Menuju konten utama

12 November Hari Ayah, Mengapa Indonesia Perlu Memperingatinya?

12 November Hari Ayah Nasional dan kita perlu juga memperingati seperti layaknya Hari Ibu. Mengapa demikian? Berikut ini penjelasannya.

12 November Hari Ayah, Mengapa Indonesia Perlu Memperingatinya?
Ilustrasi Ayah dan anak. foto/Istockphoto

tirto.id - Hari Ayah Nasional mungkin masih kalah populer dari Hari Ibu. Tidak heran jika masih ada yang bertanya soal "12 November hari apa?" Ada rangkaian peristiwa yang menyebabkan kenapa tanggal 12 November disebut Hari Ayah Nasional, dan mengapa kita perlu memperingatinya.

12 November adalah Hari Ayah Nasional dan di Indonesia peringatan ini mulai dideklarasikan pertama kali di Solo tahun 2006.

Hari Ayah lahir atas prakarsa paguyuban Satu Hati, lintas agama dan budaya yang bernama Perkumpulan Putra Ibu Pertiwi (PPIP). Tahun 2004, PPIP mengadakan peringatan Hari Ibu di Solo dengan cara mengadakan Sayembara Menulis Surat untuk Ibu.

Setelah acara selesai, para peserta yang terdiri dari anak-anak usia SD, SMP, SMA, Mahasiswa serta umum memberikan beberapa pertanyaan kepada panitia penyelenggara, ”Kapan diadakan Sayembara Menulis Surat untuk Ayah? Kapan Peringatan Hari Ayah? Kami pasti ikut lagi.”

Setelah melalui kajian yang cukup panjang, PPIP menggelar deklarasi Hari Ayah untuk Indonesia dan menetapkan tanggal 12 November sebagai Peringatan Hari Ayah Nasional, demikian seperti dikutip dari Harian Kompas Edisi 13 November 2006.

Deklarasi tersebut digabung dengan Hari Kesehatan Nasional dengan mengambil semboyan ‘Semoga Bapak Bijak, Ayah Sehat, Papah Jaya'.

Di negara lain, Hari Ayah sudah mulai diperingati sejak awal abad ke-12 dengan makna sebagai hari untuk menghormati ayah.

Peringatan Hari Ayah di Amerika dan lebih dari 75 negara lain seperti Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Turki, Pakistan, Malaysia, Singapura, Taiwan, Filipina dan Hongkong dirayakan pada hari Minggu di pekan ke tiga bulan Juni atau pada 21 Juni yang ditetapkan sebagai Hari Ayah Sedunia.

Alasan 12 November Jadi Hari Ayah Nasional

Sosok Ibu sebagai orang yang melahirkan kita mendapat penghargaan dengan cara memperingati hari Ibu setiap tanggal 22 Desember dan peringatan Hari Ibu telah dijadikan sebagai Hari Nasional Bersejarah melalui keputusan Presiden No.316 Tahun 1959.

Sosok Ayah juga dirasakan perlu mendapatkan penghargaan yang sama dengan sebuah peringatan karena mengingat pentingnya peran ayah dalam sebuah keluarga.

Posisi ayah dianggap sejajar dengan ibu dan selalu punya cara sendiri dalam menjalankan perannya sebagai kepala rumah tangga, pemberi nafkah, pelindung, dan masih banyak peran penting lainnya di keluarga.

Menurut teori-teori pengasuhan anak, keluarga digambarkan sebagai suatu struktur ideal dengan kelengkapan dua sosok pengasuh untuk anak, yakni ayah dan ibu. Kehilangan salah satu dari keduanya memang bisa jadi bukan akhir segalanya, namun pasti berdampak.

Kehadiran ayah dan ibu memang untuk saling melengkapi. Seorang ayah membawa sifat disiplin, tanggung jawab dan kerja keras. Sedangkan seorang ibu menggenapinya dengan kasih sayang, rasa sensitif atau kepekaan, dan ketelatenan.

Relevansi Hari Ayah Terhadap Keluarga

Sebuah artikel yang ditulis Analis Perlindungan Perempuan pada DPPPAS Kabupaten Belitung, Nina Kreasih menyebutkan, dalam pola keluarga tradisional, peran ayah adalah seorang pencari nafkah yang hanya bertanggung jawab memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga.

Tanggung jawab akan kegiatan domestik dan perkembangan anak sepenuhnya adalah tugas ibu, yang tentu cocok dengan pameo 3M, yakni masak, macak, manak (memasak, berdandan, dan melayani suami di ranjang).

Tetapi, ternyata pola pengasuhan keluarga pun berubah. Perubahan itu terjadi bukan karena tuntutan, namun semata dunia yang juga berubah secara demografi, sosial, dan budaya.

Pada masyarakat agraris, seorang lelaki pergi ke ladang untuk berkebun dan beternak, dan perempuannya menjaga lumbung padi di rumah sembari mengasuh anak-anak. Dunia yang bergeser ke budaya industri kemudian menuntut percepatan.

Tenaga manusia, baik laki-laki maupun perempuan bernilai ekonomi dan setara dengan mesin. Perempuan tidak dianggap tabu untuk bekerja.

Bahkan, pada titik tertentu, perempuan harus bekerja dianggap sebagai sebuah solusi dari tuntutan ekonomi ketika gaji laki-laki tidak lagi cukup untuk menutup tuntutan kebutuhan.

Perubahan budaya, sosial dan strategi ekonomi tersebut akhirnya membawa perubahan pula dalam pola pengasuhan. Peran ayah dan ibu sama pentingnya dalam pengasuhan. Artinya, ayah pun memiliki peran yang sama untuk hadir dan terlibat dalam perkembangan anak.

Alangkah indah jika ibu yang telaten mengajarkan teori, sedangkan ayah yang pemberani memberi dorongan motivasi dan praktik kepada anak dengan kasih sayang.

Peringatan Hari Ayah Nasional pada 12 November ini diharapkan juga dapat populer seperti peringatan Hari Ibu Nasional yang diperingati setiap tanggal 22 Desember.

Berbeda dengan peringatan hari Ibu nasional, yang dilatarbelakang oleh Organisasi Perempuan dengan membawa pesan “Emansipasi Perempuan”, maka Hari Ayah tidak membawa pesan Emansipasi.

Karena bagi laki-laki, peran publik sudah diamini semua masyarakat sebagai tanggungjawabnya. Hari Ayah dicanangkan agar para Ayah turut berbangga dengan perannya.

Baca juga artikel terkait 12 NOVEMBER atau tulisan lainnya dari Dhita Koesno

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Dhita Koesno
Editor: Agung DH
Penyelaras: Ibnu Azis