Menuju konten utama

Agum Gumelar Buka Kasus 98, Amnesty: Itu Politik Jelang Pilpres

Amnesty meminta Agum Gumelar membuka kasus penculikan aktivis 98 secara resmi agar bisa memberikan manfaat untuk masyarakat. 

Agum Gumelar Buka Kasus 98, Amnesty: Itu Politik Jelang Pilpres
Anggota Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menempelkan stiker 18 Tahun Tragedi Semanggi saat menggelar aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (10/11). Dalam aksi ke-467 yang juga bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan itu JSKK meminta Presiden Joko Widodo menjadikan UU 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM sebagai payung hukum bagi penyelesaian kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pd/16.

tirto.id - Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid angkat bicara mengenai pernyataan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Agum Gumelar yang mengaku mengetahui penculikan korban aktivis 1998 dan lokasi mereka dibuang. Menurut Usman, Agum hanya terkesan membawa isu penculikan ke ranah politik praktis.

"Jadi, tanpa membawa dokumen tersebut ke jalur yang seharusnya dan hanya membukanya di media maka terkesan itu hanya langkah politik elektoral jelang pemilihan presiden ketimbang langkah baik untuk menyelesaikan perkara penculikan dan penghilangan aktivis," kata Usman saat dihubungi wartawan Tirto, Selasa (12/3/2019) sore.

Usman mengatakan, hasil penyelidikan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) terkait kerusuhan 1998 itu hanya bersifat internal dan terbatas pada lingkungan militer yang ketika itu masih bernama ABRI. Salah satu anggota DKP itu adalah Agum Gumelar.

Jika ingin dibuka, kata Usman, maka sebaiknya dilakukan secara resmi agar memberikan manfaat yang positif bagi upaya pengusutan perkara kemanusiaan ini.

"Pertama, dalam kapasitas resminya sebagai anggota Wantimpres, Agum Gumelar dapat memberi pertimbangan kepada Presiden, lalu Presiden dapat memerintahkan Panglima TNI bersama Menhan untuk mau menyerahkan dokumen tersebut kepada Presiden sesuai hukum yang berlaku. Demi nama baik TNI dan juga pemerintah secara umum," katanya.

Kedua, lanjut Usman, Presiden dapat langsung memanggil Komnas HAM dan Jaksa Agung untuk dapat menerima dokumen laporan DKP.

Usman menilai dokumen itu sangat penting karena selama ini Jaksa Agung selalu beralasan tidak cukup bukti untuk bisa meningkatkan penyelidikan Komnas HAM ke fase penyidikan.

"Dengan hasil DKP tersebut diserahkan kepada Komnas HAM dan atau Jaksa Agung, maka semestinya polemik di kedua lembaga tersebut dapat menemukan solusi," kata Usman.

Dan ketiga, lanjut Usman, untuk membantu kelancaran tugas-tugas Jaksa Agung selanjutnya, Presiden dapat segera menerbitkan Keppres tentang Pembentukan Pengadilan HAM ad hoc.

"Hal ini sesuai dengan rekomendasi DPR-RI pada tahun 2009, yang antara lain menyarankan pembentukan pengadilan tersebut dan pencarian kejelasan nasib dan keberadaan mereka yang masih hilang. Dokumen DKP akan sangat membantu para petinggi lembaga negara yang berniat untuk menyelesaikan perkara ini," kata Usman.

Anggota Wantimpres, Agum Gumelar mengaku tahu detail peristiwa penculikan aktivis pada tahun 1998.

Agum bahkan menunjuk nama salah satu biang kerok peristiwa tersebut, yakni Prabowo Subianto yang kala itu menjadi Ketua Tim Mawar. Sekarang mantan Danjen Kopassus itu juga menjadi calon presiden pesaing Jokowi.

Baca juga artikel terkait PENCULIKAN AKTIVIS atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Alexander Haryanto