Menuju konten utama

Aduan ICW soal Gratifikasi Firli, Polri: Pernah Diselesaikan KPK

Terkait aduan ICW soal dugaan gratifikasi Ketua KPK Firli Bahuri, Polri menyatakan sudah ada penyelesaian di internal melalui Dewas KPK.

Aduan ICW soal Gratifikasi Firli, Polri: Pernah Diselesaikan KPK
Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan keterangan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (22/4/2021). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto,

tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri ke Badan Reserse Kriminal Polri atas dugaan penerimaan gratifikasi perihal kunjungan pribadi menggunakan helikopter.

Pengaduan langsung yang menyertakan berkas bukti dugaan pun telah diserahkan kepada Bareskrim. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjut dari pengaduan tersebut. Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono menyatakan pihaknya menghargai upaya yang telah dilakukan Dewan Pengawas (Dewas) KPK dalam penyelesaian dugaan gratifikasi tersebut.

Belum diketahui pula apakah berkas pengaduan ICW akan dilimpahkan ke Dewas KPK. “Bareskrim punya pertimbangan terhadap aduan tersebut, Polri melihat bahwa hal tersebut pernah diselesaikan secara internal di KPK,” ujar Rusdi di Mabes Polri, Selasa (8/6/2021).

Itulah yang menjadi pertimbangan Bareskrim, yang menurut Rusdi, pengusutan oleh Dewas KPK telah cermat dan mendalam. Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto bahkan meminta agar kepolisian tak disangkutpautkan soal masalah Firli.

"Sudah ditangani oleh Dewan Pengawas (KPK). Mekanisme internal di KPK akan bergulir sesuai aturan. Jangan tarik-tarik Polri. Saat ini kami fokus kepada penanganan dampak kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional dan investasi," kata dia ketika dihubungi wartawan, Jumat (4/6/2021).

Organisasi sipil itu menemukan ada perbedaan harga sewa pesawat. “Kami mendapat informasi lain bahwa harga sewa [helikopter] per jam sekitar US$2.750 atau setara Rp39 juta. Jika ditotal, Rp172 juta yang harus dibayar,” ucap Koordinator Divisi Pengelolaan Pengetahuan ICW Wana Alamsyah di Mabes Polri.

Firli pernah menjalani sidang etik oleh Dewan Pengawas KPK, kala itu ia bilang harga sewa per jam Rp7 juta belum termasuk pajak. Bila ia menyewa empat jam, sambung Wana, ada selisih Rp141 juta atau ‘diskon’ 42 persen, yang diduga sebagai penerimaan gratifikasi.

Ihwal gratifikasi, Firli dianggap melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ICW juga mendapatkan informasi perihal dugaan konflik kepentingan maupun terkait penyedia helikopter, PT Air Pacific Utama.

Hasil penelusuran ICW, salah satu komisaris di perusahaan tersebut pernah dipanggil menjadi saksi kasus dugaan suap pemberian izin pembangunan Meikarta yang melibatkan Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin. Maka ICW juga memberitahukan temuan itu ke Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri.

Ada sembilan perusahaan jasa penyewaan helikopter yang berpotensi digunakan Firli. Namun ICW heran mengapa dia memilih PT Air Pacific Utama. “Kami pun mempertanyakan mengapa Dewan Pengawas tidak menelusuri lebih lanjut terhadap informasi yang disampaikan oleh Firli,” sambung Wana.

Firli menyewa helikopter PK-JTO seharga Rp7 juta per jam--angka hasil pemeriksaan Dewas KPK--dalam perjalanan dari Palembang ke Baturaja dan sebaliknya, pada 20 Juni 2020. Sikap ini dinilai tidak sejalan dengan prinsip hidup sederhana yang ditanamkan KPK; tidak menyadari pelanggaran yang dilakukan; sebagai Ketua KPK tidak memberikan teladan malah melakukan sebaliknya.

Baca juga artikel terkait DUGAAN GRATIFIKASI FIRLI BAHURI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri