Menuju konten utama

27 Steps of May, Inspirasi Korban Kekerasan Seksual Melawan Trauma

'27 Steps of May' menarasikan langkah-langkah May dalam upaya melawan trauma masa lalu sebagai korban pemerkosaan.

27 Steps of May, Inspirasi Korban Kekerasan Seksual Melawan Trauma
Film 27 Steps of May. FOTO/IMDB.

tirto.id - Produser film 27 Steps of May Wilza Lubis berharap filmnya bisa menjadi inspirasi bagi para korban kekerasan seksual untuk bisa keluar dari trauma. Ia ingin agar film ditonton oleh sebanyak-banyaknya penonton agar makin banyak orang yang berempati pada korban kekerasan seksual.

“Walaupun kita korban, kita mesti bisa keluar dari trauma karena kita sendiri yang bertanggung jawab untuk atas upaya mencapai kebahagiaan,” katanya dalam sesi tanya jawab usai pemutaran terbatas film 27 Steps of May di CGV fX Sudirman, Jakarta, pada Kamis (18/4/2019).

27 Steps of May bercerita tentang May (Raihaanun) yang diperkosa oleh sekelompok pria tak dikenal saat masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Delapan tahun setelah kejadian May masih dilanda trauma berat hingga tak mau keluar kamar apalagi keluar rumah.

Sehari-hari May membuat boneka dengan dibantu Bapak (Lukman Sardi). Penjualan boneka bisa dipakai untuk makan sehari-hari. Bapak yang memasak, tapi May hanya mau menu tanpa bumbu macam-macam. Di luar itu semua May mampu mengurus dirinya sendiri tanpa sekalipun keluar dari kamar.

Komunikasi keduanya terputus karena May tak pernah mengucap sepatah kata pun sejak kejadian pemerkosaan. Bapak merasa amat bersalah karena gagal melindungi anak semata wayangnya. Ia kemudian melampiaskan frustasi dengan melakoni tinju amatir hingga tarung bebas ilegal.

Penulis naskah Rayya Makarim mengungkapkan ide awalnya berasal dari peristiwa pemerkosaan massal pada Mei 1998 atau tak lama setelah Orde Baru lengser. Tapi, setelah diskusi panjang, ia dan sutradara Ravi Bharwani bersepakat untuk tidak membuat film yang politis.

“Kita ambil temanya, kita bungkus dalam bentuk yang lebih personal, tentang hubungan antara si bapak dan si anak. Ada evolusi dalam cerita, langkah-langkah seseorang yang punya trauma pemerkosaan. Bagi yang pernah punya trauma, pernah terasa terisolir, karakter May mencoba keluar dari itu.”

Ravi mengatakan proses pembuatan film, mulai dari riset hingga pasca-produksi, memakan waktu hingga lima tahun. Tiap adegan membutuhkan diskusi yang panjang. Sementara itu para pemeran dituntut untuk berakting dengan intens.

“Bukan sekedar membaca, tapi merasakan dan membawakan isi skenario ke penonton melalui akting,” katanya.

90 persen adegan yang dibawakan May tidak menggunakan dialog verbal. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Raihaanun. Aktris pasangan sineas Teddy Soeriaatmadja ini mengaku terbantu karena dipasangkan dengan Lukman Sardi yang ia sebut sebagai “lawan main yang luar biasa.”

Lukman memuji balik Raihannun. Ia menyebut sang aktris sebagai blessing karena mampu “menerjemahkan karakternya dengan baik”.

“Ini soal aksi dan reaksi, antara saya dan Raihannun. Ini team work yang baik. Kru-nya juga, sangat support, sesuatu yang jarang terjadi di film Indonesia,” katanya.

Sejumlah korban kekerasan yang datang dalam pemutaran film mengungkap traumanya saat sesi tanya jawab. Diskusi pun sempat membahas bagaimana kekerasan seksual masih jadi ancaman bagi banyak perempuan di Indonesia.

Lukman mengaku jarang-jarang bisa kehilangan kata-kata dalam acara pemutaran film, seperti yang ia rasakan pada acara sore itu. Pasalnya, kata aktor sekaligus Ketua Komite FFI itu, penonton terlihat sangat intens sekaligus mendalam selama menghayati 27 Steps of May.

“Ini sebuah film yang penting bukan hanya untuk kaum perempuan, tapi juga kaum pria, untuk semua orang. Saya harap semua pihak, terutama pemerintah, juga lebih memperhaikan isu kekerasan seksual,” ujarnya.

Film 27 Steps of May mulai ditayangkan di bioskop-bioskop reguler pada Sabtu, 27 April 2019.

Baca juga artikel terkait FILM INDONESIA atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Film
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan