Menuju konten utama

59 Tahun Kejaksaan RI Mengawal Keadilan

Pada Hari Bhakti Adhyaksa 22 Juli lalu, Kejaksaan RI menyampaikan capaian kinerjanya sepanjang semester pertama tahun 2019

59 Tahun Kejaksaan RI Mengawal Keadilan
Ilustrasi Penegakan Keadilan. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Fungsi kejaksaan sebenarnya sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Peneliti Belanda W.F. Stutterheim mengungkap bahwa adhyaksa merupakan pejabat negara. Saat Hayam Wuruk berkuasa (1350–1389 M), adhyaksa diberi tugas untuk menangani masalah peradilan dalam sidang pengadilan. Para adhyaksa tersebut dipimpin langsung oleh adhyaksa yang tak lain adalah hakim tertinggi.

Beralih ke masa pendudukan Belanda, badan yang memiliki relevansi dengan kejaksaan adalah Openbaar Ministerie. Pada praktiknya, lembaga ini hanyalah perpanjangan tangan Belanda untuk mengemban misi terselubung, salah satunya mempertahankan segala peraturan negara.

Peranan Kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntut resmi difungsikan pertama kali pada masa pendudukan Jepang. Kejaksaan memiliki kekuasaan untuk menyidik kejahatan dan pelanggaran, menuntut perkara, serta mengurus pekerjaan lain yang wajib dilakukan menurut hukum. Begitu Indonesia merdeka, fungsi ini tetap dipertahankan sampai Negara RI membentuk badan-badan dan peraturan negara sesuai dengan ketentuan UUD.

Kejaksaan berada di bawah lingkup Departemen Kehakiman sejak kemerdekaan RI, namun resmi menjadi departemen terpisah pada 22 Juli 1960. Hingga kini, momen inilah yang diperingati sebagai HUT Kejaksaan RI atau Hari Bhakti Adhyaksa—pengabdian (bakti) para anggota Kejaksaan RI.

Kejaksaan RI terus mengalami perkembangan dan dinamika. Perubahan mendasar pertama terjadi saat pemerintah mengesahkan UU No.15 Tahun 1961 yang menegaskan Kejaksaan sebagai alat negara penegak hukum yang bertugas sebagai penuntut umum. Pada masa Orde Baru, UU No.15 Tahun 1961 diubah menjadi UU No.5 Tahun 1991. Perkembangan itu mencakup perubahan mendasar pada susunan organisasi serta tata cara institusi Kejaksaan.

Memasuki Masa Reformasi, saat di mana pemerintah dan lembaga penegak hukum tengah menjadi sorotan—khususnya dalam penanganan Tindak Pidana Korupsi—UU No.16 Tahun 2004 disahkan. Beleid tersebut merupakan peneguhan eksistensi Kejaksaan yang merdeka dan bebas dari pengaruh kekuasaan pemerintah maupun pihak lainnya. Momen ini pun disambut positif oleh masyarakat.

Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara mempunyai kedudukan sentral dalam penegakan hukum. Hanya lembaga inilah yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana. Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana.

Pada masa reformasi pula Kejaksaan mendapat bantuan dengan hadirnya lembaga-lembaga baru sebagai mitra dalam memerangi korupsi. UU No.30 Tahun 2002 kemudian mengamanatkan pembentukan pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus tindak pidana korupsi (extraordinary crime).

Pencapaian yang Patut Dibanggakan

Kini, tepat 59 tahun Kejaksaan RI mengawal proses keadilan di Tanah Air sesuai dengan visinya sebagai lembaga penegak hukum yang profesional, proporsional, dan akuntabel.

Segenap aparatur Kejaksaan RI berpegang kepada nilai luhur Tri Krama Adhyaksa. Kompetensi dan kapabilitasnya pun ditunjang dengan pengetahuan dan wawasan luas serta pengalaman kerja yang memadai, juga tetap berpegang teguh pada aturan dan kode etik profesi yang berlaku. Maka, dalam tiap aktivitasnya, Kejaksaan RI berharap peran aktif masyarakat.

“[…] prinsip transparansi dan keterbukaan sangatlah penting agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam mengawasi jalannya kinerja Kejaksaan,” kata Jaksa Agung H.M. Prasetyo.

Kejaksaan RI, secara berkala, menginformasikan capaian kinerja Kejaksaan Republik Indonesia, salah satunya adalah laporan capaian kinerja periode Januari hingga Juni 2019. Capaian disampaikan bertepatan dengan Hari Bhakti Adhyaksa pada 22 Juli.

Infografik Advertorial Kejaksaan Ri

Infografik apa saja sih capaian kejaksaan. tirto.id/Mojo

Hingga sekarang, sosialisasi dan internalisasi pembangunan zona integritas Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) telah dilaksanakan di 12 Kejaksaan Tinggi di seluruh Indonesia dalam rangka Reformasi Birokrasi Kejaksaan RI. Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI dan Badan Diklat Kejaksaan RI juga telah mencanangkan satuan kerjanya Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) setelah sebelumnya, pada 10 Desember 2018, bersama Badiklat Kejaksaan RI meraih predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dari KemenPANRB. Capaian lainnya adalah realisasi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kejaksaan RI per Juni 2019 senilai Rp425,5 miliar—telah mencapai 92,55 persen dari target tahunan hanya dalam waktu 6 bulan.

Kejaksaan RI mendapat opini Wajar tanpa pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Tahun 2018 berdasarkan hasil BPK RI. Ini adalah pencapaian selama tiga tahun berturut-turut yang patut diapresiasi.

Di Bidang Intelijen, nilai proyek yang dikawal oleh TP4P senilai lebih dari Rp8 triliun dan oleh TP4D senilai Rp65 triliun lebih. Program Tangkap Buronan (Tabur) 31.1 berhasil mengamankan 90 tersangka, terdakwa, maupun terpidana. Operasi Intelijen dugaan tipikor pun telah melakukan penyelidikan terhadap 205 kasus dan pencegahan keluar negeri 63 orang terkait perkara Pidana Umum dan Pidana Khusus (Kasus Korupsi).

Sejumlah program Bidang Intelijen yang terlaksana, di antaranya, 321 program dialog interaktif Jaksa Menyapa kerja sama Kejaksaan RI dan LPP RRI; 119 kegiatan Penerangan Hukum (Penkum) yang diikuti oleh peserta dari kementerian, lembaga, BUMN, BUMD, maupun Perguruan Tinggi; serta program Jaksa Masuk Sekolah (JMS)—agar siswa/i mengenal hukum sejak dini dan taat pada norma dan peraturan—di 387 sekolah dan diikuti oleh 36.769 peserta.

Dalam enam bulan terakhir pula, sesuai data Bidang Pidana Umum, 49.928 Perkara Tindak Pidana Umum yang dilimpahkan ke Pengadilan Negeri, belum termasuk 38 Perkara Tindak Pidana Terorisme dan eksekusi (incracht) Perkara Tindak Pidana Pemilu Sentra Gakumdu Pemilu 2019 sebanyak 113 perkara.

Dalam Bidang Pidana Khusus, terdapat ratusan perkara dalam proses penyelidikan dan hingga kini Kejaksaan RI telah berhasil menyelamatkan keuangan negara senilai Rp749 miliar dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) senilai Rp163 miliar lebih.

Di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Kejaksaan Agung RI maupun Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri, dan Cabang Kejaksaan Negeri seluruh Indonesia secara aktif memberikan Bantuan Hukum Litigasi maupun Non-Litigasi serta melakukan penyelamatan keuangan negara dan pemulihan kekayaan negara triliunan rupiah.

Bidang Pengawasan juga telah menjatuhkan hukuman disiplin baik tingkat ringan, sedang, maupun berat kepada 98 orang. Sementara Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI aktif melaksanakan bermacam diklat—Teknis, Fungsional, Revolusi Mental untuk Pelayanan Publik, Kepemimpinan Tingkat III, Kepemimpinan Tingkat IV, dan Pelatihan Dasar CPNS Golongan III demi meningkatkan kinerja adhyaksa.

H.M. Prasetyo mengungkapkan bahwa semua pencapaian ini patut disyukuri, tetapi tidak menjadikan adhyaksa berpuas diri. Ini justru momen untuk meningkatkan pengabdian demi terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang maju, unggul, utuh, adil, dan makmur—sesuai tema perayaan HUT Kemerdekaan RI yang ke-74, “Menuju Indonesia Unggul”.

“Dengan demikian maka keduanya saling sejalan, bersesuaian dan bertautan dalam narasi besar visi ‘Indonesia Maju’ di mana tidak ada lagi rakyat yang terabaikan untuk dapat meraih mimpi, harapan, dan cita-citanya,” ungkap H.M. Prasetyo dalam pidatonya pada Upacara Peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke-59.

Upaya mewujudkan visi “Indonesia Maju dan Unggul” tentu menjadi tanggung jawab seluruh anak bangsa. Jika tugas Kejaksaan RI terletak pada proses penegakan hukum, maka tugas masyarakat adalah mengawal sampai visi ini berhasil, memastikan kinerja Kejaksaan tak lepas dari prinsip keadilan yang diperoleh melalui keseimbangan antara suratan dan siratan rasa.

(JEDA)

Penulis: Tim Media Servis