Menuju konten utama

70% Pesawat Tak Beroperasi, Garuda Kehilangan Pendapatan Hingga 90%

Sebanyak 30% pesawat yang masih beroperasi hanya memiliki tingkat keterisian di bawah 50%.

70% Pesawat Tak Beroperasi, Garuda Kehilangan Pendapatan Hingga 90%
Petugas melayani pelanggan di kantor penjualan (sales office) Garuda Indonesia di Medan, Sumatera Utara, Kamis (23/1/2020). ANTARA FOTO/Septianda Perdana/pras.

tirto.id - Direktur Utama PT Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyebutkan pendapatan perseroan anjlok hingga 90 persen akibat pandemi COVID-19, seiring itu 70 persen pesawat dikandangkan karena sejumlah rute tidak beroperasi.

“Untuk Garuda sendiri, pendapatan kami menurun hampir di level 90 persenan. Pesawat kita 70 persen parkir di-grounded. Mayoritas penerbangan itu ‘load factor’-nya (tingkat keterisian) di bawah 50 persen. Jadi ini imbasnya sangat berat bagi Garuda dan maskapai lain,” kata Irfan dalam webinar yang bertajuk “Kolaborasi Merespons Dampak Pandemi COVID-19 dan Strategi Recovery pada Tatanan Kehidupan Normal Baru di Sektor Transportasi” di Jakarta, Selasa, seperti dilansir dari Antara.

Dia menambahkan penerbangan merupakan industri yang sangat terdampak dengan adanya pandemi ini karena mobilitas harus dibatasi, sementara mobilitas merupakan fundamental di industri penerbangan.

Selain itu, lanjut dia, dampaknya juga bukan hanya berhenti di maskapai, melainkan pula di bandara, perhotelan dan restoran ketika penerbangan terganggu.

“Yang lebih berat lagi, maskapai pada dasarnya industri yg sangat ‘capital intensive’ (padat modal) dan marginnya di bawah ‘double digit’. Begitu ada goyangan seperti ini akan sangat goyang sekali. Tadi ada grafik yang menyatakan saat awal Maret menukik drastis mulai dari penumpang dan pendapatan,” katanya.

Namun, lanjut dia, sebagai maskapai nasional (flag carrier), Garuda tetap memiliki kewajiban untuk menjaga konektivitas, karena itu pihaknya masih mengoperasikan rute-rute internasional, seperti dari Belanda, Australia, Jepang, Hong Kong, dan Korea Selatan serta rute-rute domestik.

“Buat Garuda, ini situasi unik yang harus dihadapi karena ini bukan semata-mata maskapai yang lain mudah ‘ah saya tutup dulu nunggu nanti kalau sudah baik’. Kami ini ‘national flight carrier’, mandat kami adalah memastikan konektivitas dan menyambungkan antarbangsa,” katanya.

Untuk itu, Irfan menjelaskan, secara perlahan pihaknya menurunkan frekuensi penerbangan di sejumlah rute.

“Secara dinamis kita liat tingkat keterisiannya dan kemudian pelan-pelan kita turunkan frekuensi penerbangannya. Seperti sebelumnya enam kali seminggu ke Amsterdam saat ini hanyas sekali seminggu. Tapi untuk memastikan konektivitas ini terjadi kita harus memastikan bahwa pergerakan orang yang harus bergerak terjadi. Karena kalau tidak kita bayangkan situasi saat 60-an yang memaksa kita berpikir waktu lama untuk berpindah,” katanya.

Garuda sebelumnya telah mengumumkan merumahkan sekitar 800 karyawan dengan status tenaga kerja kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) selama tiga bulan terhitung 14 Mei 2020.

Garuda juga minta pelonggaran pelunasan Trust Certificates Garuda Indonesia Global Sukuk Limited senilai USD 500 juta yang jatuh tempo pada 3 Juni 2020. Sukuk merupakan obligasi syariah yang diterbitkan untuk mencari pendanaan dari kreditur atau pemberi obligasi.

Baca juga artikel terkait GARUDA INDONESIA

tirto.id - Ekonomi
Sumber: Antara
Penulis: Antara
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti