Menuju konten utama

Akademi Sepakbola Chelsea: Dulu Didesak Tutup, Kini Jadi Kebanggaan

Ide menutup akademi sepakbola Chelsea sempat mencuat, tapi Roman Abramovich menolaknya mentah-menta. Keputusan itu terbukti tepat.

Akademi Sepakbola Chelsea: Dulu Didesak Tutup, Kini Jadi Kebanggaan
Pemain Chelsea Mason Mount (kanan), merayakan gol dengan Tammy Abraham (kiri) pada laga EPL melawan Norwich City di Stadion Carrow Road, Norwich, Inggris. Sabtu, 24 Agustus 2019.(Joe Giddens / PA via AP

tirto.id - Jika ada penghargaan untuk klub EPL yang paling mengandalkan akademinya, maka tak diragukan lagi Chelsea bakal meraihnya musim ini. Delapan pekan sudah EPL bergulir, dan The Blues keluar sebagai klub dengan talenta-talenta binaan paling mekar.

Dari 18 gol yang telah mereka cetak di panggung liga domestik, 13 di antaranya lahir lewat kaki-kaki penggawa belia didikan Chelsea Football Academy.

Nama-nama macam Tammy Abraham, Mason Mount, sampai Fikayo Tomori sudah tak cocok disebut wonderkid. Mereka, kini telah menjadi bintang yang sebenarnya.

Mount khususnya, dia sampai berkali-kali dapat penghargaan khusus dari Frank Lampard, pelatih Chelsea sekaligus mantan mentornya di Derby County.

“Aku benar-benar bangga pada dia. Kerja keras yang sudah dia tunjukkan sejak masih muda, kita semua tentu bangga jika melihat lagi fotonya memakai seragam Chelsea waktu muda. Mimpinya telah jadi kenyataan,” kata Lampard seperti dilansir laman resmi klub.

Dampak moncernya pemain-pemain didikan akademi Chelsea bahkan ikut dipanen pelatih Timnas Inggris saat ini, Gareth Southgate. Pada kualifikasi Piala Eropa akhir pekan nanti, Southgate sudah mengambil keputusan bulat akan mengangkut Abraham, Mount, dan Tomori sekaligus.

“Aku rasa ini juga pertanda baik bagi kami, ketika melihat Frank [Lampard] menangani klub besar dan pemain-pemain muda Inggris dengan baik,” kata Southgate.

Dampak ini, diperkirakan akan terus dirasakan Inggris, terlebih pemain-pemain didikan Chelsea lain, macam Calum Hudson-Odoi dan Ruben Loftus-Cheek baru pulih dari cedera. Jika sudah kembali ke performa terbaiknya, maka bukan tidak mungkin Calum dan Loftus-Cheek kembali mendapat tempat terhormat dalam skuat The Three Lions.

Bermain 45 Laga per Musim Sejak Muda

Fakta Chelsea bisa mengirim banyak talenta akademi ke Timnas, padahal di saat bersamaan klub lain kesulitan mengorbitkan pemainnya, tentu bukan sebuah kebetulan. Ada sesuatu—secara prinsipal—yang membedakan akademi sepakbola ini dengan akademi klub lain.

Hal ini dibenarkan mantan Direktur Teknik Chelsea sekaligus penanggung jawab akademi mereka, Michael Emenalo.

“Satu area terpenting yang berubah sejak zaman aku berada di sana, adalah metode latihan kami,” kata Emenalo dalam sebuah wawancara dengan Telegraph, Selasa (8/10/2019).

Sejak 2010, akademi sepakbola Chelsea menerapkan prinsip setiap pemainnya wajib bermain setidaknya 45 pertandingan dalam satu musim. Tak peduli meski mereka bermain di level U23, U19, atau bahkan U18. Sistem ini ditempuh untuk membiasakan para pemain bertarung dengan intensitas tinggi.

Satu pertimbangan lain, adalah kemungkinan sebagian dari pemain-pemain di akademi akan dipinjamkan ke klub-klub Divisi Championship (divisi dua Inggris) yang terkenal memiliki jadwal padat. Dengan membiasakan diri bermain dalam intensitas tinggi saat berada di akademi, mereka diharapkan lebih mudah beradaptasi untuk iklim baru tersebut.

“Ambil contoh, Jay Da Silva selalu konsisten bermain 45 pertandingan ketika tampil di level U18, U19, dan U23. Anda kemudian bisa melihat, ketika dia tampil di Championship tidak kesulitan, karena 45 pertandingan di usia muda, itu sudah lebih dari setara dibanding 25 laga senior,” kata Emenalo.

Pendekatan ini berbuntut bagus. Dalam rekaman ingatannya, Emenalo mengklaim hampir semua pelatih yang pernah meminjam pemain muda Chelsea selalu kagum dengan kondisi fisik mereka.

Andreas Christensen misal, ketika dipinjamkan ke Borusia Monchendgladbach, tidak kesulitan beradaptasi dengan intensitas Bundesliga, bahkan Liga Champions. Hal serupa persis terjadi dalam kasus peminjaman Mason Mount dan Tammy Abraham.

Saat dipinjamkan ke Vitesse dan Derby, Mount langsung melejit. Dia kuat tampil dalam lebih dari 30 laga semusim. Begitu pula Tammy, yang bahkan langsung tampil lebih dari 40 laga dalam musim pertama peminjamannya ke Bristol City.

“Yang dicari klub peminjam, biasanya adalah pemain yang punya ketahanan, punya fisik bagus. Pemain bertalenta, setiap klub tentu mempunyainya. Tapi pemain bertalenta dengan ketahanan teruji, tidak semua akademi memilikinya.”

Nyaris Dibubarkan, tapi Dibela Abramovich

Kendati bisa menghasilkan pemain yang lebih siap secara jam terbang, Emenalo menyebut dalam beberapa tahun lalu banyak keraguan dari luar yang menyorot signifikansi akademi Chelsea.

Chelsea dianggap terlalu bergantung pada kesediaan klub lain untuk meminjam dan mengorbitkan pemainnya. Masalahnya, hingga bertahun-tahun lewat, kebijakan ini belum terbukti efektif. Alih-alih kembali, kebanyakan dari talenta-talenta ini justru lebih memilih menetap di klub lain.

Emenalo bahkan menyebut ada suatu titik ketika sebagian dari staf manajemen Chelsea mengeluarkan ide agar akademi dihapuskan. Mereka berpikiran bakal lebih efektif seandainya uang yang dialokasikan untuk mengembangkan fasilitas akademi dipakai untuk belanja pemain muda yang sudah setengah jadi.

Ada pula suatu momen ketika beberapa kandidat pelatih Chelsea—dalam presentasinya—menilai konsep mengandalkan akademi sudah tidak relevan untuk The Blues.

“Gagasan menghapus akademi juga muncul karena waktu yang dibutuhkan untuk memanen pemain terlalu lama dan anggarannya besar, ada desakan agar pemilik klub memutus aliran uang untuk akademi,” tambah Emenalo.

Beruntung karena desakan itu mendapat penolakan mutlak dari Roman Abramovich, pemilik Chelsea. Juragan minyak asal Rusia ini adalah orang yang paling percaya dengan gagasan Emenalo soal prospek akademi.

Menurut Emenalo, penilaian orang bahwa Abramovich lebih suka jor-joran membeli pemain bintang ketimbang berinvestasi, adalah kekeliruan besar.

“Hal ini yang bikin aku benar-benar bangga dengan pemilik klub macam Roman Abramovich. Dia adalah lelaki yang mau percaya dan mendengarkan pendapat orang lain. Dia berjanji tidak akan pernah menutup akademi, dan aku benar-benar berterima kasih dengannya,” kata Emenalo.

Abramovich juga disebut-sebut kerap mengunjungi akademi Chelsea untuk memantau perkembangan para pemain muda.

Dia bahkan hadir langsung menyaksikan pertandingan final Piala FA Youth 2015. Dalam partai ini skuat Chelsea muda—yang juga diperkuat Tomori dan Abraham—mengalahkan Manchester City muda.

Emenalo membenarkan peristiwa itu benar terjadi. Saat itu dia bahkan menjadi orang yang mendampingi Abramovich di bangku stadion.

“Aku ingat, waktu itu dia menanyakan juga perkembangan para pemain. Abramovich bilang, saat berada jauh dari kami dia sering memantau mereka lewat televisi dan mencatat beberapa hal penting sebagai saran,” kenangnya.

Kini romantisme antara Emenalo, Akademi Sepakbola Chelsea, dan Abramovich memang sudah jadi masa lalu. Per 2017, Emenalo telah pindah dari Chelsea dan menjabat Direktur Teknik untuk klub Perancis, AS Monaco. Sementara Abramovich, kini mulai kesulitan berkunjung ke London sejak perpanjangan visanya ditolak Inggris pada September 2018.

Kendati demikian, selama Abramovich masih sah menjadi pemilik klub, Emenalo tetap yakin masa depan akademi sepakbola Chelsea berada di tangan yang tepat.

“Aku masih ingat, visi kami adalah agar 60-70 persen Chelsea berasal dari akademi, sisanya baru dibeli dari klub lain [...] Ide ini memang belum terwujud, tapi aku yakin Chelsea sudah semakin dekat untuk mencapainya,” tandasnya.

Baca juga artikel terkait LIGA INGGRIS atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Reporter: Herdanang Ahmad Fauzan
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Abdul Aziz