipegang di masyarakat bahwa yang terjadi seperti ini," kata Danu saat dihubungi reporter Tirto, Jakarta, Kamis (6/6/2019).

Menurut Danu, Tim Investigasi Polri perlu menyusun kronologi yang lengkap dan utuh sehingga publik bisa menilai secara langsung. Ia mengatakan, melalui kronologi tersebut, apa yang terjadi, siapa aktor dan dalangnya, serta korban bisa terkuak.

Di sisi lain, Danu mendesak kepolisian tidak melupakan kasus korban salah tangkap dan dugaan penganiayaan oleh sejumlah aparat. "Itu tidak kalah penting mendapat perhatian Polri."

Keadilan Bagi Korban

Namun, pelibatan Kompolnas dan Ombudsman dinilai belum cukup oleh Sekretaris Umum Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (Ikohi), Zaenal Muttaqien. Ia mengatakan, alih-alih hanya melibatkan anggota internal kepolisian, Tim Investigasi Polri perlu melibatkan para tokoh independen yang berkompeten dan membentuk sebuah Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).

Zaenal mengatakan kerusuhan 22-23 Mei menimbulkan korban jiwa, walaupun Polri membantah korban meninggal akibat senjata mereka. Atas dasar itu, ia menilai TGPF perlu dibentuk untuk mengungkap kejadian tersebut.

"Tentu tim investigasi yang akan dibentuk harus transparan dalam proses dan pengungkapan hasilnya," kata Zaenal saat dihubungi Tirto, Jakarta, Kamis (6/6/2019).

Zaenal khawatir Tim Investigasi Polri hanya mengungkap otak kerusuhan 22-23 Mei, namun tidak dengan korban salah tangkap, orang hilang dan dugaan penganiayaan oleh aparat. Ia mengatakan, TGPF perlu dibentuk untuk memastikan keadilan bagi korban dan keluarganya.

"Untuk itulah maka perlu dibentuk tim gabungan pencari fakta, bukan hanya dari Polri," tegasnya.

Sementara itu, Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala mengatakan pelibatan lembaganya dalam tim investigai Polri bukan secara formal. Ia menjelaskan Polri hanya memberikan akses kepada Ombudsman untuk memperoleh data dan bertemu berbagai pihak terkait peristiwa kerusuhan 22-23 Mei.

"Saya kira itu cukup, kerja sama dalam rangka itu. Bukan kita masuk dalam tim tersebut [internal Polri]. Apapun yang kami minta, Polri membuka diri," kata Adrinus kepada Tirto, Kamis (6/6/2019).

Adrianus mengatakan Ombudsman tidak bisa masuk ke dalam tim internal Polri lantaran diatur Undang-Undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Idonesia. Dalam aturan tersebut, Ombudsman beperan sebagai pengawas eksternal Polri.

Adrianus menuturkan bahwa Ombudsman sudah mendatangi rumah tahanan kepolisian, rumah tahanan anak dan rumah sakit polri dalam investigasi kerusuhan 22-23 Mei. Ia mengatakan, berbagai temuan dalam investigasi rencananya akan dipaparkan di internal Ombudsman pada 17 Juni mendatang. Jika sudah rampung, Ombudsman akan mengumumkan hasil investigasi dan rekomendasi kepada publik.

"Ini bisa menjadi pembelajaran dari Polri untuk menghadapi kerja besar berikutnya. Jika kita lihat ke depan, hari Selasa sudah mulai sidang MK [sengketa pilpres]. Asumsi ada demo lagi, semoga dengan adanya saran kami, Polri bisa mengubah diri," jelas Adrianus.

Baca juga artikel terkait KERUSUHAN 22 MEI 2019 atau tulisan lainnya dari Reja Hidayat

tirto.id - Hukum
Reporter: Reja Hidayat
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Gilang Ramadhan