Menuju konten utama

21 Koruptor Ajukan Peninjauan Kembali, ICW: MA Harus Menolak

ICW meminta kepada Mahkamah Agung untuk menolak Peninjauan Kembali yang diajukan oleh para koruptor.

21 Koruptor Ajukan Peninjauan Kembali, ICW: MA Harus Menolak
Sejumlah Aktivis dan Anggota Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menggelar aksi Kamisan ke-606 di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (17/10/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta kepada Mahkamah Agung (MA) untuk waspada terhadap upaya Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh para pelaku korupsi. Berdasarkan catatan ICW, setidaknya ada 21 terpidana kasus korupsi yang sedang mengajukan upaya hukum luar biasa itu.

“Publik khawatir ini dijadikan jalan pintas oleh pelaku korupsi untuk terbebas dari jerat hukum. Banyak nama-nama besar, mulai Anas Urbaningrum, Setya Novanto, sampai pada OC Kaligis yang sedang berupaya menempuh jalur tersebut,” ujar Kurnia Ramadhana dalam pernyataan tertulis yang diterima Tirto, Selasa (5/11/2019).

ICW pun membeberkan beberapa kasus di tahun 2019, MA justru tak memberikan efek jera kepada para terpidana korupsi, tapi mengurangi hukuman kasus korupsi di tingkat PK. Model pengurangan hukuman itu terbagi menjadi dua, yakni pengurangan pidana penjara dan pengurangan ataupun penghapusan uang pengganti.

“Ini sekaligus menegaskan dugaan selama ini yang timbul di tengah masyarakat, bahwa lembaga peradilan tidak lagi berpihak pada pemberantasan korupsi,” tutur Kurnia.

Berdasarkan data yang dimiliki ICW, tren vonis pada tahun 2018 menunjukkan bahwa rata-rata hukuman kepada pelaku korupsi hanya 2 tahun 5 bulan penjara. Belum lagi, di level PK, sejak tahun 2007 hingga 2018, MA telah membebaskan 101 narapidana.

Kurnia mengatakan, jika fenomena pemberian keringanan hukuman bagi pelaku korupsi terus terjadi, maka kepercayaan publik pada MA akan semakin menurun. Pernyataan tersebut bisa dibuktikan dari survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia dan ICW pada Oktober lalu, kepercayaan publik kepada MA, kurang dari 70 persen.

ICW pun meminta kepada Ketua MA agar selektif memilih majelis yang memeriksa permohonan PK dari para terpidana korupsi. Sebab, dalam sepuluh putusan PK, ada hakim yang kerap memberikan putusan ringan, seperti LL Hutagalung (meringankan hukuman Tarmizi, Patrialis Akbar, Rusli Zainal, OC Kaligis, dan Sanusi), Andi Samsan Nganro (meringankan hukuman Tarmizi, Patrialis Akbar, Angelina Sondakh, dan Cahyadi Kumala), dan Sri Murwahyuni (meringankan hukuman Choel Mallarangeng, Suroso Atmomartoyo, Tarmizi, dan Patrialis Akbar).

ICW pun menuntut kepada KPK dan Komisi Yudisial (KY) untuk mengawasi proses jalannya Peninjauan Kembali di MA. Selain itu, mereka juga meminta kepada Majelis Hakim di MA untuk menolak seluruh PK dari terpidana kasus korupsi.

Tuntutan tersebut, kata Kurnia, karena menilik syarat PK yang telah diatur secara tegas dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP.

“Yang berbunyi bahwa 1) Apabila terdapat keadaan/novum baru; 2) putusan yang keliru; 3) kekhilafan dari hakim saat menjatuhkan putusan. Namun dalam beberapa kesempatan, syarat itu kerap diabaikan, sehingga putusan yang dihasilkan jauh dari rasa keadilan bagi masyarakat,” tandas Kurnia.

Berikut daftar pelaku korupsi yang masih dalam proses Peninjauan Kembali:

  1. Rico Diansari, Pelaku Swasta: kasus perantara suap Gubernur Bengkulu dengan hukuman 6 tahun dan denda Rp200 juta,
  2. Suparman, mantan Bupati Rokan Hulu: kasus suap R-APBD Rokan Hulu dengan hukuman 4,5 tahun dan denda Rp200 juta,
  3. Anas Urbaningrum, mantan Anggota DPR RI: kasus korupsi dan pencucian uang proyek Hambalang dengan hukuman 14 tahun, denda Rp5 miliar, uang pengganti Rp57 miliar dan USD 5 juta,
  4. Guntur Manurung, mantan Anggota DPRD Sumut: kasus suap DPRD Sumut dengan hukuman 4 tahun, denda Rp200 juta, uang pengganti Rp350 juta,
  5. Saiful Anwar, mantan Direktur Keuangan PAL: kasus suap penjualan kapal perang Strategic Sealift Vessel (SSV) kepada instansi pertahanan Filipina dengan hukuman 4 tahun dan denda Rp200 juta,
  6. Badaruddin Bachsin, panitera pengganti Pengadilan Bengkulu: kasus perantara suap hakim pengadilan Tipikor Bengkulu dengan hukuman 4 tahun dan denda Rp400 juta,
  7. Siti Marwa, mantan Direktur Keuangan PT Berdikari: kasus Korupsi pupuk urea dengan hukuman 4 tahun dan denda Rp500 juta,
  8. Saipudin, mantan Asisten Daerah III Provinsi Jambi: kasus uang ketok palu pengesahan RAPBD Provinsi Jambi dengan hukuman 3 tahun 6 bulan dan Rp100 juta,
  9. Erwan Malik, mantan Plt Sekda Provinsi Jambi: kasus suap uang ketok palu pengesahan APBD Provinsi Jambi dengan hukuman 4 tahun dan denda Rp100 juta,
  10. Maringan Situmorang, sebagai pelaku swasta kontraktor: kasus memberikan suap kepada Bupati Batubara dengan hukuman 2 tahun dan denda Rp100 juta,
  11. Donny Witono, mantan Direktur PT Menara Agung Pusaka: kasus memberikan suap kepada Bupati Hulu Sungai Tengah dengan hukuman 2 tahun dan denda Rp50 juta,
  12. OK Arya Zulkarnaen, mantan Bupati Batubara: kasus menerima suap pekerjaan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Batubara dengan hukuman 5 tahun 6 bulan, denda Rp200 juta, dan uang pengganti Rp5,9 miliar,
  13. OC Kaligis, pengacara: kasus suap Hakim dan Panitera PTUN Medan dengan hukuman 7 tahun dan denda Rp300 juta,
  14. Rohadi, Panitera PN Jakarta Utara: kasus menerima suap terkait penanganan perkara Saiful Jamil dengan hukuman 7 tahun dan denda Rp300 juta,
  15. Setya Novanto, mantan Ketua DPR RI: kasus perkara korupsi KTP-Elektronik dengan hukuman 15 tahun, denda Rp500 juta, dan uang pengganti USD 7,3 juta,
  16. Samsu Umar Abdul, mantan Bupati Buton: kasus suap sengketa Pilkada di MK dengan hukuman 3 tahun dan denda Rp 150 juta,
  17. Rita Widyasari, mantan Bupati Kutai Kertanegara: kasus gratifikasi dan pencucian uang dengan hukuman 10 tahun dan denda Rp600 juta,
  18. Johanes B. Kotjo, pelaku swasta: kasus suap proyek PLTU Riau dengan hukuman 4 tahun 6 bulan dan denda Rp250 juta,
  19. Imam Ariyadi, mantan Walikota Cilegon: kasus suap izin amdal Cilegon dengan hukuman 6 tahun,
  20. Dirwan Mahmud, mantan Bupati Bengkulu Selatan: kasus suap proyek infrastruktur dengan hukuman 6 tahun dan denda Rp300 juta,
  21. Nur Alam, mantan Gubernur Sulawesi Tenggara: kasus korupsi izin usaha pertambangan dengan hukuman 12 tahun dan denda Rp750 juta.

Baca juga artikel terkait KORUPSI atau tulisan lainnya dari Widia Primastika

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Widia Primastika
Editor: Widia Primastika