Menuju konten utama

10 Mahasiswa UTA'45 Lapor ke LPSK karena Merasa Diancam Kampus

Para mahasiswa mengadu ke LPSK karena merasa mendapatkan berbagai ancaman dari pihak kampus Universitas 17 Agustus 1945.

10 Mahasiswa UTA'45 Lapor ke LPSK karena Merasa Diancam Kampus
Sejumlah mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta mengadu kepada Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Kopertis Wilayah III,Pengaduan dilakukan pada Senin (27/7/2020) lalu. Dok.Pribadi/Nanda Rizka Saputri

tirto.id - Sebanyak 10 mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta mendatangi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mengadukan adanya dugaan ancaman kekerasan, dugaan ancaman pencabutan gelar, sampai dugaan ancaman akan dilaporkan ke polisi akibat menyuarakan protes di media sosial, namun dianggap pencemaran nama baik oleh pihak kampus.

Semua mahasiswa tersebut adalah para wisudawan dan wisudawati yang baru saja menjalani wisuda pada 27 Juli lalu. Mereka didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (LBH SEMMI).

"Dugaan ancamannya berbagai jenis, ada yang diancam akan dilakukan kekerasan, dicabut gelarnya, diancam dibatalkan beasiswanya padahal sudah lulus dan wisuda, ada yang diancam akan di Drop Out. Ada yang juga masih belum diberikan ijasahnya diancam ditahan, bahkan diduga pihak UTA'45 mengancam akan melaporkan sebagian para wisudawan-wisudawati ke polisi," kata Direktur LBH SEMMI, Gurun Arisastra, lewat keterangan tertulisnya yang diterima wartawan Tirto, Rabu (5/8/2020).

Gurun, sebagai kuasa hukum dari para mahasiswa, mengaku tidak terima atas ancaman yang didapat oleh para mahasiswa. Oleh karena itu dirinya dan para mahasiswa melakukan upaya hukum non litigasi dengan mengadu ke LPSK RI.

Lahirnya dugaan ancaman ini berawal dari ratusan wisudawan-wisudawati keberatan terhadap pelaksanaan anggaran dana wisuda dari justru disamakan dengan dana wisuda offline. Dana yang harus dikeluarkan para wisudawan dan wisudawati untuk wisuda daring sebesar Rp3,5 juta.

Wisudawan-wisudawati meminta pengembalian dana 50 persen dan ekspresi adanya ketidakadilan ini disalurkan ke media sosial.

Gurun dan para mahasiswa mengaku sudah melaporkan masalah anggaran ini ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, namun responsnya lamban. Karena itu para mahasiswa melontarkan kritik lewat media sosial.

"Namun dianggap pencemaran oleh pihak kampus, dan katanya akan dilaporkan ke polisi. Loh, ini aneh klien kami ini kan menyuarakan keadilan, menyatakan pendapat dimuka umum demi tercapainya keadilan,bukan mencemarkan nama baik," kata Gurun.

Baca juga artikel terkait WISUDA ONLINE atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Bayu Septianto