Menuju konten utama

AJI Desak Jokowi Tegas Tolak Pelemahan KPK Lewat Revisi UU di DPR

AJI melihat ada 21 pasal yang berupaya melemahkan KPK lewat revisi UU KPK dan meminta Presiden Jokowi tidak ikut mengebiri lembaga antirasuah.

AJI Desak Jokowi Tegas Tolak Pelemahan KPK Lewat Revisi UU di DPR
Presiden Joko Widodo jelangSidang Tahunan MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam keras upaya pelemahan KPK lewat revisi UU KPK. Ketua AJI Abdul Manan mengecam sikap DPR yang berinisiatif merevisi UU KPK sementara kinerja lembaga antirasuah tengah efektif dalam memberantas korupsi.

AJI pun mendesak agar Presiden Jokowi tidak ikut dalam upaya pelemahan KPK.

"Mendesak Presiden Joko Widodo tidak ikut dalam upaya DPR yang ingin mengebiri dan memangkas kewenangan KPK melalui revisi Undang Undang KPK. Presiden bisa melakukannya dengan menolak perubahan pasal yang bisa memangkas dan mengebiri KPK," kata Manan dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Rabu (11/9/2019).

Jokowi, kata Manan, harus menunjukkan sikap jelas dalam semangat pemberantasan korupsi agar kelak tak dikenal dalam sejarah sebagai presiden yang ikut menghancurkan KPK.

Dalam pandangan AJI, revisi UU KPK yang digagas DPR justru melemahkan upaya pemberantasan korupsi.

AJI mencatat, setidaknya 21 pasal yang mempunyai semangat mengebiri lembaga anti-rasuah yaitu soal status pegawai KPK yang dijadikan Aparatur Sipil Negara; penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan yang harus disetujui Dewan Pengawas; KPK tak diperbolehkan memiliki penyidik independen; penuntutan yang harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung; pengubahan kewenangan dalam mengelola Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Selain itu, pegawai KPK, kalau RUU ini disahkan, akan menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN).

Status ASN pada pegawai KPK akan menghilangkan independensi pegawai KPK dalam penanganan perkara karena soal kenaikan pangkat, pengawasan sampai mutasi akan dilakukan oleh kementerian terkait. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip independensi KPK seperti semangat saat lembaga ini didirikan pasca-reformasi 1999 lalu.

Dalam RUU itu juga diatur soal penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan yang harus mendapat persetujuan dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

Keberadaan Dewan Pengawas KPK akan mengebiri salah satu kewenangan penuh KPK yang selama ini cukup efektif dalam memerangi korupsi melalui operasi tangkap tangan terhadap politisi, pejabat dan pengusaha yang terlibat korupsi. Dengan ketentuan ini, maka KPK akan sangat tergantung kepada Dewan Pengawas, lembaga yang orang-orangnya juga akan dipilih DPR.

Revisi UU KPK juga akan membatasi pencarian sumber daya penyelidik dan penyidik KPK hanya dari Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Aturan ini akan menghilangkan peluang KPK mencari penyelidik independen, yang selama ini terbukti memberi kontribusi penting bagi suksesnya kinerja KPK.

Ketentuan tersebut juga bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang memperkuat dasar hukum bahwa KPK dapat mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri.

Kewenangan penuh KPK untuk melakukan penuntutan, juga akan dibatasi. Dalam RUU itu diatur bahwa KPK harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam melakukan penuntutan, alias tak lagi bisa melakukan sendiri seperti selama ini.

Wewenang KPK untuk menangani LHKPN juga akan dicabut. Nantinya, LHKPN itu akan dilakukan di masing-masing instansi. Kewenangan KPK direduksi hanya untuk koordinasi dan supervisi saja.

Selain itu, AJI mengingatkan kalau upaya pelemahan tidak hanya lewat revisi UU KPK ini. Saat ini tengah berlangsung seleksi calon pimpinan KPK.

Dari 10 calon yang disampaikan Presiden Joko Widodo ke DPR, ada sejumlah calon yang memiliki rekam jejak kurang baik selama bertugas di KPK. Sedangkan calon-calon yang punya rekam jejak baik, justru banyak yang tidak lolos. Kini para capim KPK bermasalah akan mengikuti uji kepatutan dan kelayakan sebelum akhirnya dipilih berdasarkan pemungutan suara.

Selain menuntut Presiden tidak terlibat dalam Revisi UU KPK, AJI mendesak politisi di DPR untuk menjalankan fungsinya dalam melakukan uji kepatutan dan kelayakan calon pimpinan KPK dengan menjadikan rekam jejak serta komitmen anti-korupsi sang calon sebagai tolok ukur dalam menentukan pilihan.

AJI pun mengajak jurnalis dan media untuk mengawasi secara ketat seleksi calon pimpinan KPK yang berlangsung di DPR. Pengawasan dilakukan untuk memastikan calon yang dipilih sebagai pimpinan KPK merupakan calon yang memiliki rekam jejak baik dan punya semangat jelas memerangi korupsi.

"Selain soal calon pimpinan, pengawalan secara kritis juga harus dilakukan dalam proses revisi UU KPK di DPR," kata Manan.

Baca juga artikel terkait REVISI UU KPK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Andrian Pratama Taher