Menuju konten utama

Ada Apa di Balik Pengerahan Pasukan Brimob ke Jakarta?

Polisi bilang pengerahan Brimob semata untuk menjaga keamanan ibu kota. Tapi politikus dari kubu Prabowo punya tafsir lain.

Ada Apa di Balik Pengerahan Pasukan Brimob ke Jakarta?
Anggota Brimob Polda Lampung mengikuti apel di kawasan Monas, Jakarta, Senin (22/4/2019). Polri melakukan penambahan personel Brimob dari sejumlah daerah untuk Ibukota Jakarta untuk membantu pengamanan paska Pemilu. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/ama.

tirto.id - Beberapa personel Brigade Mobil (Brimob) berjaga di GOR Radio Dalam, Jakarta Selatan, Jumat, 19 April 2019, siang. Mereka berseragam serba hitam, menenteng senapan, helm, dan naik motor trail yang juga berwarna hitam.

Di dalam GOR, sedang berlangsung rekapitulasi penghitungan suara Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Anggota Brimob tak hanya berjaga di tempat itu. Mereka juga tersebar di seluruh pelosok ibu kota. Kabar ini viral di WhatsApp. Di sana disebutkan kalau ada total 3.100 personel yang dikerahkan--meski polisi sendiri tak pernah menyebut angka pasti.

Pengerahan Brimob ini ternyata merupakan kebijakan langsung dari Mabes Polri. Karopenmas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan anggota Brimob itu didatangkan dari berbagai daerah di Indonesia untuk mengamankan ibu kota, mengantisipasi gangguan keamanan, setelah pesta demokrasi lima tahunan.

Seluruh pasukan bertugas di bawah kendali operasi (BKO) Polda Metro Jaya. Dedi menjelaskan penarikan dari berbagai daerah diperlukan karena "kalau hanya mengandalkan kekuatan personel di Jakarta, tentu tidak cukup."

"Pengerahan itu merupakan pengamanan dalam rangkaian kegiatan pemilu, khususnya penetapan hasil secara nasional. Sebab muara penghitungan suara ada di Jakarta," ujar Dedi Prasetyo ketika dihubungi reporter Tirto, Selasa (23/4/2019).

Pada Senin, 22 April, Polda Maluku memberangkatkan dua satuan setingkat kompi (SSK) Brimob dengan pesawat komersial dari Bandara Internasional Pattimura Ambon. Pada hari yang sama Brimob Polda NTT juga dikirim. Masing-masing mengirim 200 personel.

Mereka semua akan bertugas hingga akhir masa penghitungan dan pleno penetapan suara hasil Pemilu 2019 pada akhir Mei nanti.

Dituduh Menakuti Masyarakat

Pengerahan Brimob ini lantas dimaknai secara politis oleh Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga. Direktur Relawan BPN, Ferry Mursyidan Baldan pun mempertanyakan kebijakan itu dan menyebut kondisi Jakarta kondusif, sehingga tak perlu ada pasukan tambahan.

Ferry bahkan mengatakan keberadaan Brimob membuat masyarakat takut protes atas berbagai potensi kecurangan pemilu.

"Untuk mengatakan bahwa masyarakat jadi takut untuk protes? Oh, enggak bisa. Manakala kecurangan, manakala manipulasi dilakukan, masyarakat terus akan main. Jangan takut-takuti masyarakat, lindungi masyarakat," kata dia, Selasa.

"Lindungi masyarakat, bukan ditakut-takuti," Ferry menegaskan.

Kubu Prabowo memang kerap melontarkan wacana pemilu curang. Amien Rais, anggota Dewan Pembina BPN, bahkan mengusulkan people power--atau sederhananya: demo besar-besaran--beberapa hari sebelum hari pemilihan. Dia bahkan menyebut Pemilu 2019 ugal-ugalan. Setelah itu, Jurkamnas BPN, Eggi Sudjana yang berkata serupa saat deklarasi kemenangan Prabowo-Sandiaga pada 17 April sore.

Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko lantas menjawab tuduhan ini. Ia bilang tak ada yang salah dari pengerahan Brimob ini.

"Kan, setiap pejabat memiliki antisipasi, mitigasi situasi. Jadi bukan berarti situasinya enggak aman. Kan, begitu," kata Moeldoko usai rapat koordinasi di Kemenkopolhukam, Jakarta, Rabu (24/4/2019).

Moeldoko juga menyinggung soal ancaman people power dari kubu Prabowo. Ia bilang ancaman itu sama sekali tak berkaitan dengan pengerahan Brimob. Moeldoko bahkan mengatakan pemerintah belum menemukan potensi pengerahan massa, meski misalnya yang terlihat di sosial media berbeda.

"Apa yang terjadi di dunia maya dan kondisi di lapangan paradoks. Kalau kondisi di dunia maya kayaknya mau perang, aja, padahal di lapangan, happy-happy aja. Ini yang terjadi seperti itu," kata Moeldoko.

Sementara juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Ace Hasan Syadzily, mengatakan kalau polisi punya kewenangan penuh untuk itu.

"Saya kira kepolisian punya hak untuk mengantisipasi kemungkinan adanya kekacauan, ya. Karena apa? Karena kita tahu bahwa semua mata sekarang ini tertuju pada rekapitulasi suara di kecamatan, di kabupaten, dan mungkin di tingkat provinsi," kata Ace saat ditemui di DPR RI, Selasa (23/4/2019) pagi.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Politik
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Rio Apinino
Editor: Mufti Sholih