Menuju konten utama

Ada 390 Aduan Kekerasan Oleh Aparat Dalam Aksi Reformasi Dikorupsi

KintraS menyebut ada 390 aduan soal kekerasan aparat dalam aksi Reformasi Dikorupsi.

Ada 390 Aduan Kekerasan Oleh Aparat Dalam Aksi Reformasi Dikorupsi
Mahasiswa membawa spanduk saat melakukan aksi unjuk rasa di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (30/9/2019). ANTARA FOTO/Arnas Padda/YU/wsj.

tirto.id - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) merilis data pengaduan terkait kekerasan dan penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan kepolisian dalan rangkaian aksi Reformasi Dikorupsi pada 24, 25, dan 30 September lalu.

"Hingga kemarin pukul 21.00 WIB, tercatat sudah ada 390 aduan yang masuk. Kami menerima 390 orang yang melaporkan melalui berbagai medium tersebut," kata peneliti KontraS Rivan Lee Anandar di kantornya pada Jumat (4/10/2019).

Dari jumlah itu, 201 korban merupakan mahasiswa, 50 korban merupakan pelajar, 13 korban berasal dari karyawan, 3 aduan kekerasan berasa dari pedagang, 2 aduan pegawai lepas 2, dan 1 aduan dari pengemudi ojek daring.

Gedung MPR/DPR Jakarta menjadi lokasi paling banyak terjadi penangkapan atau kekerasan oleh aparat dengan 62 kasus. Selain itu, ada 19 kasus terjadi di Palmerah dan 13 kasus di Senayan.

Sementara penangkapan atau kekerasan di daerah luar Jakarta seluruhnya terjadi di depan kantor DPRD.

Rivan juga mentampaikan bahwa berbagai kekerasan diduga dilakukan kepada aparat terhadap para pengadu. Kasus kekerasan paling banyak adalah penggunaan gas air mata dengan 61 kasus dan penganiayaan dengan 60 kasus.

Selain itu ada juga penangkapan dengan 19 kasus, pelemparan batu oleh aparat sebanyak 4 kasus, penembakan dengan peluru karet sebanyak 4 kasus, penembakan dengan peluru tajam sebanyak 1 kasus, dan pengeroyokan dengan 1 kasus.

"Berdasar pengaduan yang masuk, proses pebruruan atau penangkapan yang dilakukan polisi selalu disertai intimidasi verbal maupun nonverbal," tutur Rivan.

Layanan pengaduan korban kekerasan dan penangkapan itu telah dibuka sejak 25 September 2019 lalu. Saluran pengaduan yang dibuka antara lain lewat pengaduan langsung, telepon, pesan singkat, email, pesan berantai, atau tagar #HilangAksi.

Pengaduan itu pun diverifikasi langsung ke pelapor. KontraS juga meminta bukti atas aduan tersebut.

Mengenai penangkapan, Rivan menjelaskan, pasca diverifikasi ia akan menghubungi tim hukum yang ada di Polda Metro Jaya dan kantor polisi lainnya. Tim hukum itu yang akan mengecek keberadaan orang yang diadukan.

"Kalaupun ada proses-proses lobi akan dilakukan tim hukum di lapangan," ujarnya.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN POLISI atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Hendra Friana