Menuju konten utama
19 Januari 2013

A. Rafiq, 'Elvis Presley' yang Mengguncang Dangdut Indonesia

A. Rafiq bergaya bak Elvis Presley dan menjadi satu-satunya penggoyang dominasi sang Raja Dangdut Rhoma Irama.

A. Rafiq, 'Elvis Presley' yang Mengguncang Dangdut Indonesia
A. Rafiq. tirto.id/Nauval

tirto.id - “Saat masih muda, saya menjuluki diri saya sebagai Elvis dari Indonesia. Tapi, saya hanya menyanyikan lagu dangdut. Gerakan, tindak-tanduk, penampilan panggung, kostum, semua mirip Elvis,” demikian pengakuan A. Rafiq pada 18 Juli 2005 dalam suatu konferensi pers.

Dalam setiap aksinya, A. Rafiq memang sebisa mungkin bergaya mirip Elvis Presley, bintang rock and roll legendaris dari Amerika Serikat itu. Ke-Elvis-an Rafiq bahkan diakui oleh JW Eroll, penyanyi Indonesia yang memang benar-benar meniru apapun tentang Elvis kala itu.

“Anda adalah Elvis Indonesia yang sesungguhnya, bukan saya!” sebut Eroll kepada A. Rafiq.

Lantas, apa tanggapan A. Rafiq atas pujian tersebut? “Dia (JW Eroll) membawakan semua lagu Elvis. Jadi, dia adalah Elvis Indonesia yang sebenar-benarnya. Tapi, jika saya bukan menyanyikan lagu dangdut, maka saya-lah Elvis Indonesia.”

A. Rafiq bisa saja menjadi Elvis Presley Indonesia, bahkan melebihi JW Eroll. Sebelum terjun ke dunia dangdut, Rafiq kerap menyanyikan lagu rock and roll, jalur musik yang memang ditekuni Presley. Itu terjadi di awal karier Rafiq sebagai musisi pada dekade 1950-an. Kala itu, ia masih remaja dan sangat terobsesi dengan sosok Elvis yang memang sedang jaya-jayanya.

Namun, kala itu A. Rafiq tidak terlalu berani mengumbar diri ke publik bahwa ia senang bergaya dan berdandan seperti Elvis. Presiden Sukarno melarang segala hal yang berbau budaya Barat, termasuk musik yang oleh sang penyambung lidah rakyat itu disebut dengan istilah ngak-ngik-ngok. Terpaksalah mimpi Rafiq menjadi Elvis Indonesia harus ditunda.

Bertahun-tahun A. Rafiq menahan diri. Ia mulai mencoba genre musik lain yang sangat jauh berbeda dengan rock and roll meskipun sama-sama bisa bikin pinggul bergoyang, dangdut. Karakternya yang enerjik lagi ekspresif tentunya terlihat aneh jika ia menjadi penyanyi pop.

Kalau musik rock? Sama saja, itu juga dilarang pemerintah Orde Lama. Lagipula, jenis vokal Rafiq tidak cocok untuk menyanyikan musik cadas nan keras itu. Ia memiliki pita suara yang bisa mengeluarkan alunan merdu meliuk-liuk, sejuk di telinga.

Maka, dangdut-lah yang menjadi pilihan A. Rafiq. Dari kota kelahirannya, Semarang, ia merantau ke timur menuju Surabaya untuk mengadu nasib. Hingga akhirnya, Rafiq bertemu Ellya Khadam, seorang biduanita yang tenar bersama Orkes Melayu (O.M.) Sinar Kemala pada era 1960-an itu.

Ellya Khadam memperkenalkan Rafiq dengan pimpinan O.M. Sinar Kemala, A. Kadir. Orang inilah yang kelak mengubah jalan hidup Rafiq menjadi bintang dangdut terkenal dengan ciri khasnya yang unik. Rafiq akhirnya bergabung dengan Sinar Kemala dan bersama grup itu hijrah ke Jakarta pada 1969.

Di bawah bimbingan A. Kadir dan rekan-rekannya di Sinar Kemala, Rafiq mulai menapak karier cerahnya sebagai calon bintang. Orang ini memang bukan seniman sembarangan. A. Kadir adalah seorang musisi sekaligus pemikir, ia gemar mencoba-coba, meramu berbagai unsur untuk menghasilkan karya yang tidak biasa.

Di Sinar Kemala, misalnya, A. Kadir bereksperimen dengan menggabungkan begitu banyak kecenderungan budaya, antara lain memadukan irama dangdut khas Melayu dengan musik India dan Timur Tengah. Uniknya, para penyanyi dan pemusiknya mengenakan busana bergaya Barat.

Itulah yang diterapkannya kepada A. Rafiq. Kebetulan, Rafiq adalah pria Jawa yang memiliki darah India, Pakistan, Timur Tengah, dan Turki, percampuran yang sangat pas dan komplit menurut A. Kadir.

Kebetulannya lagi, Rafiq juga penggemar berat Elvis Presley, megabintang musik rock and roll dari dunia Barat. Dengan perpaduan silang-budaya itulah A. Kadir melambungkan pamor Rafiq di kancah permusikan nasional, khususnya di jalur dangdut.

Bagi A. Rafiq sendiri, penampilan barunya itu menjadi anugerah sekaligus pelampiasan atas apa yang dipendamnya selama bertahun-tahun. Di awal 1970-an itu, Orde Lama sudah tumbang, digantikan Orde Baru pimpinan Suharto. Presiden Republik Indonesia ke-2 ini jauh lebih ramah dengan budaya Barat ketimbang pendahulunya.

Jadilah, A. Rafiq tampil sebagai penyanyi dangdut pria yang paling unik dan berbeda pada zamannya. Tak seperti pedangdut kebanyakan yang melulu Melayu, Rafiq sukses menerapkan ajaran A. Kadir yang telah mengizinkannya untuk bersolo karier.

Infografik Mozaik Ahmad Rafiq

Infografik Mozaik Ahmad Rafiq. tirto.id/Rangga

A. Rafiq membuat lagu dengan pengaruh musik India yang kuat, tapi tampil dengan mode busana yang terinspirasi dari Barat, terutama gaya Elvis Presley. Rafiq pun identik dengan dandanan nyentrik ala Elvis: kerah baju tegak berdiri, sekujur pakaian berlumur kerlap-kerlip, celana cutbray dengan ujung bawah melebar, dilengkapi rambut berjambul dan terkadang bercambang panjang.

Denny Sakrie dalam kolomnya di Rollingstone Indonesia dengan judul “Berpulangnya Para Penyanyi Pemuja Elvis Presley” yang diunggah pada 25 Januari 2013 menyebut, model gaya A. Rafiq langsung menjadi trendsetter. Orang-orang saat itu menamakan celana cutbray dengan istilah celana A. Rafiq.

Musikalitas A. Rafiq pun tak main-main. Lagu-lagu yang diciptakan dan dibawakannya saat itu terbilang baru untuk penikmat musik Indonesia yang lebih akrab dengan irama Melayu yang cenderung mendayu-dayu.

A. Rafiq mengakui bahwa lagu-lagu ciptaannya memang terinspirasi dari musik-musik India. Salah satunya adalah “Pandangan Pertama” yang meledak di pasaran pada 1978. Tembang tersebut meniru lagu India berjudul “Cheda Mere Dil Ne” yang dinyanyikan oleh Dev Anand pada 1962.

Meski begitu, Rafiq tetaplah pionir. Bahkan, Andrew N. Weintraub dalam buku Dangdut Stories: A Social and Musical History of Indonesia's Most Popular Music terbitan Oxford (2010), mendapuk Rafiq sebagai salah satu musisi yang menjadi tonggak penanda era baru musik dangdut di Indonesia.

Puluhan lagu telah diciptakan sekaligus dipopulerkan A. Rafiq. Tak banyak pedangdut pria yang mampu mencapai apa yang telah ditorehkannya waktu itu, selain sang raja dangdut Rhoma Irama yang tak tergoyahkan di puncak dan teramat sulit untuk ditandingi.

Coba sebutkan pedangdut pria di akhir 1960-an atau awal 1970-an yang setidaknya berpotensi mengusik dominasi Rhoma Irama. Nyaris tidak ada selain A. Rafiq.

Memang sempat terselip nama Mansyur S yang pernah merilis album berjudul “Pesan Perpisahan” pada 1969. Tapi, album perdananya itu kurang terdengar. Pamor pedangdut asli Jakarta itu baru melambung pada akhir era 1980-an dan bertahan di sepanjang dekade 1990-an.

Kendati “bersaing”, namun relasi antara A. Rafiq dengan Rhoma Irama sangat erat karena mereka memang bersahabat, sebagaimana yang dikisahkan oleh Fairuz A. Rafiq. Putri ketiga A. Rafiq itu masih menjalin hubungan baik dengan Rhoma Irama hingga saat ini.

Bahkan, sang raja dangdut sempat menciptakan lagu yang dinyanyikan khusus oleh Fairuz, dan itu sangat jarang dilakukan oleh Rhoma Irama di sepanjang karier bermusiknya.

Sukses menghasilkan puluhan lagu populer, A. Rafiq mengikuti jejak Rhoma dengan merambah ke dunia sinema. Tidak banyak pedangdut pria yang main film pada saat itu, dan A. Rafiq menyempurnakan jejak rekamnya dengan membintangi setidaknya 8 judul film dari 1971 hingga 1980. Ia juga sempat mencoba jadi sutradara, lagi-lagi sama seperti Rhoma.

A. Rafiq wafat pada 19 Januari 2013, tepat hari ini 7 tahun lalu, di Jakarta karena serangan jantung. Pria kelahiran 5 Maret 1948 ini meninggalkan seorang istri dan 4 orang anak. Hingga kini, belum pernah muncul sosok pedangdut lelaki yang berkarakter khas nan kental dan terkenal seperti dirinya, kecuali tentu saja sang raja Rhoma Irama.

=========

Artikel ini pertama kali ditayangkan pada 19 Januari 2017. Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk rubrik Mozaik.

Baca juga artikel terkait MUSIK INDONESIA atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Musik
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Eddward S Kennedy & Nurul Qomariyah Pramisti