Menuju konten utama

89 Persen Sumber Air di Yogyakarta Tercemar Bakteri E.coli

Fakta menunjukkan bahwa kondisi air minum di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) cukup memprihatinkan. Pasalnya, menurut survei yang diselenggarakan BPS, hampir seluruh sumber air di DIY sudah tercemar bakteri E.coli.

89 Persen Sumber Air di Yogyakarta Tercemar Bakteri E.coli
(ilustrasi) Warga kesulitan air bersih sehingga harus memisahkan air dari kotoran sebelum digunakan untuk memasak. ANTARA FOTO/Seno.

tirto.id - Sebuah laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, sebanyak 89 persen sumber air di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah tercemar bakteri E.coli dan beberapa bahan kimia lainnya. Informasi itu dikemukakan Direktur Statistik Kesra BPS Hasil Gantjang Amanullah dalam Sosialisasi Hasil Survei Kualitas Air Tahun 2015 (SKA 2015).

“Hasil survei tersebut [SKA 2015] menunjukkan fakta bahwa kondisi air minum di DIY cukup memprihatinkan,” tutur Gantjang di Yogyakarta, sebagaimana diberitakan Antara, Selasa (18/10/2016).

Hasil SKA 2015 memperlihatkan bahwa mayoritas sumber air di DIY telah bakteri E.coli. Di antaranya, sebanyak 89 persen sumber air tercemar bakteri E.coli, lalu sumber air layak minum sebanyak 87,8 persen, dan sumber air tidak layak telah tercemar bakteri E.coli sebanyak 95,5 persen.

Fakta lain yang terungkap, jelas Gantjang, air siap minum pun telah tercemar bakteri E.coli. “Di antaranya, air siap minum sebanyak 71,3 persen, lalu air siap minum dari sumber air layak 69,8 persen, dan air siap minum dari sumber air tidak layak sebanyak 78,1 persen,” paparnya berdasarkan hasil penelitian.

Sementara itu, ia melanjutkan, kondisi sumber air layak seperti air pipa, air kemasan bermerek, air tanah, dan air isi ulang, sebagai sumber air siap minum, terkontaminasi bakteri E.coli dengan kadar persentase yang berbeda-beda. “Sebanyak 73 persen air pipa telah terkontaminasi E.coli, lalu air kemasan bermerek 52 persen, air tanah 68,9 persen, dan air isi ulang 47,2 persen,” jelasnya.

Selain bakteri E.coli, sumber air juga tercemar dengan bahan-bahan kimia. Hasil SKA 2015 juga menunjukkan bahwa hanya 6,3 persen dari sampel air minum rumah tangga yang mengandung 50 mg/L nitrat atau melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 Tahun 2010.

"Bahkan hasil uji kandungan khlorida menunjukkan bahwa tidak ada sampel air minum rumah tangga yang memiliki kandungan khlorida di bawah 250 mg/L sebagai batas toleransi yang ditetapkan Permenkes," ungkap Gantjang. Meski begitu, menurutnya, kontaminasi nitrat dan khlorida ini dapat dikatakan berada dalam zona aman.

Sementara itu, terkait air yang aman dan sehat, Sultan Hamengkubuwono X mengakui bahwa DIY masih menyimpan problem yang besar bahkan pada tingkat sumber air Hal ini, menurutnya, disebabkan minimnya sumber mata air di provinsi ini akibat letusan gunung Merapi. “Di samping itu minimnya investasi di sektor ini akibat mahalnya infrastruktur yang harus dibangun, juga menjadi kendala penyediaan air baku yang memenuhi syarat kesehatan, terutama di daerah Gunung Kidul,” paparnya.

Sosialisasi hasil survei kualitas air dari BPS ini bertujuan membuka wawasan para pemangku kepentingan serta khalayak luas tentang pentingnya kualitas air minum yang aman untuk diminum. “Sosialisasi ini juga untuk memberi gambaran mengenai dampak kualitas air bagi kesehatan,” demikian yang dipaparkan dalam lama resmi bps.go.id.

Survei yang baru pertama kali dilakukan di Indonesia ini, dapat terselenggara berkat kerjasama antara BPS, Kementerian PPN/Bappenas, dan Kemenkes RI serta didukung oleh UNICEF. Pelaksanaannya dilakukan terintegrasi dengan kegiatan Susenas pada bulan September 2015. Adapun sampel yang digunakan sebesar 940 rumah tangga, tersebar di seluruh kabupaten/kota di DIY.

Baca juga artikel terkait KRISIS AIR BERSIH YOGYAKARTA atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari