Menuju konten utama

4 Tahapan Psikologis New Normal yang Harus Dilalui: Perlu Adaptasi

4 tahapan New normal life yang harus dilalui: mulai dari ketidakpastian hingga kelaziman baru.

4 Tahapan Psikologis New Normal yang Harus Dilalui: Perlu Adaptasi
Ilustrasi New Normal. foto/istockphoto

tirto.id - Pemerintah sudah mencanangkan kelaziman baru atau new normal yang rencananya akan diterapkan dalam waktu dekat.

Jika diimplementasikan, kelaziman baru ini merupakan praktik relaksasi dari PSBB yang sudah dijalankan beberapa wilayah di Indonesia.

Skenario new normal itu juga disiapkan kementerian kesehatan melalui kebijakan nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 pada 20 Mei tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.

Pedoman itu ditujukan untuk memberikan acuan pengelola tempat kerja di instansi pemerintah, perusahaan swasta, BUMN, dinas kesehatan provinsi, dan kabupaten/kota saat masa PSBB dan setelah PSBB berakhir.

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto berharap, protokol kesehatan diterapkan karena kerumunan orang di tempat kerja punya risiko penularan virus SARS-CoV-2.

Dari tinjauan psikologi, sejak COVID-19 menyerang Indonesia dan ada imbauan untuk berdiam diri di rumah, sebenarnya sendi-sendi kehidupan masyarakat sudah mulai bergulir menuju tatatan hidup yang berbeda.

Sejak protokol kesehatan digembar-gemborkan, orang-orang mulai menerapkan physical distancing, mencuci tangan teratur, hingga membiasakan diri mengenakan masker.

Pola hidup yang demikian belum meluas sebelum COVID-19 ditetapkan sebagai pandemi.

Dr. Carole Pemberton, ahli resiliensi psikologis, Visiting Profesor dari University of Ulster, dalam ulasan "Has Lockdown Become Your New Normal?", menuliskan empat tahapan yang dilalui individu menghadapi keadaan baru:

Tahap 1: Ketidakpastian

Momen-momen ketika COVID-19 merebak dan saat kebijakan karantina mulai diimplementasikan, orang-orang mulai dilanda perasaan ketidakpastian.

Sebagian besar merasa gelisah dan bertanya-tanya: Kapan pandemi COVID-19 berakhir? Bagaimana jika keadaan tak menentu ini menghancurkan pola kerja dan rutinitas lazimnya?

Fase ketidakpastian ini ditandai dengan perasaan terganggu yang berlebihan, orang-orang merasa cemas, emosional, dan kebingungan.

Tahap 2: Disrupsi

Ketika fase ketidakpastian benar-benar nyata, mulailah keadaan menjadi tak terkendali. Terjadi disrupsi besar-besaran. Perusahaan, sekolah, universitas, badan pemerintah dan lembaga swasta merasakan dampak luar biasa.

Orang-orang yang awalnya hanya gelisah, kini menjadi panik. Keadaan ekonomi menjadi kacau balau. Orang-orang merasa bahwa COVID-19 adalah bencana yang merusak hidup mereka.

Penyedia lapangan kerja mulai merumahkan karyawan-karyawannya dan PHK besar-besaran terjadi di banyak sektor dan wilayah.

Tahap 3: Adaptasi

Selepas disrupsi besar-besaran, orang-orang mulai berpikir bahwa tak ada jalan lain kecuali harus menerima keadaan saat ini.

Selagi menunggu pandemi mereda dan ahli kesehatan mencari solusinya, mau tidak mau, individu mesti beradaptasi dengan keadaan.

Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan, sekolah, universitas, lembaga swasta dan pemerintah mulai menerapkan kebijakan-kebijakan baru.

Mulai dari pembelajaran jarak jauh (remote learning), bekerja dari rumah (work from home), serta mengikuti imbauan protokol kesehatan yang disarankan ahli kesehatan, seperti menerapkan physical distancing, mencuci tangan teratur, dan mengenakan masker ketika berada di luar rumah.

Sebagaimana ungkapan terkenal dari Charles Darwin: “Survival of the fittest”, yang paling bisa beradaptasilah yang akan bertahan hidup.

Orang-orang berusaha mencari celah dan beradaptasi untuk menjalani keadaan yang tidak lazim karena pandemi COVID-19.

Tahap 4: Kelaziman Baru atau New Normal

Pada tahap keempat, orang-orang mulai mengembangkan norma-norma baru. Mulai dari rutinitas sehari-hari: bagaimana cara bekerja, belajar, cara terhubung, dan bersosialisasi dengan sesama melalui media dan sumber daya yang tersedia.

Internet menjadi kebutuhan sehari-hari, orang-orang beralih ke media sosial, hiburan daring, aplikasi pembelajaran, metode kerja, dan lain sebagainya.

Ketika skenario kelaziman baru atau new normal sudah memasyarakat, lambat laun orang-orang mulai terbiasa dengan cara hidup baru.

Hal-hal yang awalnya kelihatan aneh, kini diterima dan bukan tidak mungkin menjadi kebiasaan sehari-hari yang jika tidak dikerjakan akan memperoleh sanksi sosial di masyarakat.

Baca juga artikel terkait THE NEW NORMAL atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno