Menuju konten utama

48 Tahanan Bareskrim Polri Positif COVID-19

Delapan tahanan dirawat di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, lantaran memiliki gejala batuk, demam, pusing, dan flu.

48 Tahanan Bareskrim Polri Positif COVID-19
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono memberikan keterangan pers tentang kasus penerbitan Rednotice - Ujaran kebencian di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (16/10/2020). ANTARA FOTO/Reno Esnir/wsj.

tirto.id - Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono mengumumkan puluhan tahanan di Rutan Bareskrim positif terinfeksi COVID-19.

"Sesuai laporan Kepala Pusdokkes Polri, hasil swab dari 170 tahanan Bareskrim, yang terkonfirmasi COVID-19 sebanyak 48 orang. 8 orang dengan gejala batuk, demam, pusing, flu dan 40 orang tanpa gejala," kata Awi dalam keterangan tertulis, Senin (16/11/2020).

Delapan tahanan yang positif COVID-19 dengan gejala dirawat di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur. Polri mengupayakan agar virus tak semakin menyebar di tahanan, seperti merawat tahanan yang memiliki gejala klinis dan terkonfirmasi Corona ke RS Polri, orang tanpa gejala sementara diisolasi di ruang tahanan terpisah.

"Menerapkan protokol kesehatan di ruang Tahanan dengan menyediakan masker, tempat mencuci tangan, cairan pembersih tangan, menjaga jarak, memberikan vitamin dan suplemen serta obat yang dibutuhkan," jelas Awi.

Mereka yang terkonfirmasi COVID-19 adalah Juliana, Novita Zahara, Wahyu Rasasi Putri (perkara KAMI Medan); Kewa Siba (perkara penipuan); Drelia Wangsih (perkara penipuan daring penjualan logam mulia); Jumhur Hidayat (perkara KAMI Jakarta); dan Sugi Nur Rahardja alias Gus Nur (perkara ujaran kebencian). Mereka dibantarkan pada 15 November, sekira pukul 20.15 WIB.

Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia, Masdalina Pane menyatakan tempat-tempat seperti penjara, pesantren, asrama, disebut populasi tertutup (close population). Populasi tertutup ini cenderung lebih aman, tapi yang jadi persoalan adalah mereka yang mengelola populasi ini.

"Jadi, petugas-petugas penjara itu bolak-balik ke komunitas, sehingga mereka berisiko terpapar dari orang lain. Pengelolaan untuk populasi tertutup ini sudah ada protokolnya. Secara berkala, mereka harus dilakukan zero survey," kata Masdalina kepada Tirto, Rabu (11/11).

Zero survey ini mendeteksi kemungkinan adanya kasus di dalam populasi tertutup walaupun tidak ada suspek. Apabila ada anggota di populasi tertutup memiliki gejala mirip COVID-19, maka orang tersebut langsung diperlakukan sebagai suspek. Dia mesti menjalani pemeriksaan tes usap (swab test) COVID-19.

"Karena populasi tertutup ini adalah wilayah berisiko lebih tinggi ketimbang populasi umum, karena rata-rata kapasitas mereka itu lebih rendah dibandingkan masyarakat umum," terang Masdalina.

Baca juga artikel terkait COVID-19 atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan