Menuju konten utama

6.000 Personel TNI & Polri Dikerahkan Saat Demo Tolak Omnibus Law

Ribuan personel gabungan TNI, Polri dan Pemprov DKI Jakarta untuk pengamanan demonstrasi yang digelar KSPI dengan tuntutan menolak Omnibus Law dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

6.000 Personel TNI & Polri Dikerahkan Saat Demo Tolak Omnibus Law
Sejumlah pengunjuk rasa dari sejumlah organisasi buruh melakukan aksi damai menolak Omnibus Law' RUU Cipta Lapangan Kerja di Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (15/1/2020). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra.

tirto.id - Ribuan personel gabungan TNI, Polri dan Pemprov DKI Jakarta diturunkan guna pengamanan demonstrasi oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) perihal menolak Omnibus Law dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Aksi direncanakan di depan gedung DPR, Jakarta, Senin (20/1/2020). "Kami siapkan 6.013 personel gabungan untuk amankan demo," ucap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus saat dikonfirmasi, hari ini. Polisi mengimbau massa patuh pada peraturan dan menjaga ketertiban.

Sementara, polisi belum memberlakukan pengalihan arus lalu lintas di sekitar Senayan. "Untuk rekayasa lalu lintas sifatnya situasional," ujar Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Fahri Siregar.

Presiden KSPI yang juga Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Said Iqbal mengatakan, buruh KSPI sepakat dengan keberadaan investasi. Namun, mereka menolak jika nasib buruh menjadi korban akibat Omnibus Law.

Sebab, dalam pandangan Said Iqbal, Omnibus Law cipta lapangan kerja menghilangkan upah minimum, menghilangkan pesangon, membebaskan buruh kontrak dan outsourcing (fleksibilitas pasar kerja), mempermudah masuknya TKA, menghilangkan jaminan sosial, dan menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha.

"Jika pemerintah serius ingin menghilangkan hambatan investasi dalam rangka penciptaan lapangan kerja, maka pemerintah jangan keliru menjadikan masalah upah, pesangon, dan hubungan kerja menjadi hambatan investasi," kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Senin.

Iqbal mengutip hasil World Economic Forum yang mengatakan dua hambatan utama investor enggan datang ke Indonesia adalah masalah korupsi dan inefisiensi birokrasi. Ia meminta masalah tidak melebar ke nasib pekerja. "Jadi jangan menyasar masalah ketenagakerjaan," tegasnya.

Baca juga artikel terkait OMNIBUS LAW atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri