Menuju konten utama

12 Prinsip Kimia Hijau Beserta Penjelasan dan Tujuan Penerapannya

12 prinsip kimia hijau dicetuskan oleh Paul Anastas dan John C. Warner. Berikut penjelasan 12 prinsip kimia hijau dan tujuan penerapannya.

12 Prinsip Kimia Hijau Beserta Penjelasan dan Tujuan Penerapannya
Illustrasi kimia. foto/i-stockphoto

tirto.id - Ada 12 prinsip kimia hijau yang dicetuskan oleh Paul Anastas dan John C. Warner. Berikut penjelasan 12 prinsip kimia hijau dan tujuan penerapannya.

Para ilmuwan dewasa ini terus berusaha mencari bahan kimia yang tidak berbahaya tetapi berguna untuk industri bersih dan ramah lingkungan. Gerakan ini disebut green chemistry atau Kimia Hijau.

Kimia Hijau adalah metode mengurangi bahaya bahan kimia, di samping tetap memungkinkan industri memproduksi barang dengan cara efisien dan efektif. Kimia Hijau dianggap sebagai bagian esensial dalam program komprehensif untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dunia.

Istilah kimia hijau mulai mengemuka sejak awal 1990-an, terutama setelah Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (US EPA) menerbitkan Pollution Prevention Act.

Mengutip publikasi American Chemical Society (ACS), frase "Kimia Hijau" dimunculkan di beleid itu untuk mendorong kolaborasi antara pemerintah, industri, dan ilmuwan. Kolaborasi itu diharapkan dapat memperkuat upaya pencegahan polusi dan pencemaran lingkungan.

Sejak saat itu, pemakaian istilah kimia hijau semakin umum di bidang pelestarian lingkungan dan kajian akademis. Universitas Massachusett di Boston bahkan membentuk program doktoral dengan nama Kimia Hijau pada tahun 1997.

12 Prinsip Kimia Hijau dan Penjelasannya

Paul Anastas dan John C. Warner kemudian menulis buku Green Chemistry: Theory and Practice yang terbit di tahun 1998. Di buku ini, untuk pertama kali, Anastas dan Warner memperkenalkan 12 Prinsip Kimia Hijau. Buku ini pun memperbesar pengaruh gerakan kimia hijau di dunia.

Berikut daftar 12 prinsip Kimia Hijau yang dicetuskan Anastas dan Warner beserta penjelasannya:

1. Mencegah Limbah

Seperti pepatah mencegah lebih baik daripada mengobati, prinsip ini menekankan perencanaan yang matang guna mencegah terbentuknya limbah beracun sebelum mulai produksi. Pencegahan terbentuknya limbah beracun akan lebih baik daripada menangani dan membersihkannya.

2. Memaksimalkan nilai ekonomi suatu atom

Prinsip ini mendorong efisiensi penggunaan atom dalam menggabungkan bahan-bahan kimia dalam proses sintesis. Tujuannya adalah mengurangi limbah hingga level molekul dengan memaksimalkan jumlah atom dari semua pereaksi dalam proses produksi.

3. Sintesis kimia yang bahayanya sedikit

Sebagaimana yang pertama, prinsip ini menyokong penggunaan bahan kimia yang tidak/kurang berbahaya, sejak awal produksi. Diharapkan sintesis bahan kimia tidak berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan.

4. Mendesain proses yang melibatkan bahan kimia aman

Tidak semua bahan kimia aman bisa digunakan untuk berbagai produk dan tujuannya. Oleh karena itu, jika suatu produk memang perlu menggunakan bahan yang memiliki sifat beracun, diharapkan bisa dikurangi selagi tetap menjaga keefisienannya.

5. Menggunakan pelarut dan kondisi reaksi yang lebih aman

Selain bahan-bahan dasar dan bahan-bahan pendukung, zat kimia pelarut yang digunakan juga harus aman dan tidak berbahaya. Hal ini agar proses produksi tidak menghasilkan banyak limbah berbahaya.

6. Mendesain efisiensi energi

Prinsip ini menekankan keberlanjutan dari produksi sehingga dalam perkembangannya energi yang digunakan atau dikeluarkan harus lebih efisien. Maka itu, reaksi kimia yang dipilih adalah terkecil energinya.

7. Menggunakan bahan baku terbarukan

Prinsip ini menekankan penggunaan bahan dasar yang sifatnya tidak susah diproduksi/dicari atau langka. Prinsip ini juga mengedepankan pemakaian bahan produksi yang dapat diperbarui supaya meminimalisir risiko kerusakan lingkungan.

8. Mengurangi bahan turunan kimia

Prinsip ini berkaitan lagi dengan efisiensi penggunaan energi, bahan dasar, maupun bahan-bahan kimi pendukung dalam produksi. Tujuannya mencegah limbah berlebih dan berbahaya.

9. Menggunakan katalis untuk efektivitas

Katalis adalah zat yang mempercepat atau memperlambat reaksi kimia. Katalis digunakan untuk bisa meminimalkan energi dan meningkatkan efisiensi.

10. Mendesain bahan kimia dan produk yang terdegradasi setelah dipakai

Prinsip ini didasari harapan bahwa produk-produk berbahan kimia dirancang untuk bisa mudah terdegradasi menjadi limbah yang tidak berbahaya. Dengan begitu, limbah mudah terurai secara alami.

11. Menganalisis secara langsung untuk mencegah polusi

Prinsip ini menegaskan pentingnya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dilakukan secara langsung dan konprehensif. Tujuannya untuk bisa merancang sistem produksi yang minim bahkan tanpa polusi atau limbah.

12. Mencegah potensi kecelakaan

Bahan kimia yang digunakan harus aman dengan risiko kecelakaan minim. Jadi, selain harus aman dari dampaknya ke lingkungan, bahan kimia yang pilih juga tidak memiliki risiko kecelakaan besar saat digunakan dalam produksi.

Contoh Penerapan Kimia Hijau dalam Kehidupan Sehari-Hari

Berikut adalah contoh penerapan konsep Kimia Hijau dalam kehidupan sehari-hari.

1. Dalam hubungannya dengan keamanan pangan, konsep kimia hijau diterapkan dengan konsep pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) untuk mengurangi dampak buruk penggunaan zat-zat kimia untuk lingkungan pertanian.

2. Menggunakan energi alternatif sebagai pengganti sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, seperti biogas, biodiesesl, biofuel, dan lainnya.

3. Menerapkan 3R dalam penggunaan energi, yaitu reuse (menggunakan kembali), recycle (daur ulang), dan reduce (mengurangi).

4. Penggunaan cat ramah lingkungan dan tidak mengandung VOC (zat yang mudah menguap, sehingga dapat bersifat berbahaya bagi kesehatan). Misalnya, cat yang berbasis pelarut dari tanaman yang tidak berbau, mudah dibersihkan, dan berdaya tutup yang baik.

5. Menggunakan plastik yang ramah lingkungan untuk mulai menggantikan plastik yang berasal dari petroleum. Beberapa produk plastik ramah lingkungan tersebut dibuat dari hasil pertanian, seperti jagung, kentang, dan gula dari buah bit.

6. Penerapan teknologi daur ulang pelarut organik yang digunakan untuk langkah-langkah pembuatan zat kimia, seperti pada sistem fermentasi, ekstraksi, pembentukan dan tahap akhir produk. Pelarut-pelarut yang berbahaya bagi lingkungan diganti dengan pelarut yang ramah lingkungan seperti jenis dari soy methyl ester dan laktat ester yang berasal dari kedelai, yang mampu menggantikan pelarut yang merupakan turunan produk minyak bumi terklorinasi.

Baca juga artikel terkait ILMU KIMIA atau tulisan lainnya dari Muhammad Iqbal Iskandar

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Muhammad Iqbal Iskandar
Penulis: Muhammad Iqbal Iskandar
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Yulaika Ramadhani