Menuju konten utama

13 Aktivis KNPB Merauke: Ditangkap Paksa, Disiksa, Sakit di Penjara

Anggota KNPB ditangkap tanpa prosedur normal. Di tahanan mereka disiksa. Di pengadilan gugatan mereka ditolak.

13 Aktivis KNPB Merauke: Ditangkap Paksa, Disiksa, Sakit di Penjara
Massa dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) berorasi saat menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda Monas, Jakarta, Selasa (1/12/2020). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Gugatan praperadilan terhadap penangkapan 13 anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB), sebuah organisasi politik yang berkampanye untuk kemerdekaan West Papua, ditolak pada 25 Januari 2021. Hakim Pengadilan Negeri Merauke Ganang Hariyudo Prakoso menyatakan penangkapan terhadap mereka sah.

“Menolak permohonan praperadilan para pemohon untuk seluruhnya; membebankan biaya perkara kepada para pemohon sejumlah nihil,” begitu putusan hakim.

Mereka adalah Zakarias Yakobus Sraun (40), Piter Wambon (32), Cristianus Yandum (39), Robertus Landa (23), Michael Bunop (24), Elia Kmur (38), Marianus Anjom (24), Kristian Anggunop (24), Emanuel Omba (24), Petrus Kutey (27), Linus Pasim (25), Salerus Kamogou (23), dan Yohanis Yawon (32).

Sekretariat KNPB Wilayah Almasuh, Jalan Domba III, Kabupaten Merauke, didatangi oleh Polres Merauke pada Minggu 13 Desember 2020 siang. Enam anggota KNPB dibawa ke markas polisi. Sekitar jam 9 malam waktu setempat tujuh orang juga ditangkap di tempat yang sama.

Sebelum penangkapan, tim Polres Merauke sedang giat berpatroli untuk mengantisipasi kegiatan KNPB memperingati 1 Desember Papua. Mereka juga sempat menangkap sejumlah aktivis KNPB pada 29 November 2020.

Kasat Reskrim Polres Merauke AKP Agus Pombos mengatakan penangkapan dilakukan lantaran anggota KNPB mengabaikan peringatan kepolisian dan terus mengulangi perbuatan mereka: membuat gambar Bintang Kejora dan mengajak orang lain untuk referendum.

“Di sekretariat itu polisi menemukan lambang organisasi terlarang, simbol bendera Bintang Kejora, termasuk dokumen atau selebaran dan buku-buku ideologi yang bertentangan Pancasila,” jelas Agus kepada reporter Tirto, Rabu (10/2/2021).

Kuasa hukum para pelapor, Emanuel Gobay, mengatakan tak ada pembahasan soal makar atau kegiatan lain yang mengandung unsur pidana saat penangkapan, juga tak ada pengibaran Bintang Kejora. Mereka, kata Gobay, hanya berkumpul biasa saja.

Ketika datang pukul 12 siang, tak ada polisi yang menunjukkan surat perintah penggeledahan apalagi penangkapan. “Polisi datang, langsung tangkap,” kata Emanuel kepada reporter Tirto. Ini terulang pada penangkapan pada malam hari.

Selain dianggap ilegal, kurangnya alat bukti dalam perkara ini membuat mereka bulat mengajukan praperadilan--meski akhirnya kalah juga.

Emanuel menegaskan mereka yang ditangkapi adalah korban kriminalisasi pasal makar. Mereka dijerat Pasal 106 KUHP, Pasal 107 KUHP, dan Pasal 110 KUHP juncto Pasal 87 KUHP.

Aktivis dari Pembangunan Demokrasi dan Kemanusiaan Leonardus O Magai juga mengatakan ini adalah kriminalisasi dan oleh karena itu proses hukum tak semestinya dilanjutkan. “Atas berbagai bukti dugaan kriminalisasi, saya meminta Kapolda Papua segera menghentikan penyidikan terhadap aktivis KNPB Merauke,” tutur Leonardus kepada reporter Tirto, Rabu.

Dianiaya dan Sakit

Emanuel Gobay juga menyebut para anggota KNPB yang ditahan mengalami penyiksaan. Dia bilang beberapa orang disabet menggunakan rotan, diinjak, dan dipukul. Ia menunjukkan foto tiga punggung klien luka bekas sabetan.

Sementara Jubi melaporkan sebelum dipukul rotan dan diinjak-injak, mereka diperintahkan membuka baju dan tidur dalam keadaan tengkurap di atas tanah. Tangan mereka diikat ke belakang.

Tak hanya itu, salah satu tahanan bernama Cristianus Yandum harus dilarikan ke Rumah Sakit Angkatan Laut Merauke karena sesak napas. Ia punya riwayat sakit paru-paru. Ketika dalam tahanan, batuknya menjadi. Kuasa hukum mengajukan permohonan pembantaran tapi polisi tak meresponsnya saat itu juga.

Bisa dibilang pemenuhan hak kesehatan bagi tersangka termasuk lambat, katanya, padahal itu merupakan hak tahanan.

Kapolres Merauke AKBP Untung Sangaji mengakui ada penganiayaan dan itu lumrah, katanya. “Itu karena [mereka] sudah tiga kali [diperingati]. Sudah lapor ke kapolda dan tak apa, sudah biasa itu. Kami punya negara dicaci maki, kok.” katanya.

Penyiksaan terhadap tahanan jelas dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.

Atas dasar itu Emanuel mengatakan tim kuasa hukum akan mengadukan dugaan penganiayaan ini kepada Divisi Profesi dan Pengamanan.

Para anggota KNPB kini mendekam di tahanan Polres Merauke. Kasat Reskrim Polres Merauke AKP Agus Pombos menyebut proses hukum mereka dalam tahap P-18 atau hasil penyelidikan belum lengkap. Sementara Kapolres Merauke AKBP Untung Sangaji mengatakan dia bisa saja membebaskan 13 tahanan dengan syarat mereka bersedia membuat surat pernyataan ‘kembali ke NKRI’.

Baca juga artikel terkait KNPB atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino