Menuju konten utama

Ahli Hukum: Pasal 27 UU ITE Bisa Digugat Lagi Karena Rugikan Pers

Herlambang Wiratraman berpendapat pasal 27 ayat 3 UU ITE masih berpeluang untuk digugat kembali dengan dalil ketentuan di dalamnya merugikan pers.

Ahli Hukum: Pasal 27 UU ITE Bisa Digugat Lagi Karena Rugikan Pers
Puluhan jurnalis menggelar aksi hari kebebasan pers sedunia di jalan MT Haryono, Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (3/5/2017). Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari berharap peringatan Hari Kebebasan Pers Dunia (World Press Freedom Day) yang jatuh pada 3 Mei merupakan momentum kebebasan pers lebih baik. ANTARA FOTO/Jojon/pd/17.

tirto.id - Ketua Pusat Studi Hukum Hak Asasi Manusia, Universitas Airlangga, Herlambang Wiratraman menilai pasal 27 ayat 3 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mungkin digugat kembali.

"Ide untuk menggugat kembali pasal 27 ayat 3 itu dimungkinkan dengan argumen yang berbeda," kata Herlambang dalam diskusi di Dewan Pers, Jakarta Pusat, pada Rabu (10/4/2019).

Menurut Herlambang, gugatan uji materi terhadap pasal 27 ayat 3 UU ITE bisa diajukan kembali dengan dalil bahwa ketentuan di dalamnya selama ini merugikan para jurnalis dan pers.

Pasal 27 ayat 3 memuat ketentuan yang melarang: "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."

Dia menilai ketentuan dalam pasal 27 ayat 3 UU ITE tersebut bersifat karet dan, dalam beberapa kasus, telah menciderai kebebasan pers. "[...] Itu merugikan jurnalis," jelas Herlambang.

Direktur Remotivi, Roy Thaniago pernah memaparkan sejumlah kasus sengketa pemberitaan yang dilaporkan ke kepolisian dengan tuduhan melanggar pasal 27 ayat 3 UU ITE.

Misalnya, langkah Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes), Fathur Rokhman mengadukan eks jurnalis Serat.id, Zakki Amali ke Polda Jawa Tengah terkait pemberitaan kasus dugaan plagiasi karya ilmiah. Selain itu, kasus Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi yang dipolisikan oleh sejumlah hakim karena keterangannya di media sebagai narasumber.

"Kriminalisasi narasumber menjadi celah untuk pihak yang tidak suka atas kritik. Ada semacam budaya anti-intelektual. Budaya intelektual percaya dengan diskusi, pandangan yang berbeda, bahkan konflik," kata Roy dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, pada Selasa (4/12/2018).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudin menegaskan, jika ada pernyataan narasumber di media yang dipersoalkan, mekanismenya harus diselesaikan melalui hak jawab, hak koreksi, atau pengaduan ke Dewan Pers terlebih dahulu.

"Bukan kemudian lari dengan pasal pidana karena hal tersebut justru menurut saya sangat tidak demokratis dalam berbangsa," kata Ade.

Baca juga artikel terkait UU ITE atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Hukum
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Addi M Idhom