Menuju konten utama

Ajaran Toleransi dari Surat Al-Kafirun dan Al-Bayyinah

Ajaran toleransi dalam surat Al-Kafirun dan Al-Bayyinah membahas tentang batasan toleransi dalam Islam.

Ajaran Toleransi dari Surat Al-Kafirun dan Al-Bayyinah
Islam mengajarkan toleransi antaragama. Tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Surat Al-Kafirun dan Al-Bayyinah mengajarkan tentang prinsip toleransi dalam Islam. Tidak diragukan lagi, Islam menganjurkan sikap toleransi, tolong menolong, serta hidup yang harmonis tanpa memandang perbedaan agama, ras, suku, bahasa, dan sebagainya. Namun, ada batasan tertentu dalam toleransi menurut ajaran Islam.

Secara definitif, toleransi adalah bentuk penghargaan, penerimaan, dan apresiasi terhadap keragaman budaya dunia, serta bentuk ekspresi dasar menjadi manusia, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Pengertian toleransi atau tasamuh di atas dibatasi oleh Islam. Meskipun Islam menghargai ajaran agama lain, bukan berarti Islam berkenan mengadopsi unsur-unsur ibadah atau keagamaan mereka. Batasan toleransi dalam Islam adalah berkaitan dengan perkara duniawi, serta tidak berkaitan dengan akidah dan keyakinan.

Ajaran toleransi Islam itu tertera jelas dalam surah Al-Kafirun dan Al-Bayyinah.

Pertama, dalam surah Al-Kafirun, Allah SWT tidak membolehkan hamba-Nya untuk mengikuti ajaran-ajaran non-muslim, meskipun itu dibingkai dengan embel-embel toleransi. Surah ini menegaskan bahwa toleransi hanya boleh dilakukan dalam perkara keduniawian.

Kedua, surah Al-Bayyinah merupakan peringatan untuk melepaskan fanatisme yang merupakan musuh toleransi. Selama orang-orang masih berpegang pada fanatisme apa pun, baik itu fanatisme agama, kesukuan, dan sebagainya, toleransi sukar dicapai.

Merujuk pada asbabun nuzul atau sebab turunnya surah Al-Kafirun, saat itu, Nabi Muhammad SAW sangat gigih mendakwahkan Islam. Akibatnya, orang-orang kafir Quraisy merasa terganggu dan ingin menggagalkan dakwah beliau.

Mahmud Arif dalam Menyelami Makna Kewahyuan Kitab Suci (2009) menyatakan bahwa pemuka Quraisy saat itu, Umayyah bin Khalaf, Al-Walid bin Mughirah, dan Aswad bin Abdul Muthalib menegosiasi Nabi Muhammad SAW untuk saling menyembah Tuhan mereka.

Gerombolan orang kafir itu berkata bahwa mereka akan menyembah Allah SWT, asalkan Nabi Muhammad SAW juga menyembah berhala-berhala mereka. Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuthi menuliskan dalam Kitab Tafsir Al-Jalalain (1997) bahwa permintaan orang kafir kepada Rasulullah adalah menyembah berhala selama setahun.

Surah Al-Kafirun turun sebagai penegasan bahwa Nabi Muhammad SAW dan umat Islam tidak akan pernah menyembah Tuhan selain Allah SWT. Kerukunan dan toleransi dalam Islam dijunjung tinggi selama tidak tercampur dengan kemurnian akidah dan tauhid.

Sementara itu, surah Al-Bayyinah mengingkari fanatisme yang merupakan momok bagi toleransi. Fanatisme hadir jika seseorang berpegang kuat pada suatu keyakinan hingga mengabaikan hal-hal di luar keyakinannya.

Sebagai misal, karena kasih sayang seorang ayah atau ibu pada anaknya, kerap kali mereka membela buah hati mereka habis-habisan, padahal bisa jadi anak mereka adalah sosok yang keliru dan wajib dihukum. Ini adalah contoh fanatisme kekeluargaan yang dilarang Islam.

Dalam kasus lain, surah Al-Bayyinah turun berkaitan dengan fanatisme orang Yahudi, sebagaimana tertera dalam buku Tadabur Al-Qur'an: Menyelami Makna Al-Qur'an dari Al-Fatihah sampai An-Nas (2018) yang ditulis Adil Muhammad Khalil.

Sahabat Salamah bin Sallâmah bin Waqsy menceritakan mengenai kisah orang-orang kafir dan Ahli Kitab di Madinah.

Sebelumnya, para Ahli Kitab sudah menyampaikan mengenai utusan terakhir yang akan muncul di tanah Arab. Kabar mengenai nabi terakhir itu sudah disinggung kitab-kitab suci sebelumnya: Taurat dan Injil. Sayangnya, ketika Nabi Muhammad datang membawa kebenaran Islam, orang-orang ahli kitab malah mengingkarinya karena fanatisme mereka.

"Dahulu, aku [Salamah] mempunyai tetangga orang Yahudi [di Madinah] dari Bani Abdul Asyhal. Dia selalu mengatakan kepada kaumnya yang menyembah berhala tentang adanya Hari Kiamat, hari kebangkitan manusia dari kuburnya, hari perhitungan amal, serta surga dan neraka.

Kemudian mereka berkata kepada si Yahudi, 'Celakalah engkau, Wahai Fulan! Apakah itu yang kamu yakini? Kemudian dia menjawab, 'Ya, demi Dzat yang aku bersumpah dengan-Nya.' Kemudian si Yahudi tersebut memperingatkan mereka agar mereka menyelamatkan diri dari api neraka pada hari kiamat nanti.

Mereka pun bertanya lagi, 'Celakalah engkau, Wahai Fulan! Apakah tanda-tanda yang menunjukkan datangnya hari kiamat tersebut?'

Dia menjawab, 'Akan diutus seorang nabi dari kota ini –dengan menunjuk ke arah Mekah dan Yaman- [ke arah selatan Madinah]'. Mereka bertanya lagi, 'Kapan munculnya?'. Kemudian Si Yahudi tadi melihatku [Salamah] dan waktu itu aku masih kecil, lalu dia mengatakan,

'Jika anak ini besar, maka dia akan menemui masanya [kedatangan nabi yang dijanjikan]. Salamah lalu berkata, 'Demi Allah, setelah beberapa tahun kemudian, muncullah Rasulullah Muhammad yang sekarang ada di sisi kami.

Kemudian, kami beriman kepadanya, akan tetapi Si Yahudi tetap kafir dan mengingkarinya. Sebab, ia dengki dan hasad [karena Rasulullah bukan dari kaumnya]. Aku berkata kepada si Yahudi, 'Celakalah engkau, Wahai Fulan! Bukankah ini yang kamu katakan dahulu?'

Dia menjawab, 'Ya, akan tetapi nabi itu bukan dia [Muhammad]."

Berdasarkan asbabun nuzul Al-Bayyinah, secara tidak langsung, Islam melarang fanatisme dalam bentuk apa pun.

Toleransi Islam harus seiring dengan kebenaran. Jika toleransi itu menciderai nilai-nilai kebenaran, bertentangan dengan akidah dan keyakinan, nilai kemanusiaan, atau menzalimi kelompok lain, toleransi itu menjadi batal dan tak boleh dilakukan.

Surat Al-Kafirun: Arab, Latin, dan Terjemahannya

Berikut ini bacaan surah Al-Kafirun dalam tulisan Arab, latin, beserta artinya.

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Bismillahirrahmanirrahiim

1. قُلْ يٰٓاَيُّهَا الْكٰفِرُوْنَۙ

Bacaan latinnya: "Qul yā ayyuhal-kāfirụn"

Artinya: "Katakanlah, 'Wahai orang-orang kafir!'" (QS. Al-Kafirun [109]: 1).

2. لَآ اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ

Bacaan latinnya: "Lā a'budu mā ta'budụn"

Artinya: "Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah," (QS. Al-Kafirun [109]: 2).

3. وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُۚ

Bacaan latinnya: "Wa lā antum 'ābidụna mā a'bud"

Artinya: "Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah," (QS. Al-Kafirun [109]: 3).

4. وَلَآ اَنَا۠ عَابِدٌ مَّا عَبَدْتُّمْۙ

Bacaan latinnya: "Wa lā ana 'ābidum mā 'abattum"

Artinya: "Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah," (QS. Al-Kafirun [109]: 4).

5. وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُۗ

Bacaan latinnya: "Wa lā antum 'ābidụna mā a'bud"

Artinya: "Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah," (QS. Al-Kafirun [109]: 5).

6. لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ

Bacaan latinnya: "Lakum dīnukum wa liya dīn"

Artinya: "Untukmu agamamu, dan untukku agamaku," (QS. Al-Kafirun [109]: 6).

Surat Al-Bayyinah: Arab, Latin, dan Terjemahannya

Berikut ini bacaan surah Al-Bayyinah: Arab-Latin dan terjemahannya.

1. لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ

Bacaan latinnya: "Lam yakunil-ladziina kafaruu min ahlil kitaabi wal musyrikiina munfakkiina hatta ta'tiyahumul bai-yinat[u]"

Artinya: "Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan, bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya), sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata."

2. رَسُولٌ مِنَ اللَّهِ يَتْلُو صُحُفًا مُطَهَّرَةً

Bacaan latinnya: "Rasuulun minallahi yatluu shuhufan muthahharatan"

Artinya: "(Yaitu) seorang Rasul dari (rasul-rasul) Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran yang disucikan (Al-Qur'an)."

3. فِيهَا كُتُبٌ قَيِّمَةٌ

Bacaan latinnya: "Fiihaa kutubun qai-yimatun"

Artinya: "Di dalamnya terdapat (isi) Kitab-kitab yang lurus."

4. وَمَا تَفَرَّقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَةُ

Bacaan latinnya: "Wamaa tafarraqal-ladziina uutuul kitaaba ilaa min ba'di maa jaa-athumul bai-yinat[u]"

Artinya: "Dan tidaklah berpecah-belah orang-orang yang didatangkan Al-Kitab (kepada mereka), melainkan sesudah datang kepada mereka, bukti yang nyata."

5. وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

Bacaan latinnya: "Wamaa umiruu ilaa liya'buduullaha mukhlishiina lahuddiina hunafaa-a wayuqiimuush-shalaata wayu'tuuzzakaata wadzalika diinul qai-yimat[i]"

Artinya: "Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus."

6. إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

Bacaan latinnya: "Innal-ladziina kafaruu min ahlil kitaabi wal musyrikiina fii naari jahannama khaalidiina fiihaa uula-ika hum syarrul barii-yat[i]"

Artinya: "Sesungguhnya orang-orang kafir, yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik, (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk."

7. إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ

Bacaan latinnya: "Innal-ladziina aamanuu wa'amiluush-shaalihaati uula-ika hum khairul barii-yat[i]"

Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk."

8. جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ

Bacaan latinnya: "Jazaa'uhum 'inda rabbihim jannaatu 'adnin tajrii min tahtihaal anhaaru khaalidiina fiihaa abadan radhiyallahu 'anhum waradhuu 'anhu dzalika liman khasyiya rabbah[u]"

Artinya: "Balasan mereka di sisi Rabb-mereka ialah surga 'Adn, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan merekapun rida kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabb-nya."

Baca juga artikel terkait PRINSIP TOLERANSI atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom