Menuju konten utama

Abaikan Protes Buruh, Puan: Pembahasan Omnibus Law Ciptaker Lanjut

Ketua DPR Puan Maharani menjamin pembahasan RUU Cipta Kerja akan dibahas secara transparan & hati-hati, namun nyatanya protes buruh selalu diabaikan DPR RI.

Abaikan Protes Buruh, Puan: Pembahasan Omnibus Law Ciptaker Lanjut
Ketua DPR Puan Maharani menyampaikan pidato saat pembukaan masa persidangan I DPR tahun 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/pras.

tirto.id - Ketua Dewan Perwkilan Rakyat (DPR) Puan Maharani berjanji lembaganya akan menyelesaikan seluruh rancangan undang-undang yang terdapat dalam daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2020 pada Masa Persidangan I Tahun Sidang 2020-2021. Menurut Puan targetnya penyelesaian RUU dalam daftar Prolegnas 2020 tetap memperhatikan skala prioritas sehingga kebutuhan hukum dapat dipenuhi.

Salah satu yang akan dikebut untuk diselesaikan oleh DPR yakni Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Puan menjamin pembahasan RUU Cipta Kerja akan dibahas secara transparan dan hati-hati.

"DPR juga akan terus melanjutkan pembahasan RUU tentang Cipta Kerja, secara cermat, hati-hati, transparan, terbuka dan yang terpenting adalah mengutamakan kesinambungan kepentingan nasional, baik di sekarang maupun masa yang akan datang," kata Puan dalam pidato pembukaan Masa Persidangan I Tahun Sidang 2020-2021 di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Jumat (14/8/2020).

Puan mengatakan target membereskan RUU Cipta Kerja bertujuan untuk menghasilkan undang-undang yang berlegitimasi kuat demi menjaga kepentingan negara.

Sementara, dalam pelaksanaan fungsi pengawasan DPR melalui Alat Kelengkapan Dewan akan rapat bersama dengan mitra kerja maupun panitia kerja untuk menjalankan prinsip pengawasan dan keseimbangan pada pemerintahan.

Sementara itu, Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) Jumisih menilai apa yang disampaikan Puan bertentangan dengan apa yang diharapkan masyarakat.

"Kalau cermat, hati-hati dan transparan, seharusnya menghargai posisi seluruh elemen rakyat. Ada buruh yang dirugikan, ada petani dan masyarakat adat yang berpotensi dirampas tanahnya, juga menyuarakan hak rakyat untuk menyampaikan penolakan," tutur Jumisih ketika dihubungi Tirto, Jumat (14/8/2020).

Bukan hanya klaster ketenagakerjaan tapi seluruh klaster dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja dinilai bisa merugikan rakyat. Jumisih berujar bau busuk ketidakdemokratisan dan tidak transparan telah dilakukan dari awal. Bukan hanya klaster ketenagakerjaan tapi seluruh klaster dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja dinilai bisa merugikan rakyat. Jumisih berujar bau busuk ketidakdemokratisan dan tidak transparan telah dilakukan dari awal.

Tak hanya Jumisih, dalam keterangan tertulis dari Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak), mereka jelas-jelas menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Gebrak menganggap Omnibus Law lebih buruk daripada hukum di era penjajahan Belanda. Tak hanya itu, peraturan tersebut bakal menghapus upah minimum kabupaten/kota, yang memungkinkan buruh dibayar per jam.

"Omnibus Law lebih jahat dari UU Agraria penjajah Belanda, karena membuka monopoli tanah tiada akhir lewat pemberian HGU langsung 90 tahun bagi korporasi," kata Dewi Kartika, Juru Bicara Gebrak.

Baca juga artikel terkait RUU OMNIBUS LAW atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Politik
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto