Menuju konten utama

Ada KPK di Balik Pecah dan Islah PPP

PPP pecah karena dulu ketua umumnya ditersangkakan KPK. Kini hal serupa terjadi, tapi efeknya mungkin berkebalikan dengan yang terjadi tahun 2014.

Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy menyampaikan pidato politik disela-sela peluncuran Lajnah Pemenangan Pemilu (LP2) dan Pembukaan pendaftaran Calon Legislatif PPP 2019 di Kantor DPP PPP Jakarta, Rabu (14/3/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terbelah sejak 2014. Dua kubu dari partai berlambang kakbah itu kemudian bertikai. Bertahun-tahun. Sampai kemudian satu peristiwa yang terjadi baru-baru ini mungkin membuat mereka rujuk.

Pangkal pertikaian ini adalah penetapan Ketua Umum PPP Suryadharma Ali sebagai tersangka korupsi dana haji oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kelak, pergerakan KPK pula yang memungkinkan pertikaian ini berakhir.

Sejumlah pengurus yang diinisiasi Sekretaris Jenderal PPP kala itu, Romahurmuziy, kemudian memecat Suryadharma. Namun Suryadharma yang merasa masih berkuasa penuh balik memecat Romy, sapaan Romahurmuziy.

Perselisihan ini, alih-alih mereda, malah kian panas. Masing-masing kubu kemudian menghelat muktamar. Kubu Suryadharma yang ditinggal Romy menggelarnya di Jakarta. Sedangkan kubu Romy menggelar muktamar di Surabaya.

Lewat Muktamar Surabaya, Romy terpilih sebagai ketua umum pada 16 Oktober 2014. Kurang dari sebulan, tepatnya pada 2 November 2014, Djan Faridz ditetapkan sebagai ketua umum dari Muktamar Jakarta. Kubu Muktamar Surabaya kemudian mengukuhkan kembali Romy pada Muktamar VIII di Asrama Haji Pondok Gede, 9 April 2016.

Drama politik antara dua kubu ini berlanjut ke tahap berikutnya. Mereka masing-masing saling daftar kepengurusan ke Kemenkumham, hingga akhirnya pada Juni 2017, Mahkamah Agung lewat putusan No. 79 PK/Pdt.Sus-Parpol/2016 memutus PPP yang resmi adalah yang di bawah Romy.

Namun, hingga kini PPP kubu Djan Faridz tetap eksis dan berpolitik.

Karenanya pertikaian dua kubu belum berhenti pascaputusan MA. Pada Mukernas III PPP Muktamar Jakarta yang digelar 16 November 2018, Humphrey Djemat terpilih sebagai pelaksana tugas ketua umum menggantikan Djan Faridz. Kubu Humphrey pun memberi dukungan buat Prabowo-Sandiaga, lawan Jokowi-Ma’ruf yang didukung PPP kubu Romy.

Di tengah situasi demikian, Romy ditangkap KPK karena diduga terlibat dalam jual beli jabatan di Kementerian Agama. Dia tertangkap tangan menerima duit di Surabaya, lalu kini resmi menyandang status tersangka.

Penangkapan Romy membuka peluang perdamaian (islah) di antara dua kubu. Menurut Wakil Ketua Umum PPP Arwani Thomafi, PPP versi Muktamar Jakarta mungkin merapat usai Romy dicongkel dari posisi ketum--Plt Ketum PPP kini diisi Suharso Monoarfa.

Ia menyebut, kubu Djan Faridz ingin bersama-sama membenahi PPP secara menyeluruh.

"Saya enggak tahu apa karena dulu mereka berhadapan dengan Mas Romy. Ketika Mas Romy-nya tidak lagi di DPP PPP, mereka mempunyai pemikiran lain, untuk bagaimana bareng-bareng membesarkan PPP," kata Arwani di Jakarta, Selasa (19/3/2019).

Apa yang Arwani duga benar belaka. Humphrey Djemat pun mengakui proses islah selama ini terganjal keberadaan Romy. Ia menyebut Romy tak membuka pintu komunikasi.

"Usaha untuk islah itu sebenarnya sudah kami upayakan dari awal, tapi selalu ditampik Romahurmuziy. Jadi kalau sekarang sana bersedia, ya, kami welcome saja. Tapi jangan sampai islah ini main-main, harus bermartabat," kata Humphrey.

Belum Tentu Mudah

Namun, menurut pengajar politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komaruddin, kasus penangkapan Romy tidak serta-merta akan menyatukan kader PPP yang sudah terbelah bertahun-tahun. Ia menilai turunnya Romy dari Ketum PPP tidak serta merta membuka ruang kepada kubu Djan Faridz untuk bergabung kembali.

"Masih menyimpan luka yang dalam. Dan kepemimpinan saat ini versi Romy juga tak akan memberi ruang kepada kubu Djan Faridz. Jika kubu Djan Faridz gabung, maka akan merugikan kubu Romy. Karena kekuasaan yang ada di PPP akan dibagi. Sedangkan di politik tak akan ada orang yang mau berbagi kekuasaan. Kecuali jika terpaksa," kata Ujang saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (19/3/2019) malam.

Ujang menilai, pengurus PPP kubu Romy yang saat ini sedang menjabat adalah hasil dari "perjuangan berdarah-darah" melawan kubu Djan Faridz. Tak mungkin kekuasaan yang dipegang diberikan atau dibagi begitu saja, katanya. Perbedaan dukungan dalam Pilpres 2019 pun akan membuat situasi semakin rumit.

"Belum bisa berdamai. Karena lukanya sudah dalam. Dan momentum pergantian Ketum PPP hanya untuk kubu Romy. Bukan untuk kubu Djan Faridz. Jadi untuk saat ini tak akan ada islah. Tidak tahu kalau setelah pilpres," katanya.

Baca juga artikel terkait PPP atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino
-->