Menuju konten utama

AJI Nilai Kekerasan ke Jurnalis di 22 Mei untuk Tutupi Aksi Polisi

AJI menilai kekerasan terhadap jurnalis dalam aksi massa pada 21-22 Mei 2019 terjadi karena aparat kepolisian tidak ingin tindakannya diketahui publik.

AJI Nilai Kekerasan ke Jurnalis di 22 Mei untuk Tutupi Aksi Polisi
Aparat bubarkan massa secara paksa di depan kantor Bawaslu yang kembali lagi dan mengawali ricuh pada 21 Mei 2019 malam di Jakarta. tirto.id/Bhaga

tirto.id - Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Abdul Manan menilai kekerasan terhadap sejumlah wartawan yang dilakukan oleh polisi saat aksi massa pada 21-22 Mei 2019 terjadi karena aparat tidak ingin tindakan kerasnya saat menangani kerusuhan diketahui publik.

"Tentu kami menyadari bahwa tindakan polisi ini sebagian besar karena mereka tidak mau aksi kekerasan direkam oleh wartawan," ujar Manan di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat pada Minggu (26/5/2019).

Selain itu, menurut Manan, kekerasan terhadap jurnalis terjadi karena belum semua anggota Polri mengetahui fungsi dan tugas wartawan. Dia menduga sebagian polisi mengira jurnalis sebagai pihak pengganggu.

"Sebab wartawan itu melaporkan fakta di lapangan, tidak mungkin itu tidak dilakukan [meliput],” ujar Manan.

Dia juga menduga tindakan kekerasan terhadap wartawan dalam aksi tersebut terjadi karena polisi salah membedakan wartawan dengan massa.

Oleh karena itu, Manan meminta Polri memberikan pendidikan kepada aparat kepolisian tentang cara memperlakukan wartawan yang meliput insiden kerusuhan massa.

Manan mencontohkan kekerasan terhadap wartawan yang dilakukan polisi saat aksi massa pada 21-22 Mei, berupa menyita alat rekam jurnalis hingga menyuruh pewarta untuk menghapus foto atau video yang merekam tindakan aparat.

AJI juga mencatat ada 20 jurnalis yang menjadi korban kekerasan dalam aksi itu seperti mengalami pemukulan, penamparan, intimidasi, persekusi, ancaman dan perampasan alat kerja jurnalistik.

Selain itu, penghalangan liputan, penghapusan video dan foto hasil liputan, bahkan pelemparan batu, hingga pembakaran motor milik jurnalis.

AJI mengecam aksi kekerasan dan upaya penghalangan kerja jurnalis yang dilakukan oleh aparat kepolisian karena perbuatan itu termasuk pelanggaran pidana.

Manan mengingatkan Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers sudah mengatur bahwa setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun dan denda maksimal Rp500 juta.

Baca juga artikel terkait AKSI 22 MEI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Addi M Idhom