Menuju konten utama

9 Harapan Koalisi Masyarakat Sipil Terhadap Pimpinan KPK Masa Depan

Koalisi Masyarakat Sipil menyampaikan 9 Harapan untuk Pimpinan KPK masa depan atau Jilid V, khususnya menutupi kekurangan pimpinan KPK di era Agus Rahardjo cs.

9 Harapan Koalisi Masyarakat Sipil Terhadap Pimpinan KPK Masa Depan
komisi pemberantasan korupsi (kpk) jln. hr rasuna said, jakarta. tirto/tf subarkah

tirto.id - Koalisi Masyarakat Sipil menyampaikan kriteria pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jilid V, salah satunya bisa menutupi kekurangan pimpinan KPK di era Agus Rahardjo cs.

Hal tersebut merespons pembukaan seleksi rekrutmen calon pemimpin KPK jilid V periode 2019-2023, Senin (17/6/2019).

"Tentu seluruh masyarakat berharap hadirnya figur-figur terbaik serta berintegritas untuk memimpin lembaga antirasuah ke depan. Berkaca pada era kepemimpinan saat ini, Agus Rahardjo cs sebenarnya banyak catatan kritis yang seharusnya dapat dijadikan pembelajaran serta evaluasi KPK mendatang," kata Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulis, Senin (17/6/2019).

Koalisi masyarakat sipil mencatat, kelemahan KPK di periode ini seperti belum mempunyai visi asset recovery, pengelolaan manajemen internal yang buruk, abai terhadap penegakan etik, keterbukaan informasi pada masyarakat, dan banyak tunggakan perkara yang belum terselesaikan.

Demi menangani kelemahan KPK, Koalisi Masyarakat Sipil memberikan sembilan rekomendasi. Pertama, pimpinan terpilih jilid V mempunyai visi terkait dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi.

"Para pimpinan baru diharapkan memahami pemberantasan korupsi tidak hanya terbatas pada pemidanaan penjara saja, tetapi juga berfokus pada isu pemulihan kerugian negara," kata Kurnia.

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 UU KPK, isu pencegahan serta koordinasi dan supervisi pada instansi terkait tentu harus dipahami secara menyeluruh bagi Pimpinan KPK ke depan.

Misalnya, untuk isu pencegahan semestinya bisa lebih diarahkan pada pembangunan holistik budaya anti korupsi agar tidak hanya kegiatan-kegiatan yang sulit dipastikan keberlanjutannya. Hal lain lagi terkait dengan diterbitkannya Perpres 54 2018 yang mengatur tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.

"KPK diharapkan bisa memaksimalkan mandat yang telah diberikan melalui tim ini dengan melakukan intervensi terhadap pelaksanaan aksi dan menghilangkan pola pelaporan yang selama ini cenderung prosedural menjadi pelaporan yang substansial. Penting bagi pansel mengutamakan calon komisioner yang mengenal dan memahami instrumen terkait Tim Nasional Pencegahan Korupsi," terangnya.

Kedua, lanjutnya, pimpinan baru KPK harus memiliki pemahaman penanganan perkara korupsi. Salah satunya terkait bidang penindakan.

"Pimpinan KPK ke depan mesti memahami lebih dalam terkait hukum agar langkah-langkah yang diambil menjadi tepat guna dalam rangka keberlanjutan penanganan perkara korupsi. Ini untuk mempercepat penyelesaian berbagai tunggakan perkara di lembaga antirasuah itu," ujar Kurnia.

Selain itu, penanganan kasus juga diharapkan konsisten. Beberapa penelitian menemukan masih terdapat inkonsistensi pada putusan kasus-kasus korupsi.

Konsistensi, lanjutnya, menjadi penting dalam upaya menghadirkan kepastian hukum yang hanya dilihat pada proses awal penanganan kasus saja.

Karenanya, KPK tidak hanya harus kuat dalam strategi penanganan kasusnya, tetapi juga dapat mensistematisasi kinerja penuntutannya guna menutup celah hukum yang dapat digunakan para koruptor terlepas dari jerat hukuman.

Ketiga, memiliki kemampuan manajerial dan pengelolaan sumber daya manusia. Seperti yang telah diketahui oleh publik, lembaga KPK kerap kali bersifat dinamis. Tak jarang konflik di internal KPK terjadi, maka dari itu Pimpinan KPK mendatang mesti mempunyai pengetahuan serta kemampuan untuk memastikan internal lembaga anti korupsi tersebut solid serta terlepas dari kepentingan apapun.

Keempat, tidak mempunyai konflik kepentingan dengan kerja-kerja KPK karena masyarakat tidak berharap Pimpinan KPK ke depan memanfaatkan situasi tertentu untuk kepentingan individu semata.

Kelima, para pemimpin KPK lepas dari kepentingan dan afiliasi dengan partai politik tertentu.

"Poin ini harus dijadikan catatan penting. Jika komisioner KPK mendatang berasal dari warna partai tertentu dikhawatirkan meruntuhkan nilai independensi dari lembaga antirasuah itu. Isu penegakan hukum tidak mungkin akan berjalan dengan baik jika dicampuradukkan dengan isu politik," terangnya.

Keenam, Pimpinan KPK masa depan memiliki kemampuan komunikasi publik dan antarlembaga yang baik. Berangkat dari catatan atas evaluasi Pimpinan KPK saat ini masih banyak ditemukan berbagai pernyataan yang justru menimbulkan polemik di tengah masyarakat.

"Kehadiran KPK pada dasarnya juga dimandatkan agar menjadi trigger mechanism bagi penegak hukum yang lain. Maka kemampuan untuk saling bersinergi antar penegak hukum menjadi salah satu yang utama harus dimiliki oleh Pimpinan KPK," jelas Kurnia.

Kurnia menyatakan, kepercayaan dan dukungan publik merupakan salah satu elemen penting yang menjadi pendukung kinerja KPK. Hal tersebut perlu dipertahankan dengan memastikan Komisioner KPK terpilih harus memiliki komitmen tegas dalam hal keterbukaan informasi dan membuka luas partisipasi publik dalam kerja-kerja anti korupsi.

"Ketujuh, tidak pernah terkena sanksi hukum maupun etik pada masa lalu. Poin ini menjadi mutlak harus dipenuhi oleh para Pimpinan KPK mendatang, karena bagaimanapun persoalan etik serta terkena sanksi hukum akan menurunkan kredibilitas lembaga antirasuah itu," katanya.

Kedelapan, memiliki keberanian untuk menolak segala upaya pelemahan institusi KPK. Hampir setiap tahun KPK selalu didera dengan isu-isu pelemahan KPK, mulai dari revisi UU KPK, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, bahkan tindakan kriminalisasi beberapa pegawai maupun Pimpinan KPK.

"Menjadi wajar jika publik meminta komitmen yang tegas dari Pimpinan KPK mendatang untuk dapat menolak segala macam jenis tindakan yang akan melemahkan institusi pemberantasan korupsi,"

Terakhir, mempunyai profil dan karakter sesuai dengan nilai dasar dan pedoman perilaku KPK. Hal ini diatur secara spesifik dalam Peraturan KPK No 07 Tahun 2013 tentang Nilai Dasar Pribadi, Kode Etik, dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Misalnya: integritas, keadilan, dan profesionalisme dalam menjalankan tugas. Narasi di atas harus menjadi pegangan bagi tiap-tiap orang yang ingin mendaftar sebagai Pimpinan KPK," ucapnya

"Selain itu keseluruhan kriteria tersebut dapat juga dijadikan pegangan bagi Panitia Seleksi agar dapat lebih memetakan figur-figur terbaik yang nantinya akan diberikan kepada Presiden," tutup Kurnia.

Baca juga artikel terkait KPK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno