Menuju konten utama

Revisi UU MD3, Upaya PDIP Meraih Kursi Pimpinan DPR

Revisi UU MD3 dilakukan untuk menyenangkan PDIP, kata pengamat politik Asep Warlan.

Suasana Rapat Paripurna ke-14 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/12/2017). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

tirto.id - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali berencana merevisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau lebih dikenal dengan UU MD3 terkait dengan penambahan kursi pimpinan DPR guna mengakomodasi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai partai pemenang pemilihan legislatif 2014.

Upaya revisi ini pertama kali digulirkan Fraksi PDIP yang menginginkan mekanisme pemilihan Ketua DPR dikembalikan berdasarkan partai pemenang pemilu, bukan melalui voting anggota DPR seperti hasil revisi Pasal 82 UU MD3 pada 2014 lalu.

Anggota F-PDIP, Hendrawan Supratikno menyatakan bahwa revisi UU MD3 untuk menambah jumlah pimpinan DPR menjadi agenda utama F-PDIP sebelum masa periode DPR ini berakhir. "Ini kan sisa 1,5 tahun saja. Fraksi-fraksi saya kira akan sepakat," kata Hendrawan kepada Tirto, Kamis (28/12/2017).

Hendrawan berdalih keseriusan PDIP dalam mendorong revisi UU MD3 merupakan tanggung jawab bersama seluruh anggota DPR guna mengembalikan sistem menjadi baik seperti semula. "DPR itu kan representatif dari hasil pemilu. Makanya patokannya harusnya hasil pemilu," kata Hendrawan.

Menindaklanjuti hal ini, Ketua Panja RUU MD3 Supratman Andi menyatakan saat ini sedang diusahakan kesepakatan di antara fraksi-fraksi di DPR guna mencapai pembahasan awal revisi UU MD3 yang menjadi usulan PDIP.

"Kami akan melakukan pembahasan dengan fraksi-fraksi terkait hal ini di masa sidang mendatang," kata Supratman kepada Tirto.

Politisi Gerindra ini, pun menyatakan fraksinya mengusulkan penambahan dua kursi pimpinan DPR untuk PDIP dan PKB. Sebab, menurutnya, kedua partai tersebut merupakan pemenang Pemilu yang belum terakomodasi dan dua kursi akan membuat pimpinan DPR tetap ganjil.

"Tapi, ini juga masih dalam tahap elaborasi. Karena ada fraksi lain yang mempunyai visi yang berbeda," lanjutnya.

Anggota F-PPP Arsul Sani juga menyatakan pihaknya tidak ada masalah dengan penambahan kursi pimpinan DPR. Ia mengklaim 10 fraksi sudah menyepakati hal itu karena sama-sama merasa sebagai sebuah kebutuhan saat ini.

"Kalau untuk PDIP sudah setuju. Kalau untuk PKB sepertinya tidak," kata Arsul.

Dukungan penambahan kursi pimpinan DPR untuk PDIP juga datang dari F-Golkar. Anggota F-Golkar sekaligus wakil ketua Badan Legislasi DPR Firman Soebagyo. Menurutnya, rapat di Baleg sudah disepakati menambah satu kursi pimpinan DPR untuk PDIP.

"Rencananya tambah dua [kursi pimpinan DPR]. Yang satu belum disepakati untuk siapa," kata Firman kepada Tirto.

Dari fraksi-fraksi tersebut, hanya Fraksi Nasional Demokrat yang menolak rencana revisi tersebut. Ketua Kapoksi F-Nasdem Luthfi Mutty menyatakan Nasdem tidak setuju bila revisi UU MD3 hanya dilakukan untuk menambah kursi pimpinan DPR saja.

"Tidak ada urgensi merubah UU MD3 jika hanya menambah pimpinan DPR," kata Luthfi dalam rilis yang diterima Tirto.

F-Nasdem, kata Luthfi, memandang perubahan bisa dilakukan jika membahas hal-hal yang komprehensif. Karena UU MD3 saat ini adalah yang terburuk yang dimiliki DPR. Ia juga mengharapkan pembahasan perubahan UU MD3 ini agar dipikirkan untuk jangka panjang dan tidak hanya kepentingan sesaat.

Agar pembahasannya obyektif, Luthfi melanjutkan, perubahan UU MD3 juga harus diberlakukan untuk DPR periode berikut dan bukan untuk DPR periode saat ini. "Ini mengacu pada praktik yang berlaku di negara-negara demokrasi di dunia, yakni UU yang mengatur tentang lembaga legislatif, diberlakukan untuk keanggotaan legislatif periode berikut. Bukan periode legislatif yang membuat aturan itu,” kata Luthfi.

Revisi UU MD3 Hanya Untuk Menyenangkan PDIP

Pengamat Politik Universitas Parahyangan Asep Warlan menilai revisi terbatas yang direncanakan DPR tidak tepat dan hanya sebagai upaya untuk menyenangkan PDIP semata.

"Itu tidak akan membuat sistem keparlemenan kita menjadi lebih baik. Ini tidak lebih dari upaya menyenangkan PDIP saja," kata Asep kepada Tirto.

Asep menilai, PDIP sebagai partai pemenang pemilu merasa kepalang malu dengan opini publik yang menganggap mereka tidak mampu memanfaatkan kemenangan untuk menduduki kursi Ketua DPR. Revisi, kata dia, yang dilakukan saat ini hanya sebatas unjuk kekuatan belaka.

Asep sependapat dengan Luthfi dari Fraksi Nasdem yang menilai, revisi UU MD3 harus dilakukan secara menyeluruh dengan memperhatikan pasal-pasal yang dinilai kurang berpihak kepada rakyat dan tidak seperti revisi UU MD3 pada 2014.

Dalam revisi itu, kata dia, DPR hanya membahas perubahan kewenangan anggota dewan saja seperti menambah kewenangan DPD dan MPR yang akhirnya hanya berujung pada keributan di antara partai-partai di DPR.

"Mau tambah pimpinan berapa pun atau kewenangan seperti apa pun, saya kira akan tetap jadi gaduh. Seperti bagi-bagi kue saja," kata Asep.

Karena, menurut Asep, banyak pasal-pasal di UU MD3 yang perlu direvisi dan ditambah agar DPR punya peran lebih besar bagi kepentingan publik. Salah satu contohnya, kata Asep, terdapat pada Pasal 87 UU MD3 perihal pemberhentian Ketua DPR.

Menurut Asep, pasal tersebut belum efektif untuk menegakkan etik pimpinan DPR seperti dalam prosedur pergantian Setya Novanto, meskipun Novanto jelas-jelas melanggar etik dengan melakukan korupsi.

"Dengan penguatan itu, DPR akan semakin tegas melawan korupsi," kata Asep.

Tak hanya itu, Asep juga menyoroti perihal belum adanya pasal yang mengatur hasil kunjungan dinas DPR dan masa reses. Terutama perihal pengusulan program di daerah pemilihan yang tidak punya kejelasan mekanisme.

"Pasalnya harus dibuat dong agar ada mekanismenya. Jadi DPR jangan hanya teriak-teriak melakukan pengawasan, tapi tidak mengawasi diri sendiri," kata Asep.

Menanggapi pernyataan Asep, Firman menyatakan sudah ada keinginan dari DPR untuk merevisi UU MD3 secara menyeluruh. Menurutnya, fraksi-fraksi juga punya aspirasi selain penambahan kursi pimpinan antara lain penambahan alat kelengkapan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.

“Ada penambahan alat kelengkapan anggota MKD satu orang,” kata Firman.

Untuk melaksanakan revisi secara menyeluruh, kata Firman, dibutuhkan waktu yang lama. Sementara masa jabatan DPR periode ini hanya menyisakan waktu 1,5 tahun saja. "Mungkin kami hanya akan menyiapkan pembahasan bagi DPR periode selanjutnya saja," kata Firman.

Baca juga artikel terkait REVISI UU MD3 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Mufti Sholih & Maulida Sri Handayani
-->