Menuju konten utama

1 Unicorn e-Commerce akan Listing di BEI, Tokopedia atau Bukalapak?

Satu unicorn e-commerce akan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada 2021.

1 Unicorn e-Commerce akan Listing di BEI, Tokopedia atau Bukalapak?
Pekerja berjalan di dekat monitor pergerakan bursa saham saat pembukaan perdagangan saham tahun 2020 di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (2/1/2020). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.

tirto.id - Bursa Efek Indonesia (BEI) telah melakukan serangkaian pembicaraan dengan pengelola startup dengan valuasi di atas 1 miliar dolar AS atau biasa disebut dengan unicorn. BEI berharap mereka mau mencatatkan sahamnya di BEI.

“Kami di bursa sangat serius untuk meng-encourge unicorn untuk masuk pasar modal,” kata Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna dalam diskusi virtual, Kamis (11/2/2021).

Ia mengungkapkan, sudah ada satu unicorn e-commerce yang menyatakan keinginannya untuk masuk ke bursa Indonesia pada tahun 2021. Namun, Nyoman tidak bersedia menyebutkan namanya dengan alasan kerahasiaan dan proses yang masih berjalan. Ia hanya menyebut unicorn tersebut bergerak di bidang e-commerce.

“Kalau saya sebut e-commerce, saya yakin bapak dan ibu sudah tahu,” kata Nyoman, saat didesak tentang nama unicorn yang akan listing tersebut.

Berdasarkan data CB Insights, e-commerce asal Indonesia yang sudah menyandang status unicorn adalah Tokopedia dengan valuasi 7 miliar dolar AS, Bukalapak 3,5 miliar dolar AS. Menurut CB Insight, Tokopedia disokong oleh SoftBankGroup, Alibaba Group, Sequoia Capital India. Sementara Bukalapak yang didirikan pada tahun 2017 ditopang oleh 500 Startups, Batavia Incubator, dan Emtek Group. Beberapa unicorn sudah dicetak Indonesia, tetapi tidak bergerak di bidang e-commerce yakni Gojek, Traveloka, dan Ovo.

Nyoman mengungkapkan, BEI sudah intensif bertemu dengan para pendiri dan eksekutif unicorn asal Indonesia. BEI menggali apa saja yang harus dilakukan otoritas bursa untuk memfasilitasi mereka mencatatkan sahamnya di bursa Indonesia. Dari hasil pertemuan intensif tersebut, ada tiga hal yang menjadi perhatian para pendiri dan eksekutif unicorn tersebut.

Pertama, soal papan pencatatan. Para unicorn berharap bisa masuk ke papan utama pencatatan. “Karena investor akan memberikan value lebih kalau mereka masuk ke papan pencatatan utama atau main board,” jelas Nyoman.

BEI saat ini menyediakan tiga papan pencatatan yakni Papan Utama, Papan Pengembangan, dan Papan Akselerasi. Nyoman menjelaskan, untuk Papan Utama, BEI menetapkan syarat tangible asset atau aset berwujud bersih. Sesuai ketentuan, mereka yang ingin tercatat di Papan Utama harus memiliki Aktiva Berwujud Bersih lebih dari Rp100 miliar. Inilah yang menjadi perhatian, karena umumnya aset para unicorn tidak berupa aset berwujud atau tangible melainkan tidak berwujud atau intangible.

“Untuk itu bursa akan segera mem-follow up, dengan memberikan ruang atau pilhan untuk bisa masuk ke main market, bukan hanya tangible tapi juga unsur lain seperti pendapatan dan kapitalisasi pasar,” jelas Nyoman.

Dengan pemberian opsi tersebut, BEI berharap bisa menjaga kualitas emiten yang ada di Papan Utama, tapi juga memperhatikan karakteristik perusahaan yang baru bertumbuh seperti perusahaan rintisan teknologi.

Kedua, para unicorn meminta perhatian tentang klasifikasi subsektor di BEI. Mereka berharap bisa berada di subsektor yang sama dengan perusahaan-perusahaan dengan keunikan yang sama, sehingga bisa berkompetisi.

Untuk permintaan ini, BEI sudah melakukan perubahan yakni dengan meluncurkan IDX Industrial Classification pada 25 Januari lalu. “Jadi nanti ketika unicorn masuk ke bursa, mereka masuk ke perusahaan berbasis teknologi. Jadi kalau dikomparasikan mereka bisa apple to apple,” kata Nyoman.

Ketiga, para pendiri unicorn yang telah memiliki kemampuan membangun organisasi mengharapkan adanya hak khusus berupa dual classes of shares. “Mereka mengharapkan diberikan kelas saham yang berbeda. Ini yang perlu di-follow up,” katanya.

Salah satu yang diinginkan adalah multiple voting share yakni jumlah saham dalam hal 1 saham founder memiliki hak lebih dari saham biasa dalam hal pengambilan keputusan.

“BEI sedang melakukan komparasi, melihat infrasruktur, bertemu asosiasi untuk diskusi,” jelas Nyoman.

BEI menyatakan kajian oleh pihak independen dan akademisi sudah selesai dan sudah disampaikan ke OJK.

“Kami sedang intens komunikasi, sehingga 3 hal yang jadi concern dapat diakomodasi dengan tetap memperhatikan ketentuan yang ada,” kata Nyoman.

Baca juga artikel terkait E-COMMERCE atau tulisan lainnya dari Nurul Qomariyah Pramisti

tirto.id - Bisnis
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti