Menuju konten utama

1 Juta Ha Lahan Sawit Ilegal di Riau Ancam Populasi Harimau

Penyempitan kawasan hutan juga berdampak pada terancamnya populasi spesies lain.

1 Juta Ha Lahan Sawit Ilegal di Riau Ancam Populasi Harimau
Pekerja menyusun bibit kelapa sawit yang telah disertifikasi di salah satu lahan penangkar, di Pekanbaru, Riau, Selasa (23/5). ANTARA FOTO/Rony Muharrman

tirto.id - Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wiratno mengatakan populasi harimau makin terancam dengan keberadaan satu juta hektare lahan sawit ilegal di Provinsi Riau. Penyempitan kawasan hutan juga berdampak pada terancamnya populasi spesies lain, tegasnya.

"Berkurangnya jumlah harimau di dunia salah satunya diakibatkan oleh hilangnya habitat tempat mereka hidup," katanya dalam seminar tentang peran swasta dalam konservasi Harimau Sumatera di Universitas Andalas Padang, Sumatera Barat, Sabtu (5/8/2017) kepada Antara.

Ia menyebutkan hutan-hutan tersebut umumnya dibabat oleh orang yang datang dari luar Provinsi Riau untuk selanjutnya dibuka menjadi lahan perkebunan sawit. Menurutnya, hal tersebut tidak bisa terkontrol dengan maksimal lantaran jumlah petugas yang ada di lapangan begitu terbatas atau tidak memadai.

Persoalan ini selanjutnya berdampak pada penyempitan kawasan hutan karena beberapa kawasan beralih dari kawasan hutan menjadi bukan hutan. "Wilayah tersebut umumnya ada pada hutan negara yang tidak terurus dengan maksimal," katanya.

Sementara itu Wakil Rektor II Unand, Asdi Agustar dalam sambutannya mengatakan pembahasan terkait harimau Sumatera beserta lingkungannya adalah sebuah hal yang penting untuk dilakukan.

"Semoga dari pembahasan tentang harimau dan habitatnya ini nantinya dapat melahirkan rekomendasi-rekomendasi untuk selanjutnya bisa ditindaklanjuti oleh pemangku kebijakan," ujarnya.

Baca juga artikel terkait PERKEBUNAN SAWIT atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan