Menuju konten utama

16 HAKTP, Buruh Minta Lingkungan Aman Tanpa Diskriminasi Perempuan

Kampanye 16 Hari Antikekerasan terhadap Perempuan, KPBI meminta diskriminasi dihapuskan bagi buruh perempuan.

16 HAKTP, Buruh Minta Lingkungan Aman Tanpa Diskriminasi Perempuan
Sejumlah buruh dari berbagai organisasi melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Jumat (19/11/2021). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.

tirto.id -

Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) melakukan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia, mulai 25 November - 10 Desember 2021.

Dalam kampanye tahun ini, KPBI meminta kepada pemerintah dan perusahaan agar menciptakan lingkungan aman dan menghapus diskriminasi bagi para pekerja perempuan.

"Bagi buruh, kekerasan seksual juga banyak dialami di tempat kerja. Mulai dari pelecehan seksual secara verbal, perlakuan diskiriminasi hingga kekerasan fisik bahkan permintaan seksual," kata Wakil Ketua Umum KPBI, Jumisih melalui keterangan tertulisnya, Kamis (25/11/2021).

Kekerasan seksual ini, kata Jumisih, seringkali dilakukan oleh sesama rekan kerja dan tak sedikit yang melibatkan pimpinan perusahaan. Relasi kuasa yang timpang membuat korban tak mampu melawan itu.

"Di sisi lain, meletakkan tindakan tersebut sebagai kewajaran menjadikan kekerasan seksual semakin subur dan tidak segera terselesaikan," ucapnya.

Dirinya menjelaskan, berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2018 menyatakan bahwa 1 dari 3 perempuan berusia 15 tahun ke atas di seluruh dunia telah mengalami kekerasan fisik atau seksual oleh pasangan intim.

Sementara di Indonesia, berdasarkan data Catatan Tahunan Komnas Perempuan, kasus kekerasan terhadap perempuan pada 2020 mencapai 299.911.

Jumisih menyatakan, kondisi tersebut semakin diperburuk dengan disahkannya Undang-undang (UU) Cipta Kerja, Oktober 2020 lalu. Buruh perempuan semakin mengalami kondisi yang pelik. Mereka terpaksa juga harus menghadapi situasi kerja yang semakin buruk.

"Upah murah, status kerja tidak manusiawi, target produksi tidak rasional, hak lain (cuti haid, cuti melahirkan, ruang aman untuk menyusui) yang terancam hilang akibat penerapan politik fleksibilitas tenaga kerja," tuturnya.

Selain itu, di tengah kritisnya situasi ini bagi buruh perempuan, perlindungan negara terhadap perempuan juga sangat minim. Sampai saat ini, RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan Ratifikasi Konvensi ILO 190 tak kunjung disahkan.

Padahal kata dia, lingkungan yang aman tanpa kekerasan dan diskriminasi, serta menyejahterakan adalah hak setiap manusia.

"Dalam rangka menyatakan perlawanan atas berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan, maka konsolidasi penyatuan gagasan dan penyatuan gerakan adalah kunci perubahan untuk dunia yang lebih baik," tukasnya.

Oleh karena itu, KPBI menuntut kepada pemerintah untuk:

1. Cabut UU Cipta Kerja dan PP 36/2021

2. Terapkan upah layak dan setara untuk buruh perempuan

3. Sahkan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS)

4. Ratifikasi Konvensi ILO 190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Diskriminasi di Dunia Kerja

5. Sahkan RUU Pekerja Rumah Tangga (PRT)

Baca juga artikel terkait 16 HARI ANTI KEKERASAN PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri